Monday, July 24, 2017

NILAI-NILAI KULTURAL DALAM LEGENDA RAKYAT SASAK DATU KEDARO

SKRIPSI

Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak
Datu Kedaro Kecamatan Sekotong kabupaten lombok barat

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram


 









Oleh


PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2016


 








LEMBAR PERNYATAAN

       Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Mataram menyatakan bahwa:
Nama                           : Muhamad Muhajirin
NIM                            : 11011A0270
Alamat                        : JLN. Pasar Baru. Telaga Lebur, Kecamatan Sekotong
Memang benar skripsi yang berjudul Analisis Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong adalah asli karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik di tempat manapun.
Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing. Jika terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah dipublikasikan, memang diacu sebagai sumber dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Jika di kemudian hari pernyataan saya ini terbukti tidak benar, saya siap mempertanggung jawabkanya, termasuk bersedia menanggalkan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sadar dan tanpa tekanan dari pihak manapun.
Mataram, 4 Agustus 2016

 




MOTTO

Tidakada yang berat di duniainiapabilakitabersungguh-sungguhdalammengerjakan, Seberat apapun pekerjaan itu apabila dikerjakan dengan ikhlas maka semuanya akan menjadi ringan.



PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk
  1. Ibu dan Bapak ku tercinta, Saharudin dan Nurhayati yang telah menyediakan telaga surga di telapaknya yang di bawahnya mengalir kasih dan doa, sehingga tiada harga selain membahagiakan dan berbakti kepadanya. Amiiin. Bapak dan Ibu,  Aku bangga menjadi anakmu. Jika aku harus lahir kembali,aku akan memohon kepada Allah agar kembali menjadikanmu sebagai Bapakku.
  2. Untuk saudaraku yang aku sayangi, Kakakku Ahmad Syafi`i, S.Pd.I dan adikku Habiburrozi dan Helmi Zahratunnisak
  3. Untukteman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan
  4. UntukAlmamaterkutercinta










KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWTkarena berkat rahmat dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulNilai-Nilai Kultural Dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat”.
Penulisan skripsi ini dalam rangkamemenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan jenjang strata satu (S1) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram.
Keberhasilan penyelesaian penelitian ini, tidak lepas dari bantuan, dorongan, bimbingan, saran, nasihat, dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada.
1.      Drs. Mustamin H. Idris, M.S. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram;
2.      SyafrilS.Pd., M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram;
3.      Sri Maryani, S.Pd. M.Pd. Selaku Ketua Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah;
4.      Drs. Made Suyasa, M. Hum. dan M. Aris Akbar, M. Pd. Selaku pembimbing pertama dan kedua, yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis.
5.      Bapak dan Ibu Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram.
Penulis menyadari, skripsi ini jauh dari kesempurnaan,  karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Demikian tulisan ini penulis persembahkan dengan harapan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Mataram,                       2016

Penulis



Muhamad Muhajirin. 2016.Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong. Skripsi : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Pembimbing 1            : Drs. Made Suyasa, M. Hum.
Pembimbing 2            : M. Aris Akbar, M.Pd.

ABSTRAK

Legenda merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang berbudaya. Hal ini disebabka noleh kehidupan sosial masyarakat itu sendiri yang bersifat interaksi, baik dengan sesama maupun lingkunganya.
            Metode dalam penelitian yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1) metode wawancara, 2) metode dokumentasi, 3) metode rekam, 4) metode transkripsi, 5) metode terjemahan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa legenda yang termasuk dalam legenda lokal yang tengah berkembang di tengah masyarakat Sasak Kecamatan Sekotong, yaitu legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro. Adapun nilai-nilai kultural yang terkandung dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro, meliputi (1) nilai sosial meliputi adanya kerjasama antarmasyarakat dengan seorang raja, Nilai ini sangatlah tinggi nilainya di tengah masyarakat, hubungannya dengan masyarakat adalah timbulnya kerjasama antarmasyarakat dan gotong royong dalam bermasyarakat, lalu hubungannya dengan pemerintah adalah nilai-nilai ini perlu dilestarikan antarmasyarakat dengan pemerintah. (2) nilai relegius atau agama merupakan nilai yang cukup penting dalam menjalani sebuah kehidupan dan agama merupakan wadah yang sangat komplit dalam meningkatkan iman dan taqwa,Nilai ini berhubungan dengan keimanan dan keyakinan sehingga dengan keyakinan itu timbul sifat ketakwaan. (3) nilai moral karena nilai moral merupakan nilai utama yang ditemukan dalam sebuah era atau bangsa, contohnya tentang tata etika yang dilakukan oleh raja atau masyarakat dalam mengelola sistem kehidupan bermasyarakat. (4) nilai pengetahuan merupakan nilai yang sangat utama dalam mencari suatu kebenaran dan sesuai dengan konsep keilmuannya, pengetahuan tentang kebijaksanaan seorang raja atas semua pengetahuan dan akal pikiran yang dimiliki dalam menentukan atau menyelesaikan semua masalah.          
Kata kunci:Nilai Kultural, Legenda Datu Kedaro di Kecamatan Sekotong



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................      i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................      ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO.......................................................................................      v
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... vi
KATA PENGANTAR..................................................................................... vii
ABSTRAK........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI.....................................................................................................      x
BAB I PENDAHULUAN................................................................................      1
1.1         LatarBelakang................................................................................      1
1.2         RumusanMasalah...........................................................................      6
1.3         TujuanPenelitian............................................................................      6
1.4         ManfaatPenelitian..........................................................................      7
BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................      9
2.1         Penelitian Yang Relevan................................................................      9
2.2         Pengertian Legenda.......................................................................      10
2.3         Jenis Legenda................................................................................      12
2.4         Legenda dalam Kehidupan Masyarakat Sekotong........................      17
2.5         Teori Budaya.................................................................................      19
          2.6   Teori Semiotik................................................................................. 20

BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 23
3.1         RancanganPenelitian......................................................................      23
3.2         Lokasi Penelitian............................................................................      23
3.3         Data dan Sumber Data..................................................................      24
3.4         Metode Pengumpulan Data...........................................................      26
3.4.1    Metode Wawancara........................................................... 26
3.4.2    Metode Dokumentasi........................................................ 27
3.4.3    Metode Rekam.................................................................. 27
3.4.4    Metode Transkripsi............................................................ 28
3.4.5    Metode Terjemahan........................................................... 28
3.5   Analisis Data............................................................................................... 29
BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN.......................................................... 31
4.1         Profil Desa.....................................................................................      31
4.1.1        Letak Geografis.................................................................      31
4.1.2        Potensi Wilayah.................................................................      31
4.1.3        Potensi Pertanian, Perkebunan dan Perikanan...................      32
4.1.4        Potensi Pertambangan........................................................      33
4.1.5        Potensi Parwisata...............................................................      34
4.2         Cerita Rakyat Sasak Datu KedaroBahasaSasak............................      35
4.3         AnalisisNilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro                      39
4.3.1        Nilai Sosial.........................................................................      39
4.3.2        Nilai Relegius.....................................................................      42
4.3.3        Nilai Moral.........................................................................      44
4.3.4        Nilai Pengetahuan..............................................................      46
           4.4     Pembahasan....................................................................................     

BAB VPENUTUP............................................................................................ 51
5.1         Simpulan........................................................................................      51
5.2         Saran .............................................................................................      52
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................      53








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban umat manusia.Oleh karena itu karya sastra sudah pasti mengandung makna, fungsi dan peranan yang sangat penting tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat subyektif atau semata-mata hanyalah menggambarkan pribadi seseorang pengarang atau sastrawan tetapi lebih jauh dari itu, karya sastra dapat menggambarkan seluruh aspek kehidupan nyata manusia sehari-hari secara umum.
Di dalam karya sastra yang bermutu dengan nilai-nilai kehidupan.Memberi  pemahaman terhadap nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnya dapat menolong pembaca menjadi manusia berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang peka terhadap hal-hal yang luhur dalam hidup ini.Ia selalu mencari kebenaran dan kebaikan. Salah satu cara memperoleh nilai-nilai itu adalah membaca karya sastra dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Pada zaman dahulu kala ketika daerah Kedaro dan sekitarnya masih berupa hutan belantara, datanglah rombongan orang dari Jawa yang dipimpin oleh Sayyid Abdul Razid yang dikenal juga dengan sebutan pemban perabu. Beliau masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit yang saat itu diambang kehancuran dan memilih mencari dunia baru hingga akhirnya beliau sampai di daerah Kedaro yang masih berbentuk hutan lebat inilah cikal bakal timbulnya kerajaan Kedaro yang hingga kini masih dipercayai oleh Masyarakat Sekotong pernah ada dan memiliki peradaban disana.
Pemban prabu adalah seorang raja yang bijaksana dan pemberani.Ketika beliau memerintahkan kerajaan Kedaro, pernah terjadi peperangan dengan kerajaan Tawun akibat kesalahfahaman.Dari peperangan ini pula lahir sebuah tempat, yaitu Telage Lebur (Lihat Legenda Telage Lebur).Secara geografis Telage Lebur dengan Kedaro memang berdampingan.
Legenda Datu Kedaro masih diyakini oleh masyarakat Kedaro, disamping itu, legenda Datu merupakan legenda yang sangat populer di kalangan masyarakat Kedaro pada khususnya dan masyarakat Sekotong pada umumnya.Hal ini disebabkan oleh faktor peninggalan sejarah dari Datu Kedaro tersebut yang diyakini sebagai suatu bukti yang harus diyakini.Legenda Makam Kedaro meninggalkan sebuah makam yang bernisan batu yang hingga kini masih dirawat oleh seorang penjaga makam dan sebagian masyarakat terutama dari golongan orang tua meyakini keberadaan makam tersebut sebagai tempat bersemayamnya Raja Kedaro.
Berangkat dari budaya pula, sastra merupakan bagian dari seni muncul, sebab bagaimanapun kebudayaan itu merupakan karya manusia yang timbul pada lingkungan manusia, sehingga bisa diungkapkan bahwa karya sastra merupakan refleksi segala aspek kehidupan budaya dalam masyarakat dengan segala permasalahan yang ada didalamnya.Abrams (dalamTarigan 1981:178) berpendapat bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya.Karena bagaimanapun karya sastra itu mencerminkan masyarakat dan secara tidak dihindarkan, dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan yang ada pada zaman itu. Hal ini sependapat dengan pendapatnya Luxemburg( 1989:21) yang mengatakan bahwa setiap definisi sastra terikat pada waktu serta budaya. Sebab sastra itu adalah hasil kebudayaan.
Sastra merupakan satu bentuk dari cabang seni yang merupakan perwujudan dari kebudayaan.Sastra merupakan bagian dari pengalaman hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya maupun dari segi aspek penciptaannya.Dan mengekspresikan pengalaman batinnya dalam karya sastra.Begitu juga dengan sastra daerah, seperti cerita rakyat atau masyarakat memiliki peranan yang sangat penting untuk mengkomunikasikan perasaan, pikiran suatu bangsa.
Sastra daerah merupakan bagian-bagian dari sastra juga, sebab memiliki salah satu aspek kebudayaan masyarakat pada suatu daerah.Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kebudayaan daerah mencerminkan ide, kreasi, dan karya masyarakat yang mempunyai nilai-nilai, norma-norma, benda-benda yang merupakan sebagai karya masyarakat tersebut.
Sastra daerah juga mampu mencerminkan ciri khas suatu daerah yang saat ini sudah amat jarang dijumpai karena secara berangsur-angsur sudah mulai ditinggalkan.Hal ini disebabkan karena pergeseran nilai-nilai dan pola hidup masyarakat itu sendiri.Masalah kebudayaan daerah masih belum banyak dikenal orang, khususnya yang berupa sastra daerah baik itu sastra lisan maupun tulisan. Lebih-lebih bagi para pemuda yang saat ini telah dipengaruhi oleh dunia  barat. Mereka tidak memahami pentingnya budaya daerah yang merupakan satu bagian dari sastra Indonesia yang menjadi milik nasional dan merupakan khasanah bangsa yang sangat perlu dilestarikan.Untuk itu, perlu dilakukan usaha untuk menggali dan mengembangkannya, karena sastra daerah merupakan kekayaan bangsa yang didalamnya terkandung nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian bangsa.
Kebudayaan daerah beraneka ragam, dan tersebar di seluruh suku bangsa di Indonesia, ini merupakan khazanah bangsa yang sangat berharga bagi setiap masyarakat Indonesia.Pada masa perkembangannya kebudayaan daerah dengan berbagai corak, dan aspeknya yang telah tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sejak berabad-abad yang lampau serta diwariskan dari generasi ke generasi sebagai milik bersama (Djanandjaya, 1984: 12).
Belajar tentang sastra daerah merupakan hal yang sangat penting, sebab memiliki arti yang penting dalam kalangan masyarakat.setiap sastra lisan yang dituturkan terutama dalam masyarakat suku Sasak, adalah sastra lisan yang pada umumnya bertemakan keimanan, pendidikan moral dan contoh atau pedoman tindak atau laku manusia yang pada hakekatnya berguna bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda sebagai penerus bangsa. Oleh sebab itu, bagi para ahli dan peminat sastra, tidak hanya mengetahui tentang perkembangan sastra semata, melainkan untuk mengetahui fungsi dan posisinya dalam masyarakat.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (1994:321) yang mengatakan sebuah karya fiksi ditulis oleh para pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang di idealkannya.Fiksi mengandalkan penerapan moral dalam sikap dan perilaku para tokoh yang sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah para pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan
Legenda merupakan cerita rakyat yang termasuk dalam sastra lisan.Seperti halnya cerita daerah yang lainnya, perkembangan legenda bersifat tradisi di dalam kalangan atau lingkungan masyarakat.Namun dewasa ini legenda merupakan cerita rakyat sudah mulai hilang dengan kemajuan perkembangan zaman yang lebih banyak mengadopsi budaya yang berasal dari luar.
Suku Sasak merupakan suku terbesar di Nusa Tenggara Barat yang menyimpan ragam budaya daerah yang unik dan sangat beragam serta sangat berharga sebagai khazanah kebudayaan nasional. Legenda khususnya, juga sudah mulai berkembang dalam suku ini sejak puluhan abad yang lalu, namun halnya penomena yang sudah disebutkan di atas, bahwa keberadaan legenda di tengah masyarakat Sasak mulai berangsur-angsur mulai ditinggalkan karena maju dan pesatnya kemajuan zaman yang serba modern, membuat posisi legenda umumnya mengalami pergeseran tempat yang mengakibatkan efek yang sangat negatif di dalam tataran sosial  masyarakat dan pada keberadaan legenda itu sendiri. Akibat dari pengaruh modernisasi lambat laun akan membuat legenda dan sastra daerah secara umum akan pudar, disamping itu pula, nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam sastra daerah tidak akan memberi pengaruh terhadap etika dan kehidupan sosial masyarakat.
Legenda merupakan tradisi lisan masyarakat  suku Sasak perlu dilestarikan dan digali maknanya karena mengandung nilai sejarah dan nilai pendidikan yang sangat berharga bagi generasi sekarang dan masa yang akan datang. Melalui legenda-legenda rakyat tercermin adanya tatakrama, norma-norma yang dianut oleh masyarakat pada zamannya. Dengan mengapreasi karya sastra tersebut tentu akan membuat kehidupan masyarakat yang harmoni dan seimbang. Itu berarti mengapresiasi sastra daerah berarti menghargai secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang lebih tehadap karya sastra.
Keberadaan legenda yang khususnya di tengah masyarakat yang mulai ditinggalkan sebagai bagian kebudayaan yang perlu dilestarikan menjadi salah satu alasan di samping alasan-alasan yang lain yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji keberadaan legenda yang masih beredar di tengah Masyarakat Sekotong. Sebagai penegasan, masyarakat Sekotong merupakan masyarakat campuran yang berasal dari berbagai suku dan ras yang ada di seluruh nusantara.Akan tetapi 90% masyarakatnya adalah Suku Sasak sehingga legenda yang beredar di Sekotong adalah legenda Rakyat Suku Sasak.
1.2  RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan  masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai-nilai kultural yang terkandung dalam legenda rakyat Sasak Datu Kedaro di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong?
1.3 Tujuan Penelitian
Ada dua tujuan di dalam penelitian ini yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1        Tujuan umum
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah menggali sejarah Datu Kedaro  di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
1.2.2        Tujuan khusus
Untuk menggetahui nilai-nilai kultural dalam legenda rakyat sasak Datu Kedaro Desa Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1Manfaatteoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat:
1)      Memperoleh deskripsi yang jelas tentang keberadaan datu kedaro yang ada di Kecamatan Sekotong.
2)       Sebagai bahan refrensi penelitian terutama yang berminat pada bidang kesusastraan dan di bidang sastra daerah.
3)      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi bidang ilmu yang di teliti.
4)      Memperkaya khazanah kajian sastra  daerah, terutama yang ada di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
1.4.2   Manfaat praktis
                        Dilihat dari segi praktisnya, hasil penelitian ini diiharapkan:
1)      Dapat memperkaya wawasan pembaca dan peneliti mengenai keberadaan datu kedaro
2)      Bagi peneliti, hasil pembahasan ini dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan keilmuan dan wawasan berfikir  dalam mengkaji keberadaan datu kedaro
3)      Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat, khususnya masyarakat Sasak yang ada di Kecamatan Sekotong guna mengkaji dan menggali keberadaan “cerita rakyat sasak Datu Kedaro” untuk dipelihara dan dilestarikan.






BAB II
KAJIAN TEORI

2.1  Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan perbandingan penelitian-penelitian tersebut memberikan arahan yang cukup berarti dalam proses penelitian ini. Penelitian yang relevan tentang Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat antara lain dilakukan oleh Ilian( 2012) dalam skipsinya yang mengkaji mengenai “Analisis Cerita Rakyat” efektifitasMitos Tabe Bangkolo” di Desa Jia Kecamatan Sape Kabupaten Bima. Penelitian yang dilakukan oleh Ilian ini lebih cendrung kepada Efektifitas Mitos dalam masyarakat Jia sedangkan perbedaan dengan penelitian sendiri lebih ke “ Nilai-nilai  Kultural dalam Legenda rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Iliam dengan penelitian sendiri sama-sama mengkaji cerita rakyat.
Penelitian relevan yang kedua Erwandi (2006) dalam penelitian  “Penyimpangan Nilai Budaya dalam novel Sala Asuhan karya Abdul Muis”, dalam penelitian ini yang dibahas yaitu penyimpangan nilai estika dan kesopanan yang dilakukan oleh salah satu tokoh yang berprilaku bebas di depan umum dengan tidak memperdulikan etik pada masyarakat. Kedurhakaan terhadap orang tua seperti memarahi dan meninggalkan ibu, Istri serta anak. Selain itu juga membahas tentang penyimpangan prilaku dan penyimpangan nilai kemanusiaan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Erwandi dengan penelitian sendiri sama-sama mengkaji tentang nilai budaya atau nilai kultural.
Penelitian relevan yang ketiga Sumiati (2003)dalam penelitian ”Analiss Nilai Budaya dalam Novel “Perempuan jogja” karya Achmad Munif”, penelitian yang akan menguraikan lebih luas dari nilai budaya yang diajarkan dalam novel tersebut, sehingga nilai tersebut akan dijadikan pedoman oleh para pembaca. Adapun nilai religius, nilai etika dan estetika akan diuraikan dengan mengkaji unsur intrinsik yang membangun novel tersebut serta nilai budaya yang memengaruhi terciptanta karya sastra itu sehingga akan mampu menimbulkan nilai lebih dari penelitian sebelumnya.Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sumiati dengan penelitian sendiri yaitu mengkaji tentang analisis nilai budaya atau nilai kultural.
  Adapun penelitian ini dimaksudkan untuk  mengumpulkan data-data apa saja Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong dan nantinya akan dikaji mengenai fungsi dan nilai sejarah atau legenda itu sendiri agar keberadaan cerita yang terdapat di masyarakat Kecamatan Sekotong tidak punah oleh arus globalisasi yang dewasa ini kian merasuki ranah kehidupan masyarakat.
2.2  Pengertian Legenda       
Danandjaya, (1984: 66) mengemukakan bahwa legenda seperti halnya mite merupakan prosa rakyat, yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler (keduniaan), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia yang kita tempati sekarang.Lebih lanjut Danandjaya bahwa legenda sering dianggap sebaga “sejarah” kolektif (folk history), walaupun sejarah itu tidak pernah tertulis namun telah mengalami distorsi, sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Sedangkan menurut Baskom (dalam Danandjaya, 1965: 3-2), legenda merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap pernah benar-benar terjadi dimasa lampau  biasanya di tokohi oleh manusia dan ada  kalanya memiliki sifat-sifat luar biasa serta terjadinya di dunia nyata yang kita kenal sekarang.
Legenda merupaka bagian dari kehidupan masyarkat yang berbudaya.Hal tersebut dikarenakan oleh kehidupan sosial masyarakat itu sendiri yang bersifat intraksi, baik intraksi dengan sesama maupun dengan lingkungannya.keberadaan legenda di tengah masyarkat merupakan warisan yang bersifat turun temurun. Hal ini menandakan bahwa kebudayaan masyarakat adalah kepercayaan terhadap gejala-gejala kehidupan, diantaranya adalah legenda yang yang ada pada zaman dahulu dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi.
Legenda biasanya bersifat migratoris, yang artinya dapat berpindah-pindah sehingga di kenal luas di daerah-daerah yang berbeda. Namun legenda yang di angkat oleh peneliti adalah bersifat kualitatif, yang akan mewawancari langsung pelaku pada waktu dulu.  “Legenda Rakyat Sasak” adalah bukti sejarah yang pernah terjadi di masyarakat Sekotong pada zaman dahulu sehingga harus dijaga kelestarianya.

2.3  Jenis Legenda
Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang dalam masyarakat lama.Cerita rakyat adalah cerita rekaan yang penuh dengan hayalan, sukar diterima oleh fikiran dan logika kita yang masih normal.Dalam fikiran kebanyakan orang cerita rakyat dianggap sebagai crita peri, tetapi dalam kenyataan banyak cerita rakyat yang bukan cerita peri, melainkan cerita yang disampaikan benar adanya tau sesuatu yang wajar (Danandjaya, 1984: 93).
Berdasarkan isinya, cerita rakyat dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian yaitu: mite, sage, fabel, farabel, legenda, dongeng peri, dongeng jenaka (Danandjaya, 1984: 34).
Belajar tentang sastra daerah merupakan hal yang sangat penting, sebab memiliki arti yang sangat penting dalam kalangan masyarakat.Setiap sastra lisan yang dituturkan terutama dalam masyarakat suku Sasak, adalah sastra lisan yang pada umumnya bertemakan keimanan, pendidikan moral dan contoh atau pedoman tindak atau laku manusia yang pada hakekatnya berguna bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda sebagai penerus bangsa.Oleh sebab itu bagi para ahli dan peminat sastra tidak hanya ingin mengetahi tentang perkembangan sastra semata, tetapi sekaligus untuk mengetahui fungsi dan posisinya dalam masyarakat.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (1994:321) yang mengatakan sebuah karya fiksi ditulis oleh para pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang di idealkannya.Fiksi mengandalkan penerapan moral dalam sikap dan perilaku para tokoh yang sesuai dengan pandangannya tentang moral.Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah para pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan.
Legenda merupakan cerita rakyat yang termasuk dalam sastra lisan.Seperti halnya cerita daerah yang lainnya, perkembangan legenda bersifat tradisi didalam kalangan atau lingkungan masyarakat.Namun dewasa ini legenda merupakan cerita rakyat sudah mulai hilang dengan kemajuan perkembangan zaman yang lebih banyak mengadopsi budaya yang berasal dari luar.
Suku Sasak merupakan suku terbesar di Nusa Tenggara Barat yang menyimpan ragam budaya daerah yang unik dan sangat beragam serta sangat berharga sebagai khazanah kebudayaan nasional. Legenda khususnya, juga sudah mulai berkembang dalam suku ini sejak puluhan abad yang lalu, namun halnya penomena yang sudah disebutkan di atas, bahwa keberadaan legenda di tengah masyarakat Sasak mulai berangsur-angsur mulai ditinggalkan karena maju dan pesatnya kemajuan zaman yang serba modern, membuat posisi legenda umumnya mengalami pergeseran tempat yang mengakibatkan efek yang sangat negatif di dalam tataran sosial  masyarakat dan pada keberadaan legenda itu sendiri. Akibat dari pengaruh modernisasi lambat laun akan membuat legenda dan sastra daerah secara umum akan pudar, disamping itu pula, nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam sastra daerah tidak akan memberi pengaruh terhadap etika dan kehidupan sosial masyarakat.
Legenda merupakan tradisi lisan masyarakat, suku Sasak perlu dilestarikan dan digali maknanya karena mengandung nilai sejarah dan nilai pendidikan yang sangat berharga bagi generasi sekarang dan masa yang akan datang. Melalui legenda rakyat tercermin adanya tatakrama, norma-norma yang dianut oleh masyarakat pada zamannya. Dengan mengapreasi karya sastra tersebut tentu akan membuat kehidupan kehidupan masyarakat yang harmoni dan seimbang. Itu berarti mengapresiasi sastra daerah bearti menghargai secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang lebih tehadap karya sastra.
Keberadaan legenda yang khususnya ditengah masyarakat yang mulai ditinggal sebagai kebudayaan yang perlu dilestarikan menjadi salah satu alasan disamping alasan-alasan yang lain yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji keberadaan legenda yang masih beredar ditengah masyarakat Sekotong. Sebagi penegasan, masyarakat Sekotong merupakan masyarakat campuran yang berasal dari berbagai suku dan ras yang ada diseluruh nusantara. Akan tetapi 90%  masyarakatnya adalah Suku Sasak sehingga legenda yang beredar di Sekotong adalah legenda Suku Sasak.
Legenda merupaka bagian dari kehidupan masyarkat yang berbudaya.Hal tersebut dikarenakan oleh kehidupan sosial masyarakat itu sendiri yang bersifat intraksi, baik intraksi dengan sesama maupun dengan lingkungannya.keberadaan legenda di tengah masyarkat merupakan warisan yang bersifat turun temurun. Hal ini menandakan bahwa kebudayaan masyarakat adalah kepercayaan terhadap gejala-gejala kehidupan, diantaranya adalah legenda yang yang ada pada zaman dahulu dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi.
Legenda biasanya bersifat migratoris, yang artinya dapat berpindah-pindah sehingga di kenal luas di daerah-daerah yang berbeda. Namun legenda yang di angkat oleh peneliti adalah bersifat kualitatif, yang akan mewawancarai langsung pelaku pada waktu dulu.
Keberadaan datu kedaro adalah bukti sejarah bagaimana termashurnya datu kedaro pada waktu itu, tidak heran di daerah sekitar datu kedaro di kenal dengan makam Kablet, kablet sendiri diartikan oleh masyarakat setempat adalah mau tidak mau harus di makamkan disana tanpa ada yang urus keluarga siapa dan dariman alamatnya. 
Berdasarkan isinya, cerita rakyat dapat digolongkan kedalam beberapa bagian yaitu: mite, sage, fabel, farabel, legenda, dongeng peri, dongeng jenaka. (Danandjaya, 1984: 34) Menurut Jan Harold Brunvand (dalam Dananjdaya : 93) legenda dapat digolongkan menjadi empat bagian sebagai berikut.
(1)   Legenda Keagamaan (Religin Legends)
Legenda ini adalah legenda yang terikat dengan hal-hal kepercayaan keagamaan, yang termasuk dalam golongan ini adalah legenda orang-orang suci (sains) Nasrani.Legenda  demikian itu jika telah diakui dan disahkan oleh Gereja Katolik Roma akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut  hagiography (legends of saints) yang berarti tulisan, karangan, atau buku tentang kehidupan orang-orang saleh
(2)   Legenda Alam Gaib (Supernaatural Legends)
Legenda semacam ini biasanya bentuk kisah yang benar-benar terjadi dan pernah dialami oleh seseoraeng.Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran “tahayul” atau kepercayaan rakyat (Danandjaya, 1984: 71). Menurut Brunvad (dalam Danandjaya, 1984: 71) legenda alam gaib biasanya merupakan pengalaman pribadi seseorang, maka ahli folklor Swedia  terkenal yaitu C.W. Von Sydowdiberi nama khusus, yaitu memorat yang berasal dari bahasa Latin Memoratium yang berarti mengingat. Legenda ini misalnya di daerah Jawa Timur ketika kaum pria yang suka pergi keluar malam dan menemukan perempuan cantik yang ternyata punggungnya bolong, kemudian diceritakannya pengalaman itu kepada orang lain, maka akan terkenal cerita itu bahwa perempuan tersebut adalah Sundel Bolong.
(3)   Legenda Perseorangan (Personal Legends)
Legenda ini menurut Danandjaya adalah cerita yang mengenai tokoh-tokoh tertentu, yang dianggap yang mempunyai cerita benar-benar terjadi (1984: 73).Contoh Legenda ini adalah legenda Jayaprana di Bali, yang dikenal oleh seluruh rakyat Bali dalam bentuk Balada atau syair yang diukir di atas lontar kering.Legenda ini sudah banyak dijadikan lakon dalam teater masyarakat Bali yang disebut Arja. Banyak desa di Bali memiliki lontar belanda tersebut  (fanken dalam Danandjaya, 1984:74-75)

(4)   Legenda Setempat (Local Legends)
Yang termasuk dalam kategori legenda ini adalah cerita yang berhubungan dengan kejadian suatu tempat, nama tempat, dan bentuk tipografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang, dan sebagainya. Masih banyak lagi legenda yang semacam ini di Indonesia, salah satu contohnya adalah Asal Mula Banyuwangi.
Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan legenda dalam penelitian ini adalah legenda perseorangan (Personal Legends), dan legenda stempat, (local legends) mengingat legenda yang akan diteliti ini adalah legenda tersebar dalam satu lokasi dan kalangan, yaitu kalangan masyarakat Sasak di Kecamatan Sekotong.
2.4  Legenda dalam kehidupan masyarakat Sekotong
Legenda sebagai peninggalan sejarah merupakan hal yang sangat penting untuk dilestarikan.Adanya legenda di kalangan masyarakat adalah sebagai hasil adanya kebudayaan yang berkembang ditengah masyarakat itu sendiri.Konteks budaya ditengah masyarakat tidaklah serta merta timbul, melainkan mesti ada berbagai aspek penumbuhnya, seperti hubungan sosial masyarakat, kepercayaan, dan agama (Tarigan, 1981: 23).Hal ini sejalan dengan fenomena perkembangan budaya serta rakyat ditengah masyarakat.
Adanya kepercayaan masyarakat akan hal-hal didunia ini baik itu asal  muasal tempat dan ragam cerita lainnya merupakan salah satu manifestasi dari kebudayaan itu sendiri. Misalnya saja legenda malin kundang dari sumatra barat yang telah turun temurun dipercayai masyarakat sumatra sebagai suatu kejadian yang buruk tentang kejadian anak dan ibu yang durhaka, sehingga dari cerita yang diwariskan tersebut dapat dijadikan ajaran sosial bagi para generasi selanjutnya.
Dikalangan masyarakat Sekotong sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai penduduk mayoritas suku sasak.Terdapat cerita makam kedaro yang telah menjadi legenda yang tumbuh dan berkembang di Kecamatan Sekotong.Cerita ini mengisahkan tentang asal muasal desa kedaro yang konon dahulu kala pernah ada kerajaan yang dipimpin oleh Raden Patah, yaitu salah satu Wali Songo yang kesohor dipulau jawa. Pada perkembangan selanjutnya, kerajaan ini memasuki fase kepunahan ketika dipimpin oleh Raden Dermawan, hanya saja secara historis tidak terlalu jelas siapa raden Dermawan ini, apakah termasuk keturunan Raden Patah atau bukan. Pada fase selanjutnya, makam kedaro menjadi legenda masyarakat Kecamatan Sekotong, dimana terdapat peninggalan sejarah, sehingga tempat itu dijadikan nama desa yaitu Desa Kedaro. Peninggalan tersebut berupa batu nisan yang diyakini sebagai penanda sejarah tentang kerajaan kedaro, jadi bukan makam seperti kuburan. Persefsi masyarakat bahwa dari batu nisan itu dapat dilihat jodoh, usia, rizki ataupun lain-lain yang menyangkut tentang kehidupan hingga kini masih diyakini. Selain itu, masih terdapat legenda-legenda yang lainnya yang berkaitan dengan legenda perseorangan maupun legenda lokal di Kecamatan Sekotong.
Hal-hal seperti legenda, mite, ataupun dongeng juga berkembang di kalangan masyarakat meskipun belakangan ini mulai timbul kekhawatiran adanya pelesetan dari golongan muda yang telah bantak mengadopsi kebudayaan luar, sehingga budaya daerah lambat laun ditinggalkan.Namun terlepas dari hal itu, suku sasak yang tinggal di Kecamatan Sekotong juga memiliki legenda yang diyakini sebagai bagian dari peradaban masa lampau dan memang pernah benar-benar terjadi.
2.5  Teori Budaya
Kebudayan merupakan seluruh gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, serta merupakan keseluruhan rangkaian hasil budi dan karya yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri. Segala kebudayaan adalah pencerminan nilai-nilai yang dapat kita kelompokkan dalam nilai-nilai teoritis atau nilai-nilai agama, nilai seni, nilai kuasa, dan nilai solidaritas (koendjarningrat, dalam Suroto: 1989).
Menurut Barker, inti kajian budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi (Barker, 2000: 10). Teori budaya marxis yang menggali kebudayaan sebagai wilayah ideologi yang lebih banyak dijelaskan pada aliran wacana (discourse) dan praktik budaya seperti layaknya media berupa teks-teks (sosial, ekonomi, politik).Chris Barker (2011) mengakui bahwa kajian budaya tidak memiliki titik acuan yang tunggal. Artinya kajian budaya mengkomposisikan berbagai kajian teoritis disiplin ilmu lain yang dikembangkan secara lebih longgar sehingga mencakup potongan-potongan model dari teori yang sudah ada dari para pemikir strukturalis atau pascastrukturalis. Sedangkan teori sosial kritis sebenarnya sudah mendahului tradisi disiplin “kajian budaya” melalui kritik ideologinya yang dikembangkan Madzhab Frankfurt.Sebuah kritik yang dimaknai dari pandangan Kantian, Hegelian, Marxian, dan Freudian.Sehubungan dengan karakter akademis, pandangan lain dari Ben Agger (2009) membedakan kajian budaya sebagai gerakan teoritis, dan kajian budaya sebagai mode analisis dan kritik budaya ateoritis yang tidak berasal dari poyek teori sosial kritis, yaitu kritik ideologi (Agger, 2009).
Studi kultural (Piliang, 2003:251) kajian budaya menurut pemahaman lain juga berfungsi untuk menjembatani pemahaman yang lebih bermakna antara fiksi dan fakta, antara rekaan dan kenyataan. Karya sastra, karya seni pada umumnya dan dengan demikian keseluruhan gejala kehidupan, sebagai tanda, memiliki referensi kultural, dan dengan sendirinya dapat dianalisis melalui teori dan metode studi kultural.Subjek bukan sumber pengetahuan, melainkan wacanalah yang justru memposisikannya secara diskursif sehingga tidak ada wacana yang bersifat universal.Wacana, baik lisan maupun tulisan adalah praktik sosial yang sekaligus membentuk subjek dan objek.
2.6  Teori Semiotik
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913).Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified).Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur.Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi.Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu.Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas” (Sobur, 2006: 34).
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
  

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Rancangan Penelitian
           Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam rancangan perencanaan dimulai dengan mengadakan observasi dan evaluasi terhadap penelitian yang sudah dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesis penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut. Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan teknik sampling, instrumen, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian. Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka tujuan rancangan penelitian adalah untuk memberikan suatu rencana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
3.2  Lokasi Penelitian
           Penelitian ini di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong, yaitu salah satu Kecamatan di lombok barat yang terletak di daerah selatan. Kecamatan ini terdiri dari 9 desa yang terdapat 65 dusun jumlah penduduknya 39.000 jiwa (Tiga Puluh sembilan Ribu Jiwa) data Kecamatan Sekotong 2014.
           Penduduk aslinya masyarakat Sekotong berasal dari suku Sasak yang mencakup kurang lebih 20.000 jiwa dan sisanya adalah pendatang dari daerah luar, Bima, Dompu, Sumbawa, Jawa, Sulawesi dan lain-lain.         

3.3  Data dan sumber data
Data dalam penelitian ini adalah nilai-nilai kultural dalam  legenda rakyat sasak yang berkembang dalam masyarakat Sasak di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong.
Sumber data menurut Arikunto(1992: 102)adalah subjek dari mana data diperoleh dalam penelitian ini, sumber data yang dimaksud adalah para informan ataupun masyarakat Sekotong, yaitu orang-orang tua yang masih menyimpan cerita atau pelaku utama di  Desa Kedaro.
Adapun syarat-syarat informan menurut Margonoyaitu: waras, masih tajam ingatannya atau tidak pikun, jujur, dan mengetahui sumber informasi (1996:25).
Kriteria informan menurut  Mahsun (2013:380) yaitu,(1) berjenis kelamin pria/wanita,  (2) Berusia antara 25-56 tahun (tidak pikun), (3), orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di Desa itu serta jarang atau tidak pernah meningalkan desa itu, (4) berpendidikan maksimal tamat Sekolah Dasar(SD-SLTP), (5) bersetatus sosial menengah( tidak rendah atau tinggi) dengan harapan tidak terlalau tinngi mobilitasnya, (6) pekerjaanya bertani atau buruh, (7) memeiliki kebanggaan terhadap masyarakat, (8) dapat berbahasa Indonesia, (9) sehat jasmani dan rohani, maksudnya tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk dapat menagkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat, sedangkan sehat rohani maksudnya tidak gila dan pikun.
Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan 4 orang informan yang sesuai dengan syarat-syarat di atas.
Adapun daftar nama-nama informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.      Nama               : Amaq Sautin
TTL                 : Belongas, 1902
Pekerjaan         : Petani
Agama             :Islam
Alamat               :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan Sekotong  Kabupaten Lombok Barat- NTB
2.      Nama               :  Amaq Misdah
TTL                 :  Telaga Lebur, 1905
Pekerjaan         :  Petani
Agama             :  Islam
Alamat             :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan Sekotong   Kabupaten Lombok Barat- NTB
3.      Nama               :  Inaq Marisah
TTL                 :  Lemer, 1917
Pekerjaan         :  Petani
Agama             :  Islam
Alamat             :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan Sekotong   Kabupaten Lombok Barat- NTB
4.      Nama               :  Inaq Siti
TTL                 :  Kateng, 1910
Pekerjaan         :  Petani
Agama             :  Islam
Alamat             :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan Sekotong   Kabupaten Lombok Barat- NTB




3.4  Metode Pengumpulan Data
3.4.1   Metode wawancara
Penggunaan metode ini adalah untuk mengumpulkan data melalui masyarakat Sekotong yang mengetahui keberadaan legenda-legenda beredar didalamnya. Menurut Nazir (1986:234), yang dimaksud dengan wawancara adalah peroses pengambilan keterangan untuk penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau respon dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guid (panduan wawancara). Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. (Sanafiah, 2004: 14). Adapun yang akan diwawancarai adalah berkaitan dengan nilai-nilai kultural yang ada dalam legenda rakyat sasak yang ada di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong dan yang akan diwawancarai pada saat pengambilan data yaiti, masyarakat yang mengetahui keberadaan legenda tersebut. Dilihat dari segi pelaksanaanya, interview dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1)      Interview bebas
2)      Interview terpimpin
3)      Interview bebas terpimpin (Arikunto, 2002: 145).
Dari ketiga macam interview tersebut, yang penulis gunakan adalah interview bebas terpimpin, yaitu yaitu bentuk interview yang merupakan gabungan dan jenis interview bebas dan taerpimpin. Interview bebas terpimpin adalah tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan responden, dimana peneliti membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang ditanyakan.
Dalam penelitian ini, penggunaan metode ini dilakukan untuk mendapatkan cerita tentang legenda-legenda yang hendak dikumpulkan dari para informan yang mengetahui adanya keberadaan legenda-legenda tersebut.
3.4.2   Metodedokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkripsi notulen surat kabar majalah prestasi, lengger dan sebagainya(Arikunto, 2002: 54) Sedangkan menurut Nawawi metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan suatu data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk buku-buku tentang pendapat,teori dalil/hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (2005: 133).
Berdasarkan pendapat di atas, maka metode dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang hal-hal yang terkait dengan keberadaan legenda yang beredar di tengah masyarakat Sasak di Kecamatan Sekotong dengan jalan mengumpulkan data-data yang berupa peningalan tertulis seperti lontar, babad ataupun yang lainya yang terkait dengan legenda yang beredar di sana.

3.4.3   Metode rekam
Yaitu metode penelitian yang menggunakan alat perekam untuk merekam dan menyimpan data dimana peneliti menggunakan alat perekam selama proses wawancara dengan informan yang sedang berlangsung. Metode ini lebih cepat mendapatkan data dan memudahkan peneliti dalam proses data selanjutnya, seperti memilih dan memilah data. Adapun data yang akan direkam oleh pewancara kepada informan adalah legenda cerita rakyat sasak Datu Kedaro.
3.4.4   Metode transkripsi
Metode Transkripsi adalah metode penyalinan teks dari bentuk tuturan atau lisan dalam bentuk tulisan atau bisa pula dikatakan sebagai penulisan kata atau kalimat, atau teks dengan menggunakan lambang bunyi. Metode ini digunakan dalam mengalih bahasakan legenda-legenda dari nara sumber yaitu berwujud bahasa lisan, yaitu legenda-legenda yang terdapat di Kecamatan Sekotong. Adapun data yang akan ditranskif oleh peneliti yaitu teks yang berbentuk bahasa latin,  karena kebanyakan cerita rakyat atau legenda masih menggunakan bahasa daerah masing-masing oleh karena itu, untuk memudahkan peneliti memahami apa yang menjadi objek tujuanya.
3.4.5   Metode terjemahan
Metode ini adalah mengalih bahasakan data dari satu wujud bahasa ke dalam wujud bahasa lain, yaitu dalam penelitian ini adalah pengalihan bahasa yang terdapat dalam lontar ke dalam bahasa Indonesia, yang kaitannya dengan legenda-legenda yang terdapat di Kecamatan Sekotong. Adapun legenda-legenda yang akan diterjemahkan adalah Legenda Cerita Rakyat Sasak Datu Kedaro.
3.5  Analisis Data                                                                           
Metode analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode diskripsi kualitatif.Hamimi(1994:73) mengemukakan, bahwa metode diskripsi kualitatif adalah sebagai prosedur pamecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.Fakta-fakta sebagai variabel lebih berdasarkan sebagai nilai dan bukan angka-angka.Metode penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada penemuan fakta (fack ending) sebagimana keadaan yang sesungguhnya.
Mahsun (2005:34) mengatakan bahwa penelitian kualitatif prosesnya berlangsung secara siklus, mulai dari penemuan masalah, kemudian perumusan hipotesis, penyusunan alat pengukuran (instrumen penyediaan data), melaksanakan penyediaan data itu sendiri, analisis data, sampai analisis penyajian data dalam bentuk laporan penelitian. Mahsun juga menjelaskan bahwa analisis deskriptif kualitatif adalah  berpokus pada perunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskan kata-kata daripada angka-angka.
Metode analisis data pada penelitian ini ada tiga yaitu, identifikasi, klasifikasi dan interpretasi.

1)      Identifikasi
Identifikasi adalah bukti tanda pengenalan diri atau pengenalan terhadap hasil penelitian.Hasil identifikasi data dalam penelitian ini adalah berupa pengumpulan Nilai-nilai Kultural Dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat dari semua informan yang terkait dengan cerita tersebut.
2)      Klasifikasi
Klasifikasi merupakan upaya mengelompokan kembali data yang akan dianalisis. Dalam hal ini, klasifikasi menyesuaikan dengan rumusan masalah yang diangkat oleh penulis dan mengelompokkan dan menentukan bentuk-bentuk legenda yang terdapat di Kecamatan Sekotong kemudian memberikan interpretasi sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya.
3)      Interpretasi
Sebelum memberikan pesan, pendapat atau penafsiran terhadap isi cerita “Nilai-nilai Kultural Dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.penulis memaparkan/ menggambarkan secara jelas dan terinci bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana antar unsur itu secara bersama-sama membentuk sebuah totalitas kebermaknaan yang padu.
4)      Penyajian Kesimpulan
      Pada bagian ini data akan disajikan berdasarkan hasil penelitian. Kemudian data tersebut akan disimpulkan lebih signifikan sehingga mendapatkan gambaran tentang nilai-nilai kultural dalam legenda rakyat sasak datu kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Profil  Desa
4.1.1   Letak geografis
Desa Kedaro merupakan dataran tinggi, hal ini dikarenakan ribuan hektar daerah ini merupakan daerah pegunungan dan perbukitan.  Desa yang berada di daerah kecamatan sekotong dan berada dalam kawasan Pemerintahan Kabupaten Lombok Barat ini memiliki batas wilayah yang antara lain adalah:
Sebelah Utara                     : Desa Sekotong Barat
Sebelah Selatan                  : Desa Buwun Mas
Sebelah Barat                     : Desa Pelangan
Sebelah Timur                    : Desa Sekotong Tengah
Luas Daerah Desa Kedaro adalah 13.300 ha/m2 dengan total penduduk  yangmendiami kawasan ini 10.247 orang degan 2.088  Kepala Keluarga. 
4.1.2        Potensi wilayah
Wilayah Desa Sekotong Tengah merupakan daerah dataran rendah yang di kelilingi oleh bukit-bukit kecil dengan hutan yang lumayan luas dan wilayah yang langsung berbatasan dengan pantai hingga potensi wilayah yang banyak di kawasan ini antara lain pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan dan kawasan pariwisata pantai. Potensi wilayah ini lebih lanjut akan dibahas di bawah ini :
4.1.3        Potensi pertanian,  perkebunan dan perikanan 
Sebagai daerah  agraris ,potensi hasil pertanian  Desa Sekotong tengah cukup menjanjikan dan menjadi  mata pencaharian utama  dari masyarakat setempat  Sebagaimana kawasan pertanian lainnya di daerah Lombok yakni komuditas utama adalah tanaman padi yang dapat di tanam 2 kali dalam 1 tahunnya, sedangkan 1 musim selanjutnya akan ditanami dengan tanaman palawija.
 Luas komuditas padi yang terdapat di Desa Sekotong tengah  menurut data dari pemerintah Desa Sekotong Barat adalah 980 ha. Sedangkan tanaman palawija seperti kedelai 1900 Ha dan jagung  833 Ha. Sedangkan  untuk tanaman perkebunan, tanaman umbi-umbian mendominasi di daerah sekotong tengah ini dengan luas 823 ha. Dan tanah kas desa sebanyak 0,25 ha.
 Dalam sektor pertanian, masyarakat yang mendominasi mata pencaharian ini adalah masyarakat kawasan  pertanian dan peternakan  dan dari hasil sector  perikanan yang dihasilkanpun hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasilnya tersebut. Komuditas ikan yang diperolehpun biasanya merupakan ikan kawasan pantai dangkal.
Dengan kawasan pantai yang masih sangat terjaga dan kondisi laut yang belum tercemar membuat populasi ikan masih sangat banyak.Dengan karang laut yang masih sangat terjaga membuat ikan karang yang banyak didiami oleh ikan-ikan hias membuat potensi perikanan dikawasan ini masih memiliki nilai jual yang tinggi yang sangat menunjang untuk menambah penghasilan.
Akan tetapi dengan besarnya potensi yang telah dijelaskan oleh peneliti diatas sekarang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat sekitar karena pengaruh tambang emas yang sangat menggiurkan hingga banyak masyarakat yang telah meninggalkan mata pencarian tersebut.
4.1.4         Potensi pertambangan
Sektor pertambangan ini dahulunya bisa dikatakan sektor yang tidak ada di Desa Sekotong Tengah.Sektor pertambangan mulai di geluti oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat yang datang dari daerah lainya beberapa tahun terakhir setelah terdapat bukti tanah sekotong memiliki potensi tambang (khususnya emas) yang melimpah.
Perubahan kondisi dalam mata pencarian ini sangatlah signifikan, artinya penduduk setempat berbondong-bondong untuk menambang emas karena masyarakat telah mengetahui emas memiliki nilai jual yang tingi.Tambang emas ini semakin popular ketika masyarakat yang miskin berubah sesaat menjadi kaya raya karna hasil tambang emas yang didapatkan sangatlah melimpah.
Hasil yang melimpah yang dihasilkan dari penambangan emas ini tidaklah berdampak signifikanpada kemajuan pemerintahan Desa Sekotong Tengah sendiri, akan tetapi kemajuan tingkat perekonomian masyarakat mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Hal ini sangatlah mendukung kemajuan dari desa sendiri walaupun pendapatan Asli Desa (PADesa) tidak diperoleh dari hal tersebut.Hal ini dikarenakan tambang emas yang terdapat tersebut merupakan tambang rakyat yang sepenuhnya dikelolah oleh rakyat bukan pemerintah.
4.1.5   Potensi pariwisata
Potensi pariwisata di daerah sekotong tengah ini sangat menjanjikan. Di dukung oleh panorama pantai dengan hamparan pasir putih yang indah dan juga terdapatnya gili nanggu yang tidak kalah indahnya  dengan 3 gili yang terdapat di Kabupaten Lombok Utara.
Panorama gili Nanggu yang keseluruhannya memiliki hamparan pasir putih ini mulai banyak di datangi oleh turis khususnya turis lokal yang memang tahu betul keindahan dari gili tersebut. Dengan panorama yang seperti ini seharusnya dapat mendatangkan PAD Desa yang dapat mendukung kemajuan dari pemerintahan Desa Sekotong Tengah, akan tetapi hal ini harus terus  didukung oleh  promosi ke dunia internasional agar turis mancanegara dapat berbondong-bondong datang ke daerah Sekotong Tengah ini.
Saat sekarang ini pariwisata sekotong tengah  bias dikatakan dikunjungi oleh sebagain besar dari turis lokal yang memang mengetahui keindahan panorama kawasan ini. Pariwisata di Lombok barat pada khususnya lebih tertuju pada pantai utaranya yakni kawasan senggigi, akan tetapi kurang memperhatikan kawasan selatan Lombok.
Kemajuan pariwisata disekotong tengah yang tersendat-sendat saat ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:
1)      Kawasan pantai dan panorama sekotong yang belum dikenal oleh turis internasional  secara lebih mendalam  karena kurangnya  promosi kedunia internasional.
2)      Keamanan kawasan sekotong yang masih belum stabil.
3)      Adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur antara kawasan wisata senggigi dan sekotong.
4.2  Cerita Rakyat Datu Kedaro Bahasa Sasak
  Leq jaman laeq, kenyekene saq wilayah Kedaro dait leq sekitarne maseh berue gawah sak itu-ate. Dateng sekelompok dengan saq lengan jawe sak tepimpin isiq Sayyid Abdul Razid saq terkenal endah aran Pemban Prabu. Pemban Perabu masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit saq kenyengkene sino leq ambang kehancuran dait Sayyid Abdul Razid atawe Pemban Perabu araqan boyan dunie baru sampai leq daerah Kedaro saq masih berue gawah saq itu ati atawe peteng dedet. Ia jari ampiq ne jari kerajaan saq sampai nani masih tesaduq siq masyarakat Sekotong saq uah araq dait bedoe penandoq leq ito.
      Pemban Perabu ni Datu Saq bijaksane dait  tabah. Kenyengkene saq Datu merentah leq kerajaan Kedaro uwah araq peperangan kance kerajaan Tawun saq tesebapan isiq salaq paham.Langan perang sine ie ampun sopoq taoq saq teparan aran Telage Lebur (silaq de seriuq ceriten Telage Lebur).
 Kenyenkene saq Pemban Perabu mimpin, rakyatne iye idup damaidait aman kance uahne pade berhubungan saq solah kance kerajaan Bayan dait Majapahit sengaqne saq Pemban Perabu endah masih keturunan menaq kerajaan Majapahitsaq jangken sino mulai ancur. Hubungane kance kerajaan Bayan tetandok isiq araqne kaling-aling siq tejauk isiq kerajaan Bayan atau Datu Bayan kenyenken saq lalo betemue joq kerajaan  Kedaro jauqne bong (taoqne dengan wudhu), tunjang khotib kance buku khotbah, tasbih, dait kitab qurqan 30 (telung dase) juz. Jangke nane masehne tesimpen leq masjid Telage Lebur Kebon dait masjid Telage Lebur Dese.Ceritene kenyengken saq datu Bayan betemoe jok to, ye kemadeqan kaluq-aluq nu leq Telage Lebur leq seqel pondok leq to sengaqne saq kelelahan Datu araan kelampan jaoq ampuin sampai mate. Datu Kedaro ndeqne wah londah bait jejauqan sino. Ie ampoqne barang-barang jejauanqne sino masih araq leq Desa Telage Lebur, ndeqne araq leq Desa Kedaro.
 Ceritene, sopoq jelo, Pemban Perabu meletne bedoe Sebiniqan. Laguq Datu berangen eleq empaq lumba-lumba saq biase tao wujutan atawe pengitaq diriqne jari manusia. Lengan hasil pejengkepane sine Datu bedoe anak atawe bije mame saq peparanan araq Raden Mas Jaye Kusume, saq selanjutne lemaq jaqne jari pemimpin kerajaan Kedaro. Laguq kenyengken saq Raden Mas Jaye Kusume araq ie ndeqne araq leq to. Sengaq kenyengken saq tepetianan siq inaq inaqne, inaqne teteh juq tengaq segare wahne saq terimaq perentah langan Allah saq maha kuase adiqne teteh sebiniqane saq jelmaqan empaq dait segare lauq ceritene sebiniqane sine saq jari penguase segare lauq nie Nyi Roro Kidul, akhirne raden Mas Jaye Kusume wahne saq beleq jari dengan atawe manusia saq gagah ganteng mun warisan kegagahan mamiqne leq sopoq jelo, raden Mas Jaye Kusume ketuanan mbe taoq mamiqne muq ie ampun teceritaq isiq inaqne sai sebener inaqne kance mamiqne, wahne saq maraq menu.
 Raden Mas Jaye Kusume melen doang bedait kance mamiqne saq kenyengken sino masih jari Datu leq Kedaro, wahne saq teijinan isiq inaqne mun tebeng ali-ali atawe cincin dait sepeleng keris peleng saq laiq tebeng inaq isiq mamiqne ye ampoqne lalo lampaq juk lauq. Wahne saq lampaq pere bulan saq keh ngoneqnedateng Jaye Kusume leq pelawangan kerajaan Kedaro muqne tadong isiq penjage dait ndeqne tebeng tame,  waktun sino kerajaan Kedaro araq due dengan patih saq kesohor gati, yaqni patih demung kance pateh demang. Due pateh sine jauq Jaye Kusume juq Pemban Perabu saq ngakuq anaq raje.Raden Mas Jaye Kusume juk Pemban Perabu saq ngakuq anaq raje.Raden Mas Jaye Kusume tetepne mele tepedait kance mamiqne.Laguq saq maraq menu ie bengne due patih sini gedek atawe sili dait ie ampukne serbu Jaye Kusume saq mele ie ngelawan. Kebengaqan patih sine keduaqne berubah angene ie ampuqne patih-patih sine jauq Jaye Kusume juk Datu, ceritene, te saq muqmene meleq lalo bedait isiq Datu sengaqne ie uahne mauq angen yaqne araq dateng bijene.
Kenyengken saq raden Mas Jaye Kusume tetoqane juk Datu ali-ali kance pelengan keris eleq mamiqne begeritiq aik penenteng Datu. Datu langsung kapong bijene saq terpaksesaq teteh sino. Ceriten, sewahan sino Datu kumpulan rakyatne eleq lapangan kerajaan, ie sampaian pesan ntan saq gentiq terusan kerajaan yaqni bijene saq aran raden Mas Jaye Kusume. Datu mesaqne yaqne tape dait tenangan diriqne leq sopoq taoq saq araq leq bat kerajaan saq araq leq mase idupne Datu ndekne araq ceritene maliq. Laguq araq saq betutu ntan. Pemban Perabu atawe Sayyid Abdul Razak ninggal leq Sekarbeleq leq mase proses penyebaran agame islam arane saq kesohor leq ito adalah gaos Abdul Razak.
 Gaos Abdul Razak isiq muridne mesaq senahne tesuruq isiq sopoq kerajaan saq araq leq sengkongo saq tepimpin isiq anak Agung Wire Wangse saq bedengah ceriten ntan wali sino dait nganggap kedengan wali sino yaqni jauq kehancuran juk kerajaane kance berencane adin saq matiq wali sino. Ceriten, ni ye awalneceriten awal mulen araq makam lowang baloq leq tanjung karang. Kerajaan Kedaro taoqe masene kepemimpinan raden Mas Jaye Kusume masihne endah tenteram aman raden Mas Jaye Kusume doeqang bila saq lemaq yaqne terusan kerajaan mamiqne, yaitu bepesaingan Abdul Razak. Lagukq ndeqne sejarah keturunan sebinikan sai dait mbe utame bekawin Abdul Razak, laguk leq kalangan dengan sasak Sekotong teyakin ntan salaq sopoq tuan Guru saq kesohor leq lombok saq nyebaran agame islam leq lombok timur yaqni tuan Guru Mutawalli ie jelmaan bijen siq raden Mas Jaye Kusume.
Sementare raden Mas Jaye Kusume leq akhir jari Datu telang eleq wilayah Lombok tengaq leq dalem gunung maje Sekang.Sementare Abdul Razak ndekne teketaon secare pasti embe entahne merentah. Laguk araq pendaren ntan Abdul Razak tepaleq isiq kerajaan Majapahit saq merase ndeqne suke seneng ntane saq keberhasilan  Datu Wakh sino. Ceriten Abdul Razak pelai juk daye kenyengken saq sampe leq timuq sekotong. Datu sereminang idul atawe penoq ie ampune teparan aran Empol, saq artine pade atawe limpah. Terus ne pelai maliq juk timuq maliq leq bawaq gunung dait kance anak buahne saq masih sisen jaring isiq tali lawan dalam bahasa sasakne “amban”, ie ampukne taoq sine nani teparan aran seramban saq artine tejaring. Abdul Razak taoqne lolosan diriqne taeq joq ganjar terus timuk, ie ampun sampai leq Lombok Timur. Leq to araq angepan ntan Abdul Razak jari tuan Guru Mutawalli leq kalangan masyarakat sasak. 

Terjemahan dalam bahasa Indonesia.
                          Pada zaman dahulu kala. ketikaKedaro dan sekitarnya masih berupa hutan belantara. Datanglah rombongan orang dari Jawa yang dipimpin oleh Sayyid Abdul Razid yang dikenal juga dengan sebutan Pemban Prabu. Beliau masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit yang saat itu di ambang kehancuran dan memilih untuk mencari dunia baru hingga akhirnya beliau sampai di daerah Kedaro yang masih berbentuk hutan lebat. Inilah cikal bakal timbulnya kerajaan Kedaro yang hingga kini masih dipercayai masyarakat Sekotong pernah ada dan memiliki peradaban di sana.
                          Pemban prabu adalah seorang raja yang bijaksana dan pemberani. Ketika beliau memerintah kerajaan kedaro, pernah terjadi peperangan dengan kerajaan Tawun akibat kesalah-pahaman. Dari peperangan ini pula lahir sebuah tempat, yaitu Telaga Lebur (lihat legenda telaga lebur ) secara geografis, Telaga Lebur dengan Kedaro memang berdampingan.
                          Pada masa kepemimpinan pemban prabu, masyarakat hidup dalam naungan kedamaian dan ketentraman serta sudah pula menjalin hubungan yang baik dengan kerajaan Bayan dan Majapahit karena beliau sendiri konon mesih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit yang pada masa itu mulai mengalami keruntuhan. Hubungan dengan kerajaan Bayan ini ditandai dengan adanya oleh-oleh yang dibawa Datu Bayan ketika hendak berkunjung keKedaro berupa ngentong (wadah air wudhu), tongkat  khotib beserta buku khotbah, tasbih dan kitab suci al-quran 30 juz yang hingga kini masih disimpan diMasjid Telaga Lebur Desa. Konon ketika datu Bayan berkunjung disana, sengaja ia titipkan oleh-oleh itu di daerah Telaga Leburpada sebuah pemondokan di sana karena capeknya sang raja mengadakan perjalanan jauh dan sampai akhir hayatnya raja Kedaro tidak pernah sempat mengambil oleh-oleh tersebut, sehingga membuat barang-barang tersebut terdapat di Desa Telaga Lebur, bukan di Desa Kedaro.
                          Konon, pada suatu hari, pemban prabu menginginkan seorang pendamping hidup. Namun beliau justru jatuh cinta pada seekor ikan lumba-lumba yang bisa menjelma menjadi manusia. Dan dari hasil perkawinannya dengan ikan lumba-lumba ini beliau melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Raden Mas Jaya Kusuma yang selanjutnya nanti akan memimpin kerajaan Kedaro . namun, ketika Raden Mas Jaya kesuma lahir, ia tidaklah lahir di istana, sebab ketika ibunya mengandung terlebih dahulu pemban prabu membuang istrinya ke tengah laut setelah beliau menerima wangsit dari yang maha kuasa agar membuang istrinya yang jelmaan seekor ikan dan anaknya yang masih di dalam kandungannya kelautan selatan. Konon, istrinya inilah yang menjelma menjadi penguasa laut Selatan, yaitu Nyiroro Kidul. Akhirnya, Raden Mas Jaya Kusuma tumbuh menjadi seorang pemuda gagah perkasa mewarisi kegagahan ayahnya. Pada suatu hari, Raden Mas Jaya kusuma menanyakan keberadaan ayahnya dan akhirnya diceritakan semuannya oleh ibunya tentangjati diri mereka. Setelah itu, Raden Mas Jaya bersikeras mencari ayahnya yang saat itu masih memimpin kerajaan Kedaro. Setelah ibunya mengizinkannya, dengan bekal sebuah cincin dan sebilah kris patah yang dulu diberikan ayahnya, ia pun berangkat menuju arah utara. Setelah beberapa bulan lamanya. Akhirnya sampailah ia di gerbang kerajaan Kedaro.Iadicegat penjaga dan melarangnya untuk masuk, saat itu, di kerajaan Kedaro terdapat dua orang patih yang terkenal keberaniannya, yaitu patih Demung dan patih Demang. Dua orang patih ini menemui tamu yang mengaku sebagai anak raja tersebut. RedenMas Jaya kusuma sendiri tetap bersikukuh hendak menemui ayahnya, namun hal itu justru membuat dua orang patih tersebut marah dan hendak menyerang Raden Mas Jaya kusuma yang justru tidak melakukan perlawanan. Hal ini tentu membuat sang patih heran dan merubah sikap mereka. Akhirnya, sang patih pun membawa Raden Mas Jaya kusuma menghadap ke baginda Raja. Konon, pertemuan itu adalah hal yang sangat dinantikan oleh raja karena ia sudah mendapat firasat akan kedatangan anaknya, ketika Raden Mas Jaya kusuma menunjukkan sebuah cicncin dan sebilah keris patah tersebut kepada ayahnya, beruraian air mata sang raja memeluk anaknya yang terpaksa ia buang tersebut.
                          Konon, setelah itu pula sang raja mengumpulkan rakyat di alun-alun kerajaan. Ia menyampaikan pesan bahwa yang akan meneruskan tahtanya adalah putranya yang bernama Raden Mas Jaya kusuma. Beliau sendiri akan berkhalwat dan menenagkan diri di sebuah tempat yang terletak disebelah barat kerajaan, yang akhirnya riwayat beliau tidak ditemukan lagi. Tapi ada yang mengatakan bahwa, pemban prabu atau Sayyid Abdul Razak ini meninggal di Sekarbela dalam proses penyebrangan agama islam. Nama yang lebih dikenal disana adalah Ghaos Abdul Razak. Beliau dibunuh oleh anak muridnya sendiri setelah disuruh oleh sebuah kerajaan yang berada di Sengkong yang dipimpin anak agung Wira Wangsa yang mendengar berita tentang wali tersebut. Konon, inilah awal mulanya adanya makam Loang Baloq di Tanjung Karang.
                          Kerajaan Kedaro pada masa kepemimpinan Raden Mas Jaya Kusuma juga berlangsung dengan damai dan tentram. Beliau juga memiliki seorang putra yang nantinya akan meneruskan tahta ayahnya, yaitu bernama Abdul Razak. Tetapi , tidak jelas sejarah silsilah istri beliau siapa dan bagaimana proses perkawinan beliau. Namun, di kalangan suku sasak Sekotong diyakini bahwa salah satu tuan guru yang kesohor diLombok yang menyebarkan agama islam di Lomok Timur, yaitu tuan guru Mutawalli adalah jelmaan dari putra Raden Mas Jaya Kusumasedangkan Raden Mas Jaya Kusuma sendiri pada akhir kepemimpinannya sedangkan di daerah Lombok Tengah di daerah GunungMaje Sekang. Akhir kepemerintahan, namun ada versi yang menyatakan bahwabeliau diburu oleh kerajaan Majapahit yang merasatidak senang dengan keberhasilan beliau waktu itu. Konon, beliau lari ke arah utara, ketika sampai timur Sekotong, beliau melihat matahari secara penuh sehingga tempat tersebut dinamakan Empol, yang artinya dengan full atau penuh. Selanjutnya beliau berlari ke arah timur lagi, dan pada sebuah kaki bukit beliau dan para pengikutnya yang masih tersisa dijaring dengan tali atau dalam bahasa sasak di amban, sehingga tempat itu sekarang bernama Seramban, yang artinya dijaring. Beliau masih bisa meloloskan diri dan naik keGanjar dan terus ke timur, sehingga sampai Lombok Timur dari sinilah muncul anggapan bahwa menjelma menjadi Tuan Guru Mutawalli yang sampai kini kesohordi kalangan masyarakat sasak.


4.3  Analisis Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro
                          Legenda merupakan salah satu cerita rakyat yang mempunyai ciri-ciri dan dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci oleh yang punya cerita.
                          Adapun nilai-nilai kultural yang terkandung dalam legenda rakyat Sasak Datu Kedaro sebagai berikut:
4.3.1        Nilai sosial
Dalam menjalani sebuah kehidupan manusia harus mempunyai patokan sehingga dapat memiliki kemampuan untuk memberi arti kepada orang lain. Dan nilai sosial dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Ceriten, sewahan sino Datu kumpulan rakyatne eleq lapangan kerajaan, ie sampaian pesan ntan saq gentiq terusan kerajaan yaqni bijene saq aran raden Mas Jaye Kusume. Datu mesaqne yaqne tape dait tenangan diriqne leq sopoq taoq saq araq leq bat kerajaan saq araq leq mase idupne Datu ndekne araq ceritene maliq.
Adanya kerjasama antara masyarakat dengan seorang raja membuktikan nilai sosial sangatlah penting dalam menjalani kehidupan ini, karena manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Nilai sosial yang sangat menonjol ketika seorang raja mengumpulkan rakyatnya dan beliau berpesan yang akan meneruskan kepemimpinannya adalah putranya yang bernama Raden Mas Jaya Kusuma. Dan akhirnya setelah beberapa tahun kemudian sang raja meninggalkan tahtanya, tujuan kepergian raja pergi ke sebelah barat kerajaan adalah untuk menenangkan diri atau berhalwat, akan tetapi lama kelamaan datanglah kabar kalau sang raja tidak ditemukan disana lagi, raja dikabarkan meninggal dunia di Sekarbela, meninggalnya sang raja karena di bunuh oleh anak muridnya sendiri, anak murid sang raja ini di hasud oleh kerajaan yang lain untuk membunuh rajanya sendiri. Dari kisah cerita di atas dapat kita jadikan contoh untuk para pemimpin masa kini, agar cerita ini dapat dijadikan pelajaran agar jangan sampai ada yang namanya hasut menghasut atau kata lain adudomba sesama pemimpin dengan pemimpin yang lain, itu semua bisa mempengaruhi bawahaya untuk membuat suatu perbuatanya tidak sewajarnya, dan hal semacam ini sering sekali terjadi di masa kini. 
Nilai sosial dapat juga kita lihat dalam kutipan berikut ini.
“Kenyenkene saq Pemban Perabu mimpin, rakyatne iye idup damaidait aman kance uahne pade berhubungan saq solah kance kerajaan Bayan dait Majapahit sengaqne saq Pemban Perabu endah masih keturunan menaq kerajaan Majapahit  saq jangken sino mulai ancur.”
Dalam cuplikan di atas, dapat kita lihat betapa pentingnya nilai sosial di kalangan kerajaan Kedaro karena masyarakat dengan sang raja selalu hidup berdampingan dan hidup makmur pada masa pemerintahan raja Kedaro itu. Hidup bersama merupakan nilai sosial yang sangat tinggi nilainya di kalangan masyarakat dan menjadi contoh yang baik utuk bisa diterapkan pada masa kini dan cerita ini mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi nilainya terlihat dalam cupikan di atas betapa sang raja hidup bersama dengan rakyatnya. Dan bisa menjadi contoh bagi pemerintahan masa kini agar hidup berdampingan bersama rakyatnya.
Nilai sosial juga dapat terlihat melalui kutipan berikut ini.
Ceritene, sopoq jelo, Pemban Perabu meletne bedoe Sebiniqan. Laguq Datu berangen eleq empaq lumba-lumba saq biase tao wujutan atawe pengitaq diriqne jari manusia.Lengan hasil pejengkepane sine Datu bedoe anak atawe bije mame saq peparanan araq Raden Mas Jaye Kusume, saq selanjutne lemaq jaqne jari pemimpin kerajaan Kedaro.
Dalam cupikan di atas, dapat kita lihat bahwa anak sang raja menanyakan keberadaan ayahnya dan ibunya menceritakan tentang asal muasal keberadaan ayanya. Pada cuplikan di atas juga dapat memberikan contoh kepada kita semua  bahwa betapa pentingnya keberadaan orang tua dalam memberikan kasih sayang terhadap anak-anaknya sehingga dapat menjadi contoh pada masa kini melalui cerita ini.
4.3.2        Nilai relegius
Merupakan nilai yang cukup penting dalam menjalani sebuah kehidupan karena dengan begitu, kita sebagai umat manusia harus menyadari bahwa Tuhan itu merupakan pencipta dan maha tahu dalam dunia ini. Maka melalui nilai religus ini manusia berhubungan dengan tuhannya. Nilai religus dapat terlihat pada kutipan berikut ini.
Hubungane kance kerajaan Bayan tetandok isiq araqne kaling-aling siq tejauk isiq kerajaan Bayan atau Datu Bayan kenyenken saq lalo betemue joq kerajaan  Kedaro jauqne bong (taoqne dengan wudhu), tunjang khotib kance buku khotbah, tasbih, dait kitab qurqan 30 (telung dase) juz. Jangke nane masehne tesimpen leq masjid Telage Lebur Kebon dait masjid Telage Lebur Dese.

Agama merupakan wadah yang komplit dalam meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Manusia di hadapan Tuhan adalah sama yang membedakannya adalah tingkat ketakwannya terhadap Tuhan. Kita harus menerima kenyataan apapun yang ada serahkan sepenuhnya kepada Allah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi sebab dialah yang menentukan diri kita semua. Dengan adanya bukti-bukti tersebut bahwa pada zaman kepemimpinan raja Kedaro tersebut banyak sekali nilai-nilai keagamaan yang dibawa oleh sang raja, sampai-sampai al-quran di berikan kepada Masjid Telaga Lebur, dan akhirnya sampai masa kini masih kita bisa amalkan pemberian sang raja tersebut.
Nilai-nilai agama dalam cuplikan cerita tentang kerajaan Kedaro dapat juga dilihat pada cupikan cerita di bawah ini.
Laguq araq saq betutu ntan. Pemban Perabu atawe Sayyid Abdul Razak ninggal leq Sekarbeleq leq mase proses penyebaran agame islam arane saq kesohor leq ito adalah gaos Abdul Razak.
Pada kutipan di atas, terlihat bahwa seorang raja yang menyebar luwaskan Agama Islam betapa gigihnya dalam menjalankan dakwah islamiyah dan akhirnya beliau dibunuh oleh muridnya sendiri disebabkan karena mendapatkan hasutan dari Kerajaan Sengkong. Dalam kutipan ini juga memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa agama merupakan landasan utama menjadi pegangan hidup karena setiap manusia harus memiliki keyakinan terhadap Agama. Dalam kutipan ini juga menjadi pelajaran kepada pemerintah pada masa kini betapa pentingnya diutamakan masalah agama dalam menjalani roda pemerintahan dan cerita ini sekaligus menjadi contoh kepada semua pihak utamanya kepada para pemegang kekuasaan.
   Nilai agama juga terlihat dalam kutipan berikut ini.
Abdul Razak taoqne lolosan diriqne taeq joq ganjar terus timuk, ie ampun sampai leq Lombok Timur. Leq to araq angepan ntan Abdul Razak jari tuan Guru Mutawalli leq kalangan masyarakat sasak.


Dalam cuplikan ini bisa kita lihat bahwa penjelmaan sang raja menjadi seorang tokoh besar yaitu menjadi Tuan Guru yang sangat terkenal dalam menyebarkan dakwah islamiyah yaitu Tuan Guru Mutawali yang konon ceritanya beliau adalah asal muasal lahirnya para tokoh Agama yang sampai saat ini menyebarkan Agama Islam. Nilai agama yang dapat kita petik pada masa kini adalah betapa pentingnya menyebarkan Agama Islam dan pada masa kini banyak para tokoh yang bisa seperti Tuan Guru Mutawali itu artinya ajaran beliau sampai saat ini terus dilanjutkan dan mengalami perubahan secara cepat di kalangan masyarakat Lombok pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
4.3.3Nilai Moral
   Nilai moral merupakan sistem nilai utama antara nilai-nilai yang ada dalam diri manusia dengan nilai-nilai yang ditemukan dalam sebuah era atau bangsa. Nilai moral ini adalah nilai yang menjadikan manusia berharga, baik buruknya diri seseorang dan bermutu sebagai manusia. Adapun nilai baik manusia seperti kutipan berikut ini.
Kerajaan Kedaro taoqe masene kepemimpinan raden Mas Jaye Kusume masihne endah tenteram aman raden Mas Jaye Kusume doeqang bila saq lemaq yaqne terusan kerajaan mamiqne, yaitu bepesaingan Abdul Razak. Lagukq ndeqne sejarah keturunan seinikan sai dait mbe utame bekawin Abdul Razak, laguk leq kalangan dengan sasak Sekotong teyakin ntan salaq sopoq tuan Guru saq kesohor leq lombok saq nyebaran agame islam leq lombok timur yaqni tuan Guru Mutawalli ie jelmaan bijen siq raden Mas Jaye Kusume.”

Hal ini perlu kita sadari bahwa penting untuk diajarkan kepada anak agar dapat memahami etika dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang sangat penting dalam cuplikan cerita di atas, adalah seorang  raja yang bijaksana dalam menjalani sistem pemerintahan sehingga masyarakat hidup penuh kedamaian. Hal ini perlu dijadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari. Denga moral kita bisa hidup damai dan tentram, hubungannya dengan masa kini adalah tidak ada bedanya masa dulu dengan masa yang sekarang dalam hal moral,semua manusia perlu memiliki moral, dengan inilah manusia bisa menjadi diri yang bermutu danberkualitas bagi Nusa dan Bangsa. Inilah yang kita butuhkan pada masa kita sekarang ini dengan tanpa adanya moral ini kita tidak akan menjadi orang yang terpandang, oleh karena itu mari kita perbaiki moral kita sebagai manusia, agar menjadi diri peribadi yang baik bagi diri sendir dan umumnya bagi Nusa dan Bangsa kita tercinta in.   
Nilai moral juga merupakan nilai yang erat kaitannya dengan aktifitas masyarakat sehari-hari di tengah-tengah keluarga karena nilai moral mencerminkan prilaku baik yang tercermin dalam tingkah laku manusia. Adapun nilai moral juga dapat kita lihat dalam cuplikan cerita berikut.
Sementare raden Mas Jaye Kusume leq akhir jari Datu telang eleq wilayah Lombok tengaq leq dalem gunung maje Sekang. Sementare Abdul Razak ndekne teketaon secare pasti embe entahne merentah. Laguk araq pendaren ntan Abdul Razak tepaleq isiq kerajaan Majapahit saq merase ndeqne suke seneng ntane saq keberhasilan  Datu Waktu sino.”

Pada kutipan di atas, bahwa nilai moral yang sangat penting dan bisa menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat adalah sang raja  yang sangat bijaksana terhadap rakyatnya dan bisa kita lihat bahwa beliau memiliki sifat yang sangat bijaksana sehingga  rakyat menjadi tentram dan damai.  Pada masa kini hal ini sangat sulit bisa dicontohkan oleh para pemegang kekuasaan karena moral sangat erat kaitannya dengan kinerja para pemegang kekuasaan dan apabila yang dicontohkan oleh sang raja itu.
Moral juga bisa menjadi penentu baik buruk seseorang dalam bergaul dengan sesama masyarakat. Hal ini dapat kita lihat melalui kutipan berikut ini.
Dateng sekelompok dengan saq lengan jawe sak tepimpin isiq Sayyid Abdul Razid saq terkenal endah aran Pemban Prabu. Pemban Perabu masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit saq kenyengkene sino leq ambang kehancuran dait Sayyid Abdul Razid atawe Pemban Perabu araqan boyan dunie baru sampai leq daerah Kedaro saq masih berue gawah saq itu ati atawe peteng dedet.
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa asal muasal kerajaan Kedaro berasal dari keturunan Kerajaan Majapahit dan konon Kerajaan Majapahit mempunyai peradaban atau moral yang sangat baik di kalangan masyarakat sekitar. Dalam kaitanya pada masa kini adalah moral sangat menentukan terbentuknya sebuah kerajaan atau kekuasaan dengan moral menentukan sebuah sikap positif dan bisa menjadi penentu dalam merumuskan sebuah wadah yang akan didirikan. Sayyid Abdul Razak mempunyai moral yang sangat tinggi sehingga masyarakat yang baru yang ada di wilayah Kedaro dengan perlahan-lahan mempercayai bahwa ia pantas menjadi pemimpin kerajaan.
4.3.3        Nilai pengetahuaan
Nilai pengetahuan yaitu nilai yang mengutamakan dan mencari kebenaran sesuai dengan konsep keilmuannya. Nilai dapat diartikan suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia, hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya hasil usaha manusia untuk memehami suatu obyek tertentu.Adapun nilai pengetahuan dapat dilihat pada kutipan berikut ini,
Ceritene, sopoq jelo, Pemban Perabu meletne bedoe Sebiniqan. Laguq Datu berangen eleq empaq lumba-lumba saq biase tao wujutan atawe pengitaq diriqne jari manusia.Lengan hasil pejengkepane sine Datu bedoe anak atawe bije mame saq peparanan araq Raden Mas Jaye Kusume, saq selanjutne lemaq jaqne jari pemimpin kerajaan Kedaro.
Nilai pengetahuan yang dapat dipetik dalam cerita di atas, adalah dimana sang raja mengiginkan pendamping hidup namun ia jatuh cinta kepada seekor Ikan yang bisa menjelma menjadi manusia. Dan dari hasil perkawinannya itu dikaruniai seorang anak yang bernama Raden Mas Jaya Kusuma.Secaraakal tidak bisa diyakini bahwa istri sang raja bisa menjelma menjadi Ikan akan tetapi secara legenda atau cerita bisa saja diyakini. Hubungannya cerita ini pada masa kini adalah sang raja sangat jujur dalam memberikan keterangan kepada rakyatnya sampai-sampai istri sang raja bisa menjelma menjadi Ikan diberitahu kepada rakyatnya. Ini dapat menjadi contoh para pemimpin masa kini, agar bisa berperilaku jujur pada semua orang tanpa memandang bulu.
Nilai pengetahuan juga dapat kita kita lihat dalam kutipan berikut ini.
Pemban Perabu ni Datu Saq bijaksane dait  tabah. Kenyengkene saq Datu merentah leq kerajaan Kedaro uwah araq peperangan kance kerajaan Tawun saq tesebapan isiq salaq paham.Langan perang sine ie ampun sopoq taoq saq teparan aran Telage Lebur (silaq de seriuq ceriten Telage Lebur).
Nilai pengetahuan yang dapat kita ambil melalui cuplikan di atas adalah seorang raja yang sangat bijaksana dalam sistem pemerintahannya. Kaitannya cerita ini pada masa kini adalah supaya mampu menjadi pemimpin yang bijaksana dalam menjalani sistem pemerintahan karena pada masa kini sangat sulit kita menemukan karakter pemimpin seperti halnya sang raja.
Nilai pengetahuan juga dapat kita lihat melalui cupikan di bawah ini.
Sementare raden Mas Jaye Kusume leq akhir jari Datu telang eleq wilayah Lombok tengaq leq dalem gunung maje Sekang. Sementare Abdul Razak ndekne teketaon secare pasti embe entahne merentah. Laguk araq pendaren ntan Abdul Razak tepaleq isiq kerajaan Majapahit saq merase ndeqne suke seneng ntane saq keberhasilan  Datu Wakh sino. Ceriten Abdul Razak pelai juk daye kenyengken saq sampe leq timuq sekotong. Datu sereminang idul atawe penoq ie ampune teparan aran Empol, saq artine pade atawe limpah.
Melalui kutipan di atas nilai pengetahuan yang dapat kita petik adalah sang raja yang kedua juga mewarisi kebijaksanaan dalam memimpin rakyatnya. Kaitannya dengan masa kini adalah jarang sekali para pemimpin yang mewarisi bapaknya dalam mengelola sistem pemerintahan yang sedang dijalakannya. Dan alangkah baiknya para pemerintah bisa mencontohi sikap yang ada pada raja Datu Kedaro Sekotong.      

                                                                
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan nilai-nilai kultural yang terdapat dalam legenda rakyat sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong meliputi nilai Sosial, nilai Religius, nilai Moral dan nilai Pengetahuan. Keempat nilai tersebut termasuk ke dalam nilai kultural karena semua sistem nilai tersebut membentuk suatu peradaban yang dapat diwariskan menjadi suatu budaya bagi masyarakat sekitar. 
Penjelasan mengenai nilai-nilai kultural tersebut lebih rinci diuraikan sebagai berikut.
1)      Nilai Sosial
     Nilai sosial yang terdapat dalam legenda rakyat sasak Datu Kedaro tersebut yaitu tentang nilai gotong royong atau kerjasama, nilai gotong royong dalam masyarakat merupakan teradisi budaya yang harus dilestarikan dalam rangka menjaga hubungan kerjasama antar  masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah.
2)      Nilai Religius
      Nilai religius dalam legenda yang dapat dimasukan ke dalam nilai kultural atau budaya yaitu tentang nilai ketakwaan kepada tuhan yang maha esa. Nilai ketakwaan mesti harus diajarkan dan dibudayakan sehingga warisan terpenting dalam kehidupan adalah nilai keimanan kepada tuhan yang maha esa. Oleh sebab itu kita dianjurkan untuk beriman kepada tuhan yang maha esa, tuhanlah tempat semua manusia wajib beriman.
3)      Nilai Moral
     Nilai moral yang terdapat dalam legenda rakyat sasak Datu Kedaro yaitu tentang tata etika yang dicontohkan oleh sang Raja atau Masyarakat dalam mengelola sistem kehidupan bermasyarakat, sistem nilai etika tersebut,  penting untuk diwariskan agar generasi yang akan dapat memiliki nilai etika yang tinggi sehingga jujur dan mampu adil dalam mengelola kehidupan bermasyarakat.
4)      Nilai Pengetahuan
     Nilai pengetahuan yang terdapat dalam legenda Datu Kedaro yaitu  nilai kebijaksanaan seorang Raja atas semua semua pengetahuan dan akal pikiran yang dimiliki dalam menentukan atau menyelesaikan semua masalah. Kebijaksanaan penting diwariskan menjadi suatu budaya agar kita tidak semena-mena dalam bertindak. Nilai kebijaksanaan muncul berdasarkan kejernihan pikiran dan akal budi yang harus tetep di jaga sehingga menuntun semua sikap dan tingkah laku kita.



BAB V
PENUTUP
5.1  Simpulan
Berdasarkan  hasil analisis data tentang  Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat SasakDatu Kedaro Kecamatan Sekotong dapat disimpulkan bahwa cerita ini dapat memberikan nilai-nilai positif di kalangan masyarakat sasak karena struktur cerita ini sangatlah patut dijadikan contoh di tengah-tengah masyarakat dan di kalangan para pemerintah pada umumnya.
Adapun nilai-nilai kultural yang terkandung dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro, meliputi (1) nilai sosial meliputi adanya kerjasama antar masyarakat dengan seorang raja  nilai ini sangatlah tinggi nilainya di tengah masyarakat, hubungannya dengan masyarakat adalah timbulnya kerjasama antar masyarakat dan gotong royong dalam bermasyarakat, lalu hubungannya dengan pemerintah adalah nilai-nilai ini perlu dilestarikan antar masyarakat dengan pemerintah.(2) nilai relegius atau agama merupakan nilai yang cukup penting dalam menjalani sebuah kehidupan dan agama merupakan wadah yang sangat komplit dalam meningkatkan iman dan taqwa nilai ini berhubungan dengan keimanan dan keyakinan sehingga dengan keyakinan itu timbul sifat ketakwaan. (3) nilai moral karena nilai moral merupakan nilai utama yang ditemukan dalam sebuah era atau bangsa, contohnya tentang tata etika yang dilakukan oleh raja atau masyarakat dalam mengelola sistem kehidupan bermasyarakat. (4) nilai pengetahuan merupakan nilai yang sangat utama dalam mencari suatu kebenaran dan sesuai dengan konsep keilmuannya, pengetahuan tentang kebijaksanaan seorang raja atas semua pengetahuan dan akal pikiran yang dimiliki dalam menentukan atau menyelesaikan semua masalah.          
5.2  Saran
1)      Penelitian tentang “Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong” ini menjadi salah satu penelitian tentang sastra klasik yang bermanfaat dan bisa memberikan tambahan pengetahuan bagi seluruh pembaca. Semoga dapat dijadikan sebuah pedoman untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi dunia pendidikan.
2)      Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi penggugah minat para pembaca untuk lebih mencintai  karya sastra khususnya cerita rakyat.




DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2002. Prosudur Penelitian. Jakarta: rineka Cipta.
Danandjaja, J. (1984) Folkor Indonesia : Ilmu gosip, dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers.
Esten Mursal, 1990. Sastra Indonesia dan Tradisi Subkultural. Bandung:        Angkasa.
Hamimi, 1999. Penelitian. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press.
Margono. S. MetodologiPenelitian. Bandung: Rineka Cipta.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Press.
Moelono. Anton dkk, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Moch. Nazir, 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Galih Indoonesia.        
Nawawi. Hadari, 2005. Managmen Strategik Organisasi Non Frofit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada Univertity Press.
Nurgiyantoro, Burhan. B, 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Saifuddin, Anwar. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Saini K. M. Dan Jakob Sumajo, 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakrta: PT. Gramedia.
Sanafiah Faisal, 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional.
Semmi. Attar, 1985. Krimik Sastra. Bandung: Angkasa.
Suroto, 1989.Apresiasa Sastra Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. SEKELUMI Catatan Mengenai Apresiasi Sastra (Seri Sari Kuliah Sastra. No. 1 dan 2).  Bandung FKS- IKIp.
Teuw, A.1994. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengaturan Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
Mahsun. 2015. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, Dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies, Theory and Practice. Diterjemahkandengan judul Cultural Studies Teori dan Praktik oleh Nurhadi. KreasiWacana: Bantul.

Agger, B., 2009, Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya, Bantul:
Kreasi Wacana.
Amir Piliang, Yasraf. 2003. Hipersemiotik: Tafsir Cultural Studies atas matinya Makna. Yogyakarta: Jalastura.
Luxemburg, Jan van dkk. 1989. Tentang Sastra. Diindonesikan AkhadiatiIkram. Jakarta: Intermasa-Ildep.
Luxemburg, Jan van et al. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Follow my blog with Bloglovin

Previous Post
Next Post

0 komentar: