SKRIPSI
Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak
Datu Kedaro Kecamatan Sekotong kabupaten lombok barat
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram
Oleh
PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MATARAM
2016
Yang
bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Mataram menyatakan bahwa:
Nama :
Muhamad Muhajirin
NIM :
11011A0270
Alamat :
JLN. Pasar Baru. Telaga Lebur, Kecamatan Sekotong
Memang benar skripsi yang
berjudul Analisis Nilai-nilai Kultural dalam
Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong adalah asli karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik
di tempat manapun.
Skripsi ini adalah murni gagasan,
rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain,
kecuali arahan pembimbing. Jika terdapat karya atau pendapat orang lain yang
telah dipublikasikan, memang diacu sebagai sumber dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Jika di kemudian hari pernyataan saya ini terbukti tidak benar,
saya siap mempertanggung jawabkanya, termasuk bersedia menanggalkan gelar kesarjanaan
yang saya peroleh.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sadar dan tanpa tekanan dari pihak manapun.
Mataram, 4 Agustus
2016
MOTTO
Tidakada yang berat di
duniainiapabilakitabersungguh-sungguhdalammengerjakan,
Seberat apapun pekerjaan itu apabila dikerjakan dengan ikhlas maka semuanya akan menjadi ringan.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk
- Ibu dan Bapak ku tercinta, Saharudin dan Nurhayati yang telah menyediakan telaga surga di telapaknya yang di bawahnya mengalir kasih dan doa, sehingga tiada harga selain membahagiakan dan berbakti kepadanya. Amiiin. Bapak dan Ibu, Aku bangga menjadi anakmu. Jika aku harus lahir kembali,aku akan memohon kepada Allah agar kembali menjadikanmu sebagai Bapakku.
- Untuk saudaraku yang aku sayangi, Kakakku Ahmad Syafi`i, S.Pd.I dan adikku Habiburrozi dan Helmi Zahratunnisak
- Untukteman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan
- UntukAlmamaterkutercinta
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWTkarena
berkat rahmat dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul“Nilai-Nilai Kultural Dalam
Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat”.
Penulisan skripsi ini dalam rangkamemenuhi persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan jenjang strata satu (S1) pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram.
Keberhasilan penyelesaian penelitian ini, tidak lepas
dari bantuan, dorongan, bimbingan, saran, nasihat, dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada.
1.
Drs.
Mustamin H. Idris, M.S. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram;
2.
SyafrilS.Pd.,
M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram;
3.
Sri
Maryani, S.Pd. M.Pd. Selaku Ketua
Prodi Pendidikan Bahasa,
Sastra Indonesia dan
Daerah;
4.
Drs.
Made Suyasa, M. Hum. dan M. Aris Akbar, M. Pd. Selaku pembimbing pertama dan kedua,
yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram.
Penulis menyadari, skripsi ini jauh dari kesempurnaan,
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Demikian tulisan ini penulis persembahkan dengan harapan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Mataram, 2016
Penulis
Muhamad
Muhajirin.
2016.Nilai-nilai
Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong. Skripsi :
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembimbing
1 : Drs. Made Suyasa, M. Hum.
Pembimbing
2 : M. Aris Akbar, M.Pd.
ABSTRAK
Legenda merupakan bagian dari kehidupan masyarakat
yang berbudaya. Hal ini disebabka noleh kehidupan sosial masyarakat itu sendiri yang
bersifat interaksi, baik dengan sesama maupun lingkunganya.
Metode
dalam penelitian yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data sebagai berikut: 1) metode
wawancara, 2) metode dokumentasi, 3) metode
rekam, 4) metode transkripsi, 5) metode
terjemahan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa legenda yang termasuk dalam legenda
lokal yang tengah berkembang di tengah masyarakat Sasak Kecamatan Sekotong,
yaitu legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro. Adapun nilai-nilai kultural yang
terkandung dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro, meliputi (1) nilai sosial
meliputi adanya kerjasama antarmasyarakat dengan seorang raja, Nilai ini sangatlah tinggi nilainya di tengah masyarakat,
hubungannya dengan masyarakat adalah timbulnya kerjasama antarmasyarakat dan
gotong royong dalam bermasyarakat, lalu hubungannya dengan pemerintah adalah
nilai-nilai ini perlu dilestarikan antarmasyarakat dengan pemerintah. (2) nilai
relegius atau agama merupakan nilai yang cukup penting dalam menjalani sebuah
kehidupan dan agama merupakan wadah yang sangat komplit dalam meningkatkan iman
dan taqwa,Nilai ini berhubungan dengan keimanan dan keyakinan
sehingga dengan keyakinan itu timbul sifat ketakwaan. (3) nilai moral karena
nilai moral merupakan nilai utama yang ditemukan dalam sebuah era atau bangsa,
contohnya tentang tata etika yang dilakukan oleh raja atau masyarakat dalam
mengelola sistem kehidupan bermasyarakat. (4) nilai pengetahuan merupakan nilai
yang sangat utama dalam mencari suatu kebenaran dan sesuai dengan konsep
keilmuannya, pengetahuan tentang kebijaksanaan seorang raja atas semua
pengetahuan dan akal pikiran yang dimiliki dalam menentukan atau menyelesaikan
semua masalah.
Kata kunci:Nilai Kultural, Legenda Datu Kedaro di Kecamatan Sekotong
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................... ii
LEMBAR
PERNYATAAN ........................................................................... iii
HALAMAN
PENGESAHAN......................................................................... iv
HALAMAN
MOTTO....................................................................................... v
HALAMAN
PERSEMBAHAN...................................................................... vi
KATA
PENGANTAR..................................................................................... vii
ABSTRAK........................................................................................................ ix
DAFTAR
ISI..................................................................................................... x
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1
LatarBelakang................................................................................ 1
1.2
RumusanMasalah........................................................................... 6
1.3
TujuanPenelitian............................................................................ 6
1.4
ManfaatPenelitian.......................................................................... 7
BAB
II KAJIAN TEORI................................................................................. 9
2.1
Penelitian Yang Relevan................................................................ 9
2.2
Pengertian
Legenda....................................................................... 10
2.3
Jenis
Legenda................................................................................ 12
2.4
Legenda
dalam Kehidupan Masyarakat Sekotong........................ 17
2.5
Teori
Budaya................................................................................. 19
2.6 Teori Semiotik................................................................................. 20
BAB
III METODE PENELITIAN................................................................. 23
3.1
RancanganPenelitian...................................................................... 23
3.2
Lokasi Penelitian............................................................................ 23
3.3
Data dan Sumber
Data.................................................................. 24
3.4
Metode Pengumpulan Data........................................................... 26
3.4.1 Metode Wawancara........................................................... 26
3.4.2 Metode Dokumentasi........................................................ 27
3.4.3 Metode Rekam.................................................................. 27
3.4.4 Metode Transkripsi............................................................ 28
3.4.5 Metode Terjemahan........................................................... 28
3.5 Analisis Data............................................................................................... 29
BAB IV
HASIL DANPEMBAHASAN.......................................................... 31
4.1
Profil
Desa..................................................................................... 31
4.1.1
Letak
Geografis................................................................. 31
4.1.2
Potensi
Wilayah................................................................. 31
4.1.3
Potensi
Pertanian, Perkebunan dan Perikanan................... 32
4.1.4
Potensi
Pertambangan........................................................ 33
4.1.5
Potensi
Parwisata............................................................... 34
4.2
Cerita
Rakyat Sasak Datu KedaroBahasaSasak............................ 35
4.3
AnalisisNilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu
Kedaro 39
4.3.1
Nilai
Sosial......................................................................... 39
4.3.2
Nilai
Relegius..................................................................... 42
4.3.3
Nilai
Moral......................................................................... 44
4.3.4
Nilai
Pengetahuan.............................................................. 46
4.4 Pembahasan....................................................................................
BAB VPENUTUP............................................................................................ 51
5.1
Simpulan........................................................................................ 51
5.2
Saran ............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 53
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah salah satu bentuk karya
seni yang merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban umat manusia.Oleh
karena itu karya sastra sudah pasti mengandung makna, fungsi dan peranan yang
sangat penting tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat subyektif atau
semata-mata hanyalah menggambarkan pribadi seseorang pengarang atau sastrawan
tetapi lebih jauh dari itu, karya sastra dapat menggambarkan seluruh aspek
kehidupan nyata manusia sehari-hari secara umum.
Di dalam karya sastra yang bermutu dengan
nilai-nilai kehidupan.Memberi pemahaman
terhadap nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnya dapat menolong pembaca
menjadi manusia berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang peka
terhadap hal-hal yang luhur dalam hidup ini.Ia selalu mencari kebenaran dan
kebaikan. Salah satu cara memperoleh nilai-nilai itu adalah membaca karya
sastra dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Pada zaman dahulu kala ketika daerah Kedaro dan
sekitarnya masih berupa hutan belantara, datanglah rombongan orang dari Jawa
yang dipimpin oleh Sayyid Abdul Razid yang dikenal juga dengan sebutan pemban
perabu. Beliau masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit yang saat
itu diambang kehancuran dan memilih mencari dunia baru hingga akhirnya beliau
sampai di daerah Kedaro yang masih berbentuk hutan lebat inilah cikal bakal
timbulnya kerajaan Kedaro yang hingga kini masih dipercayai oleh Masyarakat
Sekotong pernah ada dan memiliki peradaban disana.
Pemban prabu adalah seorang raja yang bijaksana
dan pemberani.Ketika beliau memerintahkan kerajaan Kedaro, pernah terjadi
peperangan dengan kerajaan Tawun akibat kesalahfahaman.Dari peperangan ini pula
lahir sebuah tempat, yaitu Telage Lebur (Lihat Legenda Telage Lebur).Secara
geografis Telage Lebur dengan Kedaro memang berdampingan.
Legenda Datu Kedaro masih diyakini oleh
masyarakat Kedaro, disamping itu, legenda Datu merupakan legenda yang sangat
populer di kalangan masyarakat Kedaro pada khususnya dan masyarakat Sekotong
pada umumnya.Hal ini disebabkan oleh faktor peninggalan sejarah dari Datu
Kedaro tersebut yang diyakini sebagai suatu bukti yang harus diyakini.Legenda
Makam Kedaro meninggalkan sebuah makam yang bernisan batu yang hingga kini
masih dirawat oleh seorang penjaga makam dan sebagian masyarakat terutama dari
golongan orang tua meyakini keberadaan makam tersebut sebagai tempat
bersemayamnya Raja Kedaro.
Berangkat dari budaya pula, sastra merupakan
bagian dari seni muncul, sebab bagaimanapun kebudayaan itu merupakan karya
manusia yang timbul pada lingkungan manusia, sehingga bisa diungkapkan bahwa
karya sastra merupakan refleksi segala aspek kehidupan budaya dalam masyarakat
dengan segala permasalahan yang ada didalamnya.Abrams (dalamTarigan 1981:178) berpendapat bahwa karya sastra tidak lahir dari
kekosongan budaya.Karena bagaimanapun karya sastra itu mencerminkan masyarakat
dan secara tidak dihindarkan, dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan yang ada pada zaman itu. Hal ini sependapat dengan
pendapatnya Luxemburg( 1989:21) yang
mengatakan bahwa setiap definisi sastra terikat pada waktu serta budaya. Sebab
sastra itu adalah hasil kebudayaan.
Sastra merupakan satu bentuk dari cabang seni
yang merupakan perwujudan dari kebudayaan.Sastra merupakan bagian dari
pengalaman hidup manusia, baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi
pengalaman hidupnya maupun dari segi aspek penciptaannya.Dan mengekspresikan
pengalaman batinnya dalam karya sastra.Begitu juga dengan sastra daerah, seperti
cerita rakyat atau masyarakat memiliki peranan yang sangat penting untuk
mengkomunikasikan perasaan, pikiran suatu bangsa.
Sastra daerah merupakan bagian-bagian dari
sastra juga, sebab memiliki salah satu aspek kebudayaan masyarakat pada suatu
daerah.Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kebudayaan daerah mencerminkan
ide, kreasi, dan karya masyarakat yang mempunyai nilai-nilai, norma-norma,
benda-benda yang merupakan sebagai karya masyarakat tersebut.
Sastra daerah juga mampu mencerminkan ciri khas
suatu daerah yang saat ini sudah amat jarang dijumpai karena secara
berangsur-angsur sudah mulai ditinggalkan.Hal ini disebabkan karena pergeseran
nilai-nilai dan pola hidup masyarakat itu sendiri.Masalah kebudayaan daerah
masih belum banyak dikenal orang, khususnya yang berupa sastra daerah baik itu
sastra lisan maupun tulisan. Lebih-lebih bagi para pemuda yang saat ini telah
dipengaruhi oleh dunia barat. Mereka
tidak memahami pentingnya budaya daerah yang merupakan satu bagian dari sastra
Indonesia yang menjadi milik nasional dan merupakan khasanah bangsa yang sangat
perlu dilestarikan.Untuk itu, perlu dilakukan usaha untuk menggali dan
mengembangkannya, karena sastra daerah merupakan kekayaan bangsa yang
didalamnya terkandung nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian bangsa.
Kebudayaan
daerah beraneka ragam, dan tersebar di seluruh suku bangsa di Indonesia, ini
merupakan khazanah bangsa yang sangat berharga bagi setiap masyarakat
Indonesia.Pada masa perkembangannya kebudayaan daerah dengan berbagai corak,
dan aspeknya yang telah tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sejak
berabad-abad yang lampau serta diwariskan dari generasi ke generasi sebagai milik
bersama (Djanandjaya, 1984: 12).
Belajar tentang sastra daerah merupakan hal
yang sangat penting, sebab memiliki arti yang penting dalam kalangan
masyarakat.setiap sastra lisan yang dituturkan terutama dalam masyarakat suku
Sasak, adalah sastra lisan yang pada umumnya bertemakan keimanan, pendidikan
moral dan contoh atau pedoman tindak atau laku manusia yang pada hakekatnya
berguna bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda sebagai penerus bangsa.
Oleh sebab itu, bagi para ahli dan peminat sastra, tidak hanya mengetahui
tentang perkembangan sastra semata, melainkan untuk mengetahui fungsi dan posisinya
dalam masyarakat.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (1994:321)
yang mengatakan sebuah karya fiksi ditulis oleh para pengarang untuk menawarkan
model kehidupan yang di idealkannya.Fiksi mengandalkan penerapan moral dalam
sikap dan perilaku para tokoh yang sesuai dengan pandangannya tentang moral.
Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah para pembaca
diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan
Legenda merupakan cerita rakyat yang termasuk
dalam sastra lisan.Seperti halnya cerita daerah yang lainnya, perkembangan
legenda bersifat tradisi di dalam kalangan atau lingkungan masyarakat.Namun
dewasa ini legenda merupakan cerita rakyat sudah mulai hilang dengan kemajuan
perkembangan zaman yang lebih banyak mengadopsi budaya yang berasal dari luar.
Suku Sasak merupakan suku terbesar di Nusa
Tenggara Barat yang menyimpan ragam budaya daerah yang unik dan sangat beragam
serta sangat berharga sebagai khazanah kebudayaan nasional. Legenda khususnya,
juga sudah mulai berkembang dalam suku ini sejak puluhan abad yang lalu, namun
halnya penomena yang sudah disebutkan di atas, bahwa keberadaan legenda di
tengah masyarakat Sasak mulai berangsur-angsur mulai ditinggalkan karena maju
dan pesatnya kemajuan zaman yang serba modern, membuat posisi legenda umumnya
mengalami pergeseran tempat yang mengakibatkan efek yang sangat negatif di
dalam tataran sosial masyarakat dan pada
keberadaan legenda itu sendiri. Akibat dari pengaruh modernisasi lambat laun
akan membuat legenda dan sastra daerah secara umum akan pudar, disamping itu
pula, nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam sastra daerah tidak akan
memberi pengaruh terhadap etika dan kehidupan sosial masyarakat.
Legenda merupakan tradisi lisan masyarakat suku Sasak perlu dilestarikan dan digali
maknanya karena mengandung nilai sejarah dan nilai pendidikan yang sangat
berharga bagi generasi sekarang dan masa yang akan datang. Melalui
legenda-legenda rakyat tercermin adanya tatakrama, norma-norma yang dianut oleh
masyarakat pada zamannya. Dengan mengapreasi karya sastra tersebut tentu akan
membuat kehidupan masyarakat yang harmoni dan seimbang. Itu berarti
mengapresiasi sastra daerah berarti menghargai secara sungguh-sungguh sehingga
menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran kritis, dan kepekaan
perasaan yang lebih tehadap karya sastra.
Keberadaan legenda yang khususnya di tengah
masyarakat yang mulai ditinggalkan sebagai bagian kebudayaan yang perlu
dilestarikan menjadi salah satu alasan di samping alasan-alasan yang lain yang
membuat peneliti tertarik untuk mengkaji keberadaan legenda yang masih beredar
di tengah Masyarakat Sekotong. Sebagai penegasan, masyarakat Sekotong merupakan
masyarakat campuran yang berasal dari berbagai suku dan ras yang ada di seluruh
nusantara.Akan tetapi 90% masyarakatnya adalah Suku Sasak sehingga legenda yang
beredar di Sekotong adalah legenda Rakyat Suku Sasak.
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah nilai-nilai kultural yang terkandung dalam legenda rakyat
Sasak Datu Kedaro di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong?
1.3 Tujuan
Penelitian
Ada dua tujuan di dalam penelitian ini yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1
Tujuan
umum
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah
menggali sejarah Datu Kedaro di Desa
Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
1.2.2
Tujuan
khusus
Untuk menggetahui nilai-nilai kultural dalam
legenda rakyat sasak Datu Kedaro Desa Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten
Lombok Barat.
1.4 Manfaat
Penelitian
1.4.1Manfaatteoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan
dapat:
1) Memperoleh
deskripsi yang jelas tentang keberadaan datu kedaro yang ada di Kecamatan
Sekotong.
2) Sebagai bahan refrensi penelitian terutama
yang berminat pada bidang kesusastraan dan di bidang sastra daerah.
3) Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi bidang ilmu yang di
teliti.
4) Memperkaya
khazanah kajian sastra daerah, terutama
yang ada di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
1.4.2
Manfaat
praktis
Dilihat
dari segi praktisnya, hasil penelitian ini diiharapkan:
1) Dapat
memperkaya wawasan pembaca dan peneliti mengenai keberadaan datu kedaro
2) Bagi
peneliti, hasil pembahasan ini dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan
keilmuan dan wawasan berfikir dalam
mengkaji keberadaan datu kedaro
3) Hasil
penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat, khususnya masyarakat Sasak
yang ada di Kecamatan Sekotong guna mengkaji dan menggali keberadaan “cerita
rakyat sasak Datu Kedaro” untuk dipelihara dan dilestarikan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan perbandingan
penelitian-penelitian tersebut memberikan arahan yang cukup berarti dalam
proses penelitian ini. Penelitian yang relevan tentang Nilai-nilai Kultural
dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat
antara lain dilakukan oleh Ilian( 2012) dalam skipsinya yang mengkaji mengenai “Analisis Cerita Rakyat” efektifitasMitos
Tabe Bangkolo” di Desa Jia Kecamatan Sape Kabupaten Bima. Penelitian yang
dilakukan oleh Ilian ini lebih cendrung kepada Efektifitas Mitos dalam masyarakat Jia sedangkan perbedaan dengan
penelitian sendiri lebih ke “ Nilai-nilai Kultural dalam Legenda rakyat Sasak Datu
Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Persamaan penelitian yang
dilakukan oleh Iliam dengan penelitian sendiri sama-sama mengkaji cerita
rakyat.
Penelitian relevan yang kedua Erwandi (2006) dalam penelitian “Penyimpangan Nilai Budaya dalam novel Sala Asuhan
karya Abdul Muis”, dalam penelitian ini yang dibahas yaitu penyimpangan nilai
estika dan kesopanan yang dilakukan oleh salah satu tokoh yang berprilaku bebas
di depan umum dengan tidak memperdulikan etik pada masyarakat. Kedurhakaan
terhadap orang tua seperti memarahi dan meninggalkan ibu, Istri serta anak.
Selain itu juga membahas tentang penyimpangan prilaku dan penyimpangan nilai
kemanusiaan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Erwandi dengan penelitian
sendiri sama-sama mengkaji tentang nilai budaya atau nilai kultural.
Penelitian relevan yang ketiga Sumiati (2003)dalam penelitian ”Analiss
Nilai Budaya dalam Novel “Perempuan jogja” karya Achmad Munif”, penelitian yang
akan menguraikan lebih luas dari nilai budaya yang diajarkan dalam novel
tersebut, sehingga nilai tersebut akan dijadikan pedoman oleh para pembaca.
Adapun nilai religius, nilai etika dan estetika akan diuraikan dengan mengkaji
unsur intrinsik yang membangun novel tersebut serta nilai budaya yang
memengaruhi terciptanta karya sastra itu sehingga akan mampu menimbulkan nilai
lebih dari penelitian sebelumnya.Persamaan penelitian yang dilakukan oleh
Sumiati dengan penelitian sendiri yaitu mengkaji tentang analisis nilai budaya
atau nilai kultural.
Adapun
penelitian ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan data-data apa saja Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro
Kecamatan Sekotong dan nantinya akan dikaji mengenai fungsi dan nilai sejarah
atau legenda itu sendiri agar keberadaan cerita yang terdapat di masyarakat
Kecamatan Sekotong tidak punah oleh arus globalisasi yang dewasa ini kian
merasuki ranah kehidupan masyarakat.
2.2 Pengertian Legenda
Danandjaya, (1984: 66) mengemukakan bahwa legenda seperti halnya
mite merupakan prosa rakyat, yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai
suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.Berbeda dengan mite, legenda
bersifat sekuler (keduniaan), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau,
dan bertempat di dunia yang kita tempati sekarang.Lebih lanjut Danandjaya bahwa
legenda sering dianggap sebaga “sejarah” kolektif (folk history), walaupun sejarah itu tidak pernah tertulis namun
telah mengalami distorsi, sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya.
Sedangkan menurut Baskom (dalam Danandjaya, 1965: 3-2), legenda merupakan
cerita prosa rakyat yang dianggap pernah benar-benar terjadi dimasa lampau biasanya di tokohi oleh manusia dan ada kalanya memiliki sifat-sifat luar biasa serta
terjadinya di dunia nyata yang kita kenal sekarang.
Legenda merupaka bagian dari kehidupan
masyarkat yang berbudaya.Hal tersebut dikarenakan oleh kehidupan sosial
masyarakat itu sendiri yang bersifat intraksi, baik intraksi dengan sesama
maupun dengan lingkungannya.keberadaan legenda di tengah masyarkat merupakan
warisan yang bersifat turun temurun. Hal ini menandakan bahwa kebudayaan
masyarakat adalah kepercayaan terhadap gejala-gejala kehidupan, diantaranya
adalah legenda yang yang ada pada zaman dahulu dianggap sebagai sesuatu yang
benar-benar terjadi.
Legenda biasanya bersifat migratoris, yang
artinya dapat berpindah-pindah sehingga di kenal luas di daerah-daerah yang
berbeda. Namun legenda yang di angkat oleh peneliti adalah bersifat kualitatif,
yang akan mewawancari langsung pelaku pada waktu dulu. “Legenda Rakyat
Sasak” adalah bukti sejarah yang pernah terjadi di masyarakat Sekotong pada
zaman dahulu sehingga harus dijaga kelestarianya.
2.3 Jenis Legenda
Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang
dalam masyarakat lama.Cerita rakyat adalah cerita rekaan yang penuh dengan
hayalan, sukar diterima oleh fikiran dan logika kita yang masih normal.Dalam
fikiran kebanyakan orang cerita rakyat dianggap sebagai crita peri, tetapi
dalam kenyataan banyak cerita rakyat yang bukan cerita peri, melainkan cerita
yang disampaikan benar adanya tau sesuatu yang wajar (Danandjaya, 1984:
93).
Berdasarkan isinya, cerita rakyat dapat
digolongkan ke dalam beberapa bagian yaitu: mite, sage, fabel, farabel, legenda,
dongeng peri, dongeng jenaka (Danandjaya, 1984: 34).
Belajar tentang sastra daerah merupakan hal
yang sangat penting, sebab memiliki arti yang sangat penting dalam kalangan
masyarakat.Setiap sastra lisan yang dituturkan terutama dalam masyarakat suku
Sasak, adalah sastra lisan yang pada umumnya bertemakan keimanan, pendidikan
moral dan contoh atau pedoman tindak atau laku manusia yang pada hakekatnya
berguna bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda sebagai penerus
bangsa.Oleh sebab itu bagi para ahli dan peminat sastra tidak hanya ingin
mengetahi tentang perkembangan sastra semata, tetapi sekaligus untuk mengetahui
fungsi dan posisinya dalam masyarakat.Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Nurgiantoro (1994:321) yang mengatakan sebuah karya fiksi ditulis oleh para
pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang di idealkannya.Fiksi
mengandalkan penerapan moral dalam sikap dan perilaku para tokoh yang sesuai
dengan pandangannya tentang moral.Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh
itulah para pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral
yang disampaikan.
Legenda merupakan cerita rakyat yang termasuk
dalam sastra lisan.Seperti halnya cerita daerah yang lainnya, perkembangan
legenda bersifat tradisi didalam kalangan atau lingkungan masyarakat.Namun
dewasa ini legenda merupakan cerita rakyat sudah mulai hilang dengan kemajuan
perkembangan zaman yang lebih banyak mengadopsi budaya yang berasal dari luar.
Suku Sasak merupakan suku terbesar di Nusa
Tenggara Barat yang menyimpan ragam budaya daerah yang unik dan sangat beragam
serta sangat berharga sebagai khazanah kebudayaan nasional. Legenda khususnya,
juga sudah mulai berkembang dalam suku ini sejak puluhan abad yang lalu, namun
halnya penomena yang sudah disebutkan di atas, bahwa keberadaan legenda di
tengah masyarakat Sasak mulai berangsur-angsur mulai ditinggalkan karena maju
dan pesatnya kemajuan zaman yang serba modern, membuat posisi legenda umumnya
mengalami pergeseran tempat yang mengakibatkan efek yang sangat negatif di
dalam tataran sosial masyarakat dan pada
keberadaan legenda itu sendiri. Akibat dari pengaruh modernisasi lambat laun
akan membuat legenda dan sastra daerah secara umum akan pudar, disamping itu
pula, nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam sastra daerah tidak akan
memberi pengaruh terhadap etika dan kehidupan sosial masyarakat.
Legenda merupakan tradisi lisan masyarakat,
suku Sasak perlu dilestarikan dan digali maknanya karena mengandung nilai
sejarah dan nilai pendidikan yang sangat berharga bagi generasi sekarang dan
masa yang akan datang. Melalui legenda rakyat tercermin adanya tatakrama,
norma-norma yang dianut oleh masyarakat pada zamannya. Dengan mengapreasi karya
sastra tersebut tentu akan membuat kehidupan kehidupan masyarakat yang harmoni
dan seimbang. Itu berarti mengapresiasi sastra daerah bearti menghargai secara
sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan, pikiran
kritis, dan kepekaan perasaan yang lebih tehadap karya sastra.
Keberadaan legenda yang khususnya ditengah
masyarakat yang mulai ditinggal sebagai kebudayaan yang perlu dilestarikan
menjadi salah satu alasan disamping alasan-alasan yang lain yang membuat
peneliti tertarik untuk mengkaji keberadaan legenda yang masih beredar ditengah
masyarakat Sekotong. Sebagi penegasan, masyarakat Sekotong merupakan masyarakat
campuran yang berasal dari berbagai suku dan ras yang ada diseluruh nusantara.
Akan tetapi 90% masyarakatnya adalah
Suku Sasak sehingga legenda yang beredar di Sekotong adalah legenda Suku Sasak.
Legenda merupaka bagian dari kehidupan
masyarkat yang berbudaya.Hal tersebut dikarenakan oleh kehidupan sosial
masyarakat itu sendiri yang bersifat intraksi, baik intraksi dengan sesama
maupun dengan lingkungannya.keberadaan legenda di tengah masyarkat merupakan
warisan yang bersifat turun temurun. Hal ini menandakan bahwa kebudayaan
masyarakat adalah kepercayaan terhadap gejala-gejala kehidupan, diantaranya
adalah legenda yang yang ada pada zaman dahulu dianggap sebagai sesuatu yang
benar-benar terjadi.
Legenda biasanya bersifat migratoris, yang
artinya dapat berpindah-pindah sehingga di kenal luas di daerah-daerah yang
berbeda. Namun legenda yang di angkat oleh peneliti adalah bersifat kualitatif,
yang akan mewawancarai langsung pelaku pada waktu dulu.
Keberadaan datu kedaro adalah bukti sejarah
bagaimana termashurnya datu kedaro pada waktu itu, tidak heran di daerah
sekitar datu kedaro di kenal dengan makam Kablet, kablet sendiri diartikan oleh
masyarakat setempat adalah mau tidak mau harus di makamkan disana tanpa ada
yang urus keluarga siapa dan dariman alamatnya.
Berdasarkan isinya, cerita rakyat dapat
digolongkan kedalam beberapa bagian yaitu: mite, sage, fabel, farabel, legenda,
dongeng peri, dongeng jenaka. (Danandjaya, 1984: 34) Menurut Jan Harold Brunvand (dalam
Dananjdaya : 93) legenda dapat digolongkan menjadi empat bagian sebagai
berikut.
(1) Legenda
Keagamaan (Religin Legends)
Legenda ini adalah legenda yang terikat dengan
hal-hal kepercayaan keagamaan, yang termasuk dalam golongan ini adalah legenda
orang-orang suci (sains)
Nasrani.Legenda demikian itu jika telah
diakui dan disahkan oleh Gereja Katolik Roma akan menjadi bagian kesusastraan
agama yang disebut hagiography (legends of saints) yang berarti tulisan,
karangan, atau buku tentang kehidupan orang-orang saleh
(2) Legenda
Alam Gaib (Supernaatural Legends)
Legenda semacam ini biasanya bentuk kisah yang
benar-benar terjadi dan pernah dialami oleh seseoraeng.Fungsi legenda semacam
ini adalah untuk meneguhkan kebenaran “tahayul” atau kepercayaan rakyat
(Danandjaya, 1984:
71). Menurut Brunvad (dalam Danandjaya, 1984: 71) legenda alam gaib biasanya merupakan
pengalaman pribadi seseorang, maka ahli folklor Swedia terkenal yaitu C.W. Von Sydowdiberi nama
khusus, yaitu memorat yang berasal dari bahasa Latin Memoratium yang berarti
mengingat. Legenda ini misalnya di daerah Jawa Timur ketika kaum pria yang suka
pergi keluar malam dan menemukan perempuan cantik yang ternyata punggungnya
bolong, kemudian diceritakannya pengalaman itu kepada orang lain, maka akan
terkenal cerita itu bahwa perempuan tersebut adalah Sundel Bolong.
(3) Legenda
Perseorangan (Personal Legends)
Legenda ini menurut Danandjaya adalah cerita
yang mengenai tokoh-tokoh tertentu, yang dianggap yang mempunyai cerita benar-benar
terjadi (1984:
73).Contoh Legenda ini adalah legenda Jayaprana di Bali, yang dikenal oleh
seluruh rakyat Bali dalam bentuk Balada atau syair yang diukir di atas lontar
kering.Legenda ini sudah banyak dijadikan lakon dalam teater masyarakat Bali
yang disebut Arja. Banyak desa di Bali memiliki lontar belanda tersebut (fanken dalam Danandjaya, 1984:74-75)
(4) Legenda
Setempat (Local Legends)
Yang termasuk dalam kategori legenda ini adalah
cerita yang berhubungan dengan kejadian suatu tempat, nama tempat, dan bentuk
tipografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit,
berjurang, dan sebagainya. Masih banyak lagi legenda yang semacam ini di
Indonesia, salah satu contohnya adalah Asal Mula Banyuwangi.
Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan
legenda dalam penelitian ini adalah legenda perseorangan (Personal Legends), dan legenda stempat, (local legends) mengingat legenda yang akan diteliti ini adalah
legenda tersebar dalam satu lokasi dan kalangan, yaitu kalangan masyarakat
Sasak di Kecamatan Sekotong.
2.4 Legenda dalam kehidupan masyarakat Sekotong
Legenda sebagai peninggalan sejarah merupakan
hal yang sangat penting untuk dilestarikan.Adanya legenda di kalangan
masyarakat adalah sebagai hasil adanya kebudayaan yang berkembang ditengah masyarakat
itu sendiri.Konteks budaya ditengah masyarakat tidaklah serta merta timbul,
melainkan mesti ada berbagai aspek penumbuhnya, seperti hubungan sosial
masyarakat, kepercayaan, dan agama (Tarigan, 1981: 23).Hal ini sejalan dengan fenomena
perkembangan budaya serta rakyat ditengah masyarakat.
Adanya kepercayaan masyarakat akan hal-hal
didunia ini baik itu asal muasal tempat
dan ragam cerita lainnya merupakan salah satu manifestasi dari kebudayaan itu
sendiri. Misalnya saja legenda malin kundang dari sumatra barat yang telah
turun temurun dipercayai masyarakat sumatra sebagai suatu kejadian yang buruk
tentang kejadian anak dan ibu yang durhaka, sehingga dari cerita yang
diwariskan tersebut dapat dijadikan ajaran sosial bagi para generasi
selanjutnya.
Dikalangan masyarakat Sekotong sendiri, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai penduduk mayoritas suku sasak.Terdapat
cerita makam kedaro yang telah menjadi legenda yang tumbuh dan berkembang di
Kecamatan Sekotong.Cerita ini mengisahkan tentang asal muasal desa kedaro yang
konon dahulu kala pernah ada kerajaan yang dipimpin oleh Raden Patah, yaitu
salah satu Wali Songo yang kesohor dipulau jawa. Pada perkembangan selanjutnya,
kerajaan ini memasuki fase kepunahan ketika dipimpin oleh Raden Dermawan, hanya
saja secara historis tidak terlalu jelas siapa raden Dermawan ini, apakah
termasuk keturunan Raden Patah atau bukan. Pada fase selanjutnya, makam kedaro
menjadi legenda masyarakat Kecamatan Sekotong, dimana terdapat peninggalan
sejarah, sehingga tempat itu dijadikan nama desa yaitu Desa Kedaro. Peninggalan
tersebut berupa batu nisan yang diyakini sebagai penanda sejarah tentang
kerajaan kedaro, jadi bukan makam seperti kuburan. Persefsi masyarakat bahwa
dari batu nisan itu dapat dilihat jodoh, usia, rizki ataupun lain-lain yang
menyangkut tentang kehidupan hingga kini masih diyakini. Selain itu, masih
terdapat legenda-legenda yang lainnya yang berkaitan dengan legenda
perseorangan maupun legenda lokal di Kecamatan Sekotong.
Hal-hal seperti legenda, mite, ataupun dongeng
juga berkembang di kalangan masyarakat meskipun belakangan ini mulai timbul kekhawatiran
adanya pelesetan dari golongan muda yang telah bantak mengadopsi kebudayaan
luar, sehingga budaya daerah lambat laun ditinggalkan.Namun terlepas dari hal
itu, suku sasak yang tinggal di Kecamatan Sekotong juga memiliki legenda yang
diyakini sebagai bagian dari peradaban masa lampau dan memang pernah
benar-benar terjadi.
2.5 Teori Budaya
Kebudayan merupakan seluruh gagasan dan karya
manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, serta merupakan keseluruhan
rangkaian hasil budi dan karya yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri. Segala
kebudayaan adalah pencerminan nilai-nilai yang dapat kita kelompokkan dalam
nilai-nilai teoritis atau nilai-nilai agama, nilai seni, nilai kuasa, dan nilai
solidaritas (koendjarningrat, dalam Suroto: 1989).
Menurut Barker, inti kajian budaya bisa
dipahami sebagai kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari
representasi (Barker, 2000: 10). Teori budaya marxis yang menggali kebudayaan
sebagai wilayah ideologi yang lebih banyak dijelaskan pada aliran wacana (discourse) dan praktik budaya seperti
layaknya media berupa teks-teks (sosial, ekonomi, politik).Chris Barker (2011)
mengakui bahwa kajian budaya tidak memiliki titik acuan yang tunggal. Artinya
kajian budaya mengkomposisikan berbagai kajian teoritis disiplin ilmu lain yang
dikembangkan secara lebih longgar sehingga mencakup potongan-potongan model
dari teori yang sudah ada dari para pemikir strukturalis atau
pascastrukturalis. Sedangkan teori sosial kritis sebenarnya sudah mendahului
tradisi disiplin “kajian budaya” melalui kritik ideologinya yang dikembangkan
Madzhab Frankfurt.Sebuah kritik yang dimaknai dari pandangan Kantian, Hegelian,
Marxian, dan Freudian.Sehubungan dengan karakter akademis, pandangan lain dari
Ben Agger (2009)
membedakan kajian budaya sebagai gerakan teoritis, dan kajian budaya sebagai
mode analisis dan kritik budaya ateoritis yang tidak berasal dari poyek teori
sosial kritis, yaitu kritik ideologi (Agger, 2009).
Studi kultural (Piliang, 2003:251) kajian
budaya menurut pemahaman lain juga berfungsi untuk menjembatani pemahaman yang
lebih bermakna antara fiksi dan fakta, antara rekaan dan kenyataan. Karya
sastra, karya seni pada umumnya dan dengan demikian keseluruhan gejala
kehidupan, sebagai tanda, memiliki referensi kultural, dan dengan sendirinya
dapat dianalisis melalui teori dan metode studi kultural.Subjek bukan sumber
pengetahuan, melainkan wacanalah yang justru memposisikannya secara diskursif
sehingga tidak ada wacana yang bersifat universal.Wacana, baik lisan maupun
tulisan adalah praktik sosial yang sekaligus membentuk subjek dan objek.
2.6 Teori Semiotik
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand
De Saussure (1857-1913).Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian
(dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified).Penanda dilihat
sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang
pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau
nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur.Eksistensi semiotika
Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa
disebut dengan signifikasi.Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang
mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau
konvensi tertentu.Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda
tersebut.
Menurut Saussure, tanda terdiri dari:
Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep
dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan
tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan
menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”.
Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified
dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent
dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika
orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal
tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure,
“Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua
sisi dari sehelai kertas” (Sobur, 2006: 34).
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau
triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign),
object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat
ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
(merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce
terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang
muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan
sebab-akibat).Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda
adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang
dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep
pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna
tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna
muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan
atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian
meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam rancangan
perencanaan dimulai dengan mengadakan observasi dan evaluasi terhadap
penelitian yang sudah dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka
konsep dan hipotesis penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut. Rancangan
pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan
serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan teknik sampling, instrumen,
pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian.
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka tujuan rancangan penelitian adalah
untuk memberikan suatu rencana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian
ini di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong, yaitu salah satu Kecamatan di lombok
barat yang terletak di daerah selatan. Kecamatan ini terdiri dari 9 desa yang
terdapat 65 dusun jumlah penduduknya 39.000 jiwa (Tiga Puluh sembilan Ribu
Jiwa) data Kecamatan Sekotong 2014.
Penduduk
aslinya masyarakat Sekotong berasal dari suku Sasak yang mencakup kurang lebih
20.000 jiwa dan sisanya adalah pendatang dari daerah luar, Bima, Dompu,
Sumbawa, Jawa, Sulawesi dan lain-lain.
3.3 Data dan sumber data
Data dalam penelitian ini adalah nilai-nilai
kultural dalam legenda rakyat sasak yang
berkembang dalam masyarakat Sasak di Desa Kedaro Kecamatan Sekotong.
Sumber data menurut Arikunto(1992: 102)adalah
subjek dari mana data diperoleh dalam penelitian ini, sumber data yang dimaksud
adalah para informan ataupun masyarakat Sekotong, yaitu orang-orang tua yang
masih menyimpan cerita atau pelaku utama di
Desa Kedaro.
Adapun syarat-syarat informan menurut
Margonoyaitu: waras, masih tajam ingatannya atau tidak pikun, jujur, dan
mengetahui sumber informasi (1996:25).
Kriteria informan menurut Mahsun (2013:380) yaitu,(1) berjenis kelamin
pria/wanita, (2) Berusia antara 25-56
tahun (tidak pikun), (3), orang tua, istri, atau suami informan lahir dan
dibesarkan di Desa itu serta jarang atau tidak pernah meningalkan desa itu, (4)
berpendidikan maksimal tamat Sekolah Dasar(SD-SLTP), (5) bersetatus sosial menengah( tidak
rendah atau tinggi) dengan harapan tidak terlalau tinngi mobilitasnya, (6)
pekerjaanya bertani atau buruh, (7) memeiliki kebanggaan terhadap masyarakat,
(8) dapat berbahasa Indonesia, (9) sehat jasmani dan rohani, maksudnya tidak
cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk dapat menagkap
pertanyaan-pertanyaan dengan tepat, sedangkan sehat rohani maksudnya tidak gila
dan pikun.
Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan
4 orang informan yang sesuai dengan syarat-syarat di atas.
Adapun daftar nama-nama informan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Nama : Amaq Sautin
TTL : Belongas, 1902
Pekerjaan :
Petani
Agama :Islam
Alamat :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat- NTB
2. Nama :
Amaq Misdah
TTL : Telaga Lebur, 1905
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat- NTB
3. Nama :
Inaq Marisah
TTL : Lemer, 1917
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat- NTB
4. Nama :
Inaq Siti
TTL : Kateng, 1910
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat :Dusun Belongas Desa Kedaro Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat- NTB
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1
Metode
wawancara
Penggunaan metode ini adalah untuk mengumpulkan
data melalui masyarakat Sekotong yang mengetahui keberadaan legenda-legenda
beredar didalamnya. Menurut Nazir (1986:234), yang dimaksud dengan wawancara
adalah peroses pengambilan keterangan untuk penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
respon dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guid (panduan wawancara). Wawancara atau interview adalah
suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan yang bertujuan memperoleh
informasi. (Sanafiah, 2004: 14). Adapun yang akan diwawancarai adalah berkaitan
dengan nilai-nilai kultural yang ada dalam legenda rakyat sasak yang ada di
Desa Kedaro Kecamatan Sekotong dan yang akan diwawancarai pada saat pengambilan
data yaiti, masyarakat yang mengetahui keberadaan legenda tersebut. Dilihat
dari segi pelaksanaanya, interview dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1) Interview
bebas
2) Interview
terpimpin
3) Interview
bebas terpimpin (Arikunto, 2002: 145).
Dari ketiga macam interview tersebut, yang
penulis gunakan adalah interview bebas terpimpin, yaitu yaitu bentuk interview
yang merupakan gabungan dan jenis interview bebas dan taerpimpin. Interview
bebas terpimpin adalah tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan
responden, dimana peneliti membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar
tentang hal-hal yang ditanyakan.
Dalam penelitian ini, penggunaan metode ini
dilakukan untuk mendapatkan cerita tentang legenda-legenda yang hendak
dikumpulkan dari para informan yang mengetahui adanya keberadaan
legenda-legenda tersebut.
3.4.2
Metodedokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkripsi notulen
surat kabar majalah prestasi, lengger dan sebagainya(Arikunto, 2002: 54)
Sedangkan menurut Nawawi metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan suatu data
melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk
buku-buku tentang pendapat,teori dalil/hukum-hukum, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penyelidikan (2005: 133).
Berdasarkan pendapat di atas, maka metode
dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang
hal-hal yang terkait dengan keberadaan legenda yang beredar di tengah
masyarakat Sasak di Kecamatan Sekotong dengan jalan mengumpulkan data-data yang
berupa peningalan tertulis seperti lontar, babad ataupun yang lainya yang
terkait dengan legenda yang beredar di sana.
3.4.3
Metode
rekam
Yaitu metode penelitian yang menggunakan alat
perekam untuk merekam dan menyimpan data dimana peneliti menggunakan alat
perekam selama proses wawancara dengan informan yang sedang berlangsung. Metode
ini lebih cepat mendapatkan data dan memudahkan peneliti dalam proses data
selanjutnya, seperti memilih dan memilah data. Adapun data yang akan direkam
oleh pewancara kepada informan adalah legenda cerita rakyat sasak Datu Kedaro.
3.4.4
Metode
transkripsi
Metode Transkripsi adalah metode penyalinan
teks dari bentuk tuturan atau lisan dalam bentuk tulisan atau bisa pula
dikatakan sebagai penulisan kata atau kalimat, atau teks dengan menggunakan
lambang bunyi. Metode ini digunakan dalam mengalih bahasakan legenda-legenda
dari nara sumber yaitu berwujud bahasa lisan, yaitu legenda-legenda yang
terdapat di Kecamatan Sekotong. Adapun data yang akan ditranskif oleh peneliti
yaitu teks yang berbentuk bahasa latin,
karena kebanyakan cerita rakyat atau legenda masih menggunakan bahasa daerah
masing-masing oleh karena itu, untuk memudahkan peneliti memahami apa yang
menjadi objek tujuanya.
3.4.5
Metode
terjemahan
Metode ini adalah mengalih bahasakan data dari
satu wujud bahasa ke dalam wujud bahasa lain, yaitu dalam penelitian ini adalah
pengalihan bahasa yang terdapat dalam lontar ke dalam bahasa Indonesia, yang
kaitannya dengan legenda-legenda yang terdapat di Kecamatan Sekotong. Adapun
legenda-legenda yang akan diterjemahkan adalah Legenda Cerita Rakyat Sasak Datu
Kedaro.
3.5 Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah metode diskripsi kualitatif.Hamimi(1994:73) mengemukakan,
bahwa metode diskripsi kualitatif adalah sebagai prosedur pamecahan masalah
yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian
pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak.Fakta-fakta sebagai variabel
lebih berdasarkan sebagai nilai dan bukan angka-angka.Metode penelitian
kualitatif memusatkan perhatian pada penemuan fakta (fack ending) sebagimana keadaan yang sesungguhnya.
Mahsun (2005:34) mengatakan bahwa penelitian kualitatif
prosesnya berlangsung secara siklus, mulai dari penemuan masalah, kemudian
perumusan hipotesis, penyusunan alat pengukuran (instrumen penyediaan data),
melaksanakan penyediaan data itu sendiri, analisis data, sampai analisis
penyajian data dalam bentuk laporan penelitian. Mahsun juga menjelaskan bahwa
analisis deskriptif kualitatif adalah
berpokus pada perunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan
data pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskan kata-kata
daripada angka-angka.
Metode analisis data pada penelitian ini ada
tiga yaitu, identifikasi, klasifikasi dan interpretasi.
1) Identifikasi
Identifikasi adalah bukti tanda pengenalan diri
atau pengenalan terhadap hasil penelitian.Hasil identifikasi data dalam
penelitian ini adalah berupa pengumpulan Nilai-nilai Kultural Dalam Legenda
Rakyat Sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat dari semua
informan yang terkait dengan cerita tersebut.
2) Klasifikasi
Klasifikasi merupakan upaya mengelompokan
kembali data yang akan dianalisis. Dalam hal ini, klasifikasi menyesuaikan
dengan rumusan masalah yang diangkat oleh penulis dan mengelompokkan dan
menentukan bentuk-bentuk legenda yang terdapat di Kecamatan Sekotong kemudian
memberikan interpretasi sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya.
3) Interpretasi
Sebelum memberikan pesan, pendapat atau
penafsiran terhadap isi cerita “Nilai-nilai Kultural Dalam Legenda Rakyat Sasak
Datu Kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.penulis memaparkan/
menggambarkan secara jelas dan terinci bagaimana fungsi masing-masing unsur itu
dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana antar unsur itu secara
bersama-sama membentuk sebuah totalitas kebermaknaan yang padu.
4)
Penyajian Kesimpulan
Pada bagian ini data akan disajikan
berdasarkan hasil penelitian. Kemudian data tersebut akan disimpulkan lebih
signifikan sehingga mendapatkan gambaran tentang nilai-nilai kultural dalam
legenda rakyat sasak datu kedaro Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil
Desa
4.1.1
Letak geografis
Desa Kedaro merupakan dataran tinggi, hal ini
dikarenakan ribuan hektar daerah ini merupakan daerah pegunungan dan
perbukitan. Desa yang berada di daerah
kecamatan sekotong dan berada dalam kawasan Pemerintahan Kabupaten Lombok Barat
ini memiliki batas wilayah yang antara lain adalah:
Sebelah Utara : Desa Sekotong Barat
Sebelah Selatan : Desa Buwun Mas
Sebelah Barat : Desa Pelangan
Sebelah Timur : Desa Sekotong Tengah
Luas Daerah Desa Kedaro adalah 13.300 ha/m2
dengan total penduduk yangmendiami
kawasan ini 10.247 orang degan 2.088
Kepala Keluarga.
4.1.2
Potensi
wilayah
Wilayah Desa Sekotong Tengah merupakan daerah
dataran rendah yang di kelilingi oleh bukit-bukit kecil dengan hutan yang
lumayan luas dan wilayah yang langsung berbatasan dengan pantai hingga potensi
wilayah yang banyak di kawasan ini antara lain pertanian, perkebunan,
perikanan, pertambangan dan kawasan pariwisata pantai. Potensi wilayah ini
lebih lanjut akan dibahas di bawah ini :
4.1.3
Potensi
pertanian, perkebunan dan perikanan
Sebagai daerah
agraris ,potensi hasil pertanian
Desa Sekotong tengah cukup menjanjikan dan menjadi mata pencaharian utama dari masyarakat setempat Sebagaimana kawasan pertanian lainnya di daerah
Lombok yakni komuditas utama adalah tanaman padi yang dapat di tanam 2 kali
dalam 1 tahunnya, sedangkan 1 musim selanjutnya akan ditanami dengan tanaman
palawija.
Luas
komuditas padi yang terdapat di Desa Sekotong tengah menurut data dari pemerintah Desa Sekotong
Barat adalah 980 ha. Sedangkan tanaman palawija seperti kedelai 1900 Ha dan
jagung 833 Ha. Sedangkan untuk tanaman perkebunan, tanaman umbi-umbian
mendominasi di daerah sekotong tengah ini dengan luas 823 ha. Dan tanah kas
desa sebanyak 0,25 ha.
Dalam
sektor pertanian, masyarakat yang mendominasi mata pencaharian ini adalah
masyarakat kawasan pertanian dan
peternakan dan dari hasil sector perikanan yang dihasilkanpun hanya dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasilnya tersebut. Komuditas ikan yang
diperolehpun biasanya merupakan ikan kawasan pantai dangkal.
Dengan kawasan pantai yang masih sangat terjaga
dan kondisi laut yang belum tercemar membuat populasi ikan masih sangat
banyak.Dengan karang laut yang masih sangat terjaga membuat ikan karang yang
banyak didiami oleh ikan-ikan hias membuat potensi perikanan dikawasan ini
masih memiliki nilai jual yang tinggi yang sangat menunjang untuk menambah
penghasilan.
Akan tetapi dengan besarnya potensi yang telah
dijelaskan oleh peneliti diatas sekarang sudah mulai ditinggalkan oleh
masyarakat sekitar karena pengaruh tambang emas yang sangat menggiurkan hingga
banyak masyarakat yang telah meninggalkan mata pencarian tersebut.
4.1.4
Potensi pertambangan
Sektor pertambangan ini dahulunya bisa dikatakan
sektor yang tidak ada di Desa Sekotong Tengah.Sektor pertambangan mulai di
geluti oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat yang datang dari daerah lainya
beberapa tahun terakhir setelah terdapat bukti tanah sekotong memiliki potensi
tambang (khususnya emas) yang melimpah.
Perubahan kondisi dalam mata pencarian ini
sangatlah signifikan, artinya penduduk setempat berbondong-bondong untuk
menambang emas karena masyarakat telah mengetahui emas memiliki nilai jual yang
tingi.Tambang emas ini semakin popular ketika masyarakat yang miskin berubah
sesaat menjadi kaya raya karna hasil tambang emas yang didapatkan sangatlah
melimpah.
Hasil yang melimpah yang dihasilkan dari
penambangan emas ini tidaklah berdampak signifikanpada kemajuan pemerintahan
Desa Sekotong Tengah sendiri, akan tetapi kemajuan tingkat perekonomian
masyarakat mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Hal ini sangatlah
mendukung kemajuan dari desa sendiri walaupun pendapatan Asli Desa (PADesa)
tidak diperoleh dari hal tersebut.Hal ini dikarenakan tambang emas yang
terdapat tersebut merupakan tambang rakyat yang sepenuhnya dikelolah oleh
rakyat bukan pemerintah.
4.1.5
Potensi
pariwisata
Potensi pariwisata di daerah sekotong tengah
ini sangat menjanjikan. Di dukung oleh panorama pantai dengan hamparan pasir
putih yang indah dan juga terdapatnya gili nanggu yang tidak kalah
indahnya dengan 3 gili yang terdapat di
Kabupaten Lombok Utara.
Panorama gili Nanggu yang keseluruhannya
memiliki hamparan pasir putih ini mulai banyak di datangi oleh turis khususnya
turis lokal yang memang tahu betul keindahan dari gili tersebut. Dengan
panorama yang seperti ini seharusnya dapat mendatangkan PAD Desa yang dapat
mendukung kemajuan dari pemerintahan Desa Sekotong Tengah, akan tetapi hal ini
harus terus didukung oleh promosi ke dunia internasional agar turis
mancanegara dapat berbondong-bondong datang ke daerah Sekotong Tengah ini.
Saat sekarang ini pariwisata sekotong
tengah bias dikatakan dikunjungi oleh
sebagain besar dari turis lokal yang memang mengetahui keindahan panorama
kawasan ini. Pariwisata di Lombok barat pada khususnya lebih tertuju pada
pantai utaranya yakni kawasan senggigi, akan tetapi kurang memperhatikan
kawasan selatan Lombok.
Kemajuan pariwisata disekotong tengah yang
tersendat-sendat saat ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:
1)
Kawasan pantai dan panorama sekotong yang belum
dikenal oleh turis internasional secara
lebih mendalam karena kurangnya promosi kedunia internasional.
2)
Keamanan kawasan sekotong yang masih belum
stabil.
3)
Adanya ketimpangan pembangunan infrastruktur
antara kawasan wisata senggigi dan sekotong.
4.2
Cerita Rakyat Datu Kedaro
Bahasa Sasak
Leq jaman laeq, kenyekene saq wilayah Kedaro
dait leq sekitarne maseh berue gawah sak itu-ate. Dateng sekelompok dengan saq
lengan jawe sak tepimpin isiq Sayyid Abdul Razid saq terkenal endah aran Pemban
Prabu. Pemban Perabu masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit saq
kenyengkene sino leq ambang kehancuran dait Sayyid Abdul Razid atawe Pemban
Perabu araqan boyan dunie baru sampai leq daerah Kedaro saq masih berue gawah
saq itu ati atawe peteng dedet. Ia jari ampiq ne jari kerajaan saq sampai nani
masih tesaduq siq masyarakat Sekotong saq uah araq dait bedoe penandoq leq ito.
Pemban Perabu ni Datu Saq bijaksane
dait tabah. Kenyengkene saq Datu
merentah leq kerajaan Kedaro uwah araq peperangan kance kerajaan Tawun saq
tesebapan isiq salaq paham.Langan perang sine ie ampun sopoq taoq saq teparan
aran Telage Lebur (silaq de seriuq ceriten Telage Lebur).
Kenyenkene saq Pemban Perabu mimpin, rakyatne
iye idup damaidait aman kance uahne pade berhubungan saq solah kance kerajaan
Bayan dait Majapahit sengaqne saq Pemban Perabu endah masih keturunan menaq
kerajaan Majapahitsaq jangken sino mulai ancur. Hubungane kance kerajaan Bayan
tetandok isiq araqne kaling-aling siq tejauk isiq kerajaan Bayan atau Datu
Bayan kenyenken saq lalo betemue joq kerajaan
Kedaro jauqne bong (taoqne dengan wudhu), tunjang khotib kance buku
khotbah, tasbih, dait kitab qurqan 30 (telung dase) juz. Jangke nane masehne
tesimpen leq masjid Telage Lebur Kebon dait masjid Telage Lebur Dese.Ceritene
kenyengken saq datu Bayan betemoe jok to, ye kemadeqan kaluq-aluq nu leq Telage
Lebur leq seqel pondok leq to sengaqne saq kelelahan Datu araan kelampan jaoq
ampuin sampai mate. Datu Kedaro ndeqne wah londah bait jejauqan sino. Ie
ampoqne barang-barang jejauanqne sino masih araq leq Desa Telage Lebur, ndeqne
araq leq Desa Kedaro.
Ceritene, sopoq jelo, Pemban Perabu meletne
bedoe Sebiniqan. Laguq Datu berangen eleq empaq lumba-lumba saq biase tao
wujutan atawe pengitaq diriqne jari manusia. Lengan hasil pejengkepane sine
Datu bedoe anak atawe bije mame saq peparanan araq Raden Mas Jaye Kusume, saq
selanjutne lemaq jaqne jari pemimpin kerajaan Kedaro. Laguq kenyengken saq
Raden Mas Jaye Kusume araq ie ndeqne araq leq to. Sengaq kenyengken saq
tepetianan siq inaq inaqne, inaqne teteh juq tengaq segare wahne saq terimaq
perentah langan Allah saq maha kuase adiqne teteh sebiniqane saq jelmaqan empaq
dait segare lauq ceritene sebiniqane sine saq jari penguase segare lauq nie Nyi
Roro Kidul, akhirne raden Mas Jaye Kusume wahne saq beleq jari dengan atawe
manusia saq gagah ganteng mun warisan kegagahan mamiqne leq sopoq jelo, raden
Mas Jaye Kusume ketuanan mbe taoq mamiqne muq ie ampun teceritaq isiq inaqne
sai sebener inaqne kance mamiqne, wahne saq maraq menu.
Raden Mas Jaye Kusume melen doang bedait kance
mamiqne saq kenyengken sino masih jari Datu leq Kedaro, wahne saq teijinan isiq
inaqne mun tebeng ali-ali atawe cincin dait sepeleng keris peleng saq laiq
tebeng inaq isiq mamiqne ye ampoqne lalo lampaq juk lauq. Wahne saq lampaq pere
bulan saq keh ngoneqnedateng Jaye Kusume leq pelawangan kerajaan Kedaro muqne
tadong isiq penjage dait ndeqne tebeng tame,
waktun sino kerajaan Kedaro araq due dengan patih saq kesohor gati, yaqni
patih demung kance pateh demang. Due pateh sine jauq Jaye Kusume juq Pemban
Perabu saq ngakuq anaq raje.Raden Mas Jaye Kusume juk Pemban Perabu saq ngakuq
anaq raje.Raden Mas Jaye Kusume tetepne mele tepedait kance mamiqne.Laguq saq
maraq menu ie bengne due patih sini gedek atawe sili dait ie ampukne serbu Jaye
Kusume saq mele ie ngelawan. Kebengaqan patih sine keduaqne berubah angene ie
ampuqne patih-patih sine jauq Jaye Kusume juk Datu, ceritene, te saq muqmene
meleq lalo bedait isiq Datu sengaqne ie uahne mauq angen yaqne araq dateng bijene.
Kenyengken
saq raden Mas Jaye Kusume tetoqane juk Datu ali-ali kance pelengan keris eleq
mamiqne begeritiq aik penenteng Datu. Datu langsung kapong bijene saq
terpaksesaq teteh sino. Ceriten, sewahan sino Datu kumpulan rakyatne eleq
lapangan kerajaan, ie sampaian pesan ntan saq gentiq terusan kerajaan yaqni
bijene saq aran raden Mas Jaye Kusume. Datu mesaqne yaqne tape dait tenangan
diriqne leq sopoq taoq saq araq leq bat kerajaan saq araq leq mase idupne Datu
ndekne araq ceritene maliq. Laguq araq saq betutu ntan. Pemban Perabu atawe
Sayyid Abdul Razak ninggal leq Sekarbeleq leq mase proses penyebaran agame
islam arane saq kesohor leq ito adalah gaos Abdul Razak.
Gaos Abdul Razak isiq muridne mesaq senahne
tesuruq isiq sopoq kerajaan saq araq leq sengkongo saq tepimpin isiq anak Agung
Wire Wangse saq bedengah ceriten ntan wali sino dait nganggap kedengan wali
sino yaqni jauq kehancuran juk kerajaane kance berencane adin saq matiq wali
sino. Ceriten, ni ye awalneceriten awal mulen araq makam lowang baloq leq
tanjung karang. Kerajaan Kedaro taoqe masene kepemimpinan raden Mas Jaye Kusume
masihne endah tenteram aman raden Mas Jaye Kusume doeqang bila saq lemaq yaqne
terusan kerajaan mamiqne, yaitu bepesaingan Abdul Razak. Lagukq ndeqne sejarah
keturunan sebinikan sai dait mbe utame bekawin
Abdul Razak, laguk leq kalangan dengan sasak Sekotong teyakin ntan salaq sopoq
tuan Guru saq kesohor leq lombok saq nyebaran agame islam leq lombok timur
yaqni tuan Guru Mutawalli ie jelmaan bijen siq raden Mas Jaye Kusume.
Sementare raden
Mas Jaye Kusume leq akhir jari Datu telang eleq wilayah Lombok tengaq leq dalem
gunung maje Sekang.Sementare Abdul Razak ndekne teketaon secare pasti embe
entahne merentah. Laguk araq pendaren ntan Abdul Razak tepaleq isiq kerajaan
Majapahit saq merase ndeqne suke seneng ntane saq keberhasilan Datu Wakh sino. Ceriten Abdul Razak pelai juk
daye kenyengken saq sampe leq timuq sekotong. Datu sereminang idul atawe penoq
ie ampune teparan aran Empol, saq artine pade atawe limpah. Terus ne pelai maliq
juk timuq maliq leq bawaq gunung dait kance anak buahne saq masih sisen jaring
isiq tali lawan dalam bahasa sasakne “amban”, ie ampukne taoq sine nani teparan
aran seramban saq artine tejaring. Abdul Razak taoqne lolosan diriqne taeq joq
ganjar terus timuk, ie ampun sampai leq Lombok Timur. Leq to araq angepan ntan
Abdul Razak jari tuan Guru Mutawalli leq kalangan masyarakat sasak.
Terjemahan dalam bahasa
Indonesia.
Pada zaman dahulu kala. ketikaKedaro dan sekitarnya masih berupa hutan
belantara. Datanglah rombongan orang dari Jawa
yang dipimpin oleh Sayyid Abdul
Razid yang
dikenal juga dengan sebutan Pemban Prabu.
Beliau masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit
yang saat itu di ambang kehancuran dan
memilih untuk mencari dunia baru hingga akhirnya beliau sampai di daerah Kedaro
yang masih berbentuk hutan lebat. Inilah cikal bakal timbulnya kerajaan Kedaro
yang hingga kini masih dipercayai masyarakat Sekotong
pernah ada dan memiliki peradaban di sana.
Pemban prabu adalah seorang raja yang bijaksana
dan pemberani. Ketika beliau memerintah kerajaan kedaro, pernah terjadi
peperangan dengan kerajaan Tawun akibat
kesalah-pahaman. Dari peperangan ini pula lahir sebuah tempat, yaitu Telaga
Lebur (lihat
legenda telaga lebur ) secara geografis, Telaga
Lebur dengan Kedaro
memang berdampingan.
Pada masa kepemimpinan pemban prabu, masyarakat
hidup dalam naungan kedamaian dan ketentraman serta sudah pula menjalin hubungan
yang baik dengan kerajaan Bayan dan Majapahit
karena beliau sendiri konon mesih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit
yang pada masa itu mulai mengalami keruntuhan. Hubungan dengan kerajaan Bayan
ini ditandai dengan adanya oleh-oleh yang dibawa Datu
Bayan ketika
hendak berkunjung keKedaro berupa
ngentong (wadah air wudhu),
tongkat khotib
beserta buku khotbah, tasbih dan kitab suci
al-quran 30 juz yang hingga kini masih disimpan diMasjid
Telaga Lebur
Desa. Konon ketika
datu Bayan berkunjung
disana, sengaja ia
titipkan oleh-oleh itu di daerah Telaga Leburpada
sebuah pemondokan di sana karena capeknya sang raja
mengadakan perjalanan jauh dan sampai akhir hayatnya raja Kedaro
tidak pernah sempat mengambil oleh-oleh tersebut, sehingga membuat
barang-barang tersebut terdapat di Desa Telaga
Lebur, bukan di Desa
Kedaro.
Konon, pada suatu hari, pemban prabu
menginginkan seorang pendamping hidup. Namun beliau justru jatuh cinta pada
seekor ikan lumba-lumba yang
bisa menjelma menjadi manusia. Dan dari hasil perkawinannya dengan ikan
lumba-lumba ini beliau melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Raden
Mas Jaya
Kusuma yang
selanjutnya nanti akan memimpin kerajaan Kedaro
. namun, ketika Raden Mas
Jaya kesuma
lahir, ia tidaklah lahir di istana, sebab ketika ibunya mengandung terlebih
dahulu pemban prabu membuang istrinya ke tengah laut setelah beliau menerima
wangsit dari yang maha kuasa agar membuang istrinya yang jelmaan seekor ikan
dan anaknya yang masih di dalam kandungannya kelautan selatan. Konon, istrinya
inilah yang menjelma menjadi penguasa laut Selatan,
yaitu Nyiroro Kidul.
Akhirnya, Raden Mas
Jaya Kusuma
tumbuh menjadi seorang pemuda gagah perkasa mewarisi kegagahan ayahnya. Pada
suatu hari, Raden Mas
Jaya kusuma
menanyakan keberadaan ayahnya dan akhirnya diceritakan semuannya oleh ibunya
tentangjati diri
mereka. Setelah itu, Raden Mas
Jaya bersikeras
mencari ayahnya yang saat itu masih memimpin kerajaan Kedaro.
Setelah ibunya
mengizinkannya, dengan bekal sebuah cincin dan sebilah kris patah yang dulu
diberikan ayahnya, ia pun berangkat menuju arah utara. Setelah
beberapa bulan lamanya. Akhirnya sampailah ia di gerbang kerajaan Kedaro.Iadicegat
penjaga dan melarangnya untuk masuk, saat itu, di kerajaan Kedaro
terdapat dua orang patih yang terkenal keberaniannya, yaitu patih Demung
dan patih Demang. Dua
orang patih ini menemui tamu yang mengaku sebagai anak raja tersebut. RedenMas
Jaya kusuma
sendiri tetap bersikukuh hendak menemui ayahnya, namun hal itu justru membuat
dua orang patih tersebut marah dan hendak menyerang Raden
Mas Jaya
kusuma yang justru tidak melakukan perlawanan. Hal ini tentu membuat sang patih
heran dan merubah sikap mereka. Akhirnya, sang patih pun membawa Raden
Mas Jaya
kusuma menghadap ke baginda Raja. Konon,
pertemuan itu adalah hal yang sangat dinantikan oleh raja karena ia sudah
mendapat firasat akan kedatangan anaknya, ketika Raden
Mas Jaya
kusuma menunjukkan sebuah cicncin dan sebilah keris patah tersebut kepada
ayahnya, beruraian air mata sang raja memeluk anaknya yang terpaksa ia buang
tersebut.
Konon, setelah itu pula sang raja mengumpulkan
rakyat di alun-alun kerajaan. Ia menyampaikan pesan bahwa yang akan meneruskan
tahtanya adalah putranya yang bernama Raden
Mas Jaya
kusuma. Beliau sendiri akan berkhalwat dan menenagkan diri di sebuah tempat
yang terletak disebelah barat kerajaan, yang akhirnya riwayat beliau tidak
ditemukan lagi. Tapi ada yang mengatakan
bahwa, pemban prabu atau Sayyid Abdul
Razak ini
meninggal di Sekarbela dalam
proses penyebrangan agama islam. Nama yang lebih dikenal disana adalah Ghaos
Abdul Razak.
Beliau dibunuh oleh anak muridnya sendiri setelah disuruh oleh sebuah kerajaan
yang berada di Sengkong yang
dipimpin anak agung Wira Wangsa
yang mendengar berita tentang wali tersebut. Konon, inilah awal mulanya adanya
makam Loang Baloq
di Tanjung Karang.
Kerajaan Kedaro pada masa kepemimpinan Raden
Mas Jaya Kusuma juga berlangsung dengan damai dan tentram. Beliau juga memiliki
seorang putra yang nantinya akan meneruskan tahta ayahnya, yaitu bernama Abdul
Razak. Tetapi , tidak jelas sejarah silsilah istri beliau siapa dan bagaimana
proses perkawinan beliau. Namun, di kalangan suku sasak Sekotong
diyakini bahwa salah satu tuan guru yang kesohor diLombok
yang menyebarkan agama islam di Lomok Timur,
yaitu tuan guru Mutawalli adalah
jelmaan dari putra Raden Mas Jaya Kusumasedangkan
Raden Mas Jaya Kusuma sendiri pada akhir kepemimpinannya sedangkan di daerah Lombok
Tengah di daerah
GunungMaje
Sekang. Akhir
kepemerintahan, namun ada versi yang menyatakan bahwabeliau diburu oleh
kerajaan Majapahit yang
merasatidak senang dengan keberhasilan beliau waktu itu. Konon, beliau lari ke
arah utara, ketika sampai timur Sekotong,
beliau melihat matahari secara penuh sehingga tempat tersebut dinamakan Empol,
yang artinya dengan full atau penuh. Selanjutnya beliau berlari ke arah timur
lagi, dan pada sebuah kaki bukit beliau dan para pengikutnya yang masih tersisa
dijaring dengan tali atau dalam bahasa sasak di amban, sehingga tempat itu
sekarang bernama Seramban, yang artinya dijaring. Beliau masih bisa meloloskan
diri dan naik keGanjar dan terus ke timur, sehingga sampai Lombok Timur dari
sinilah muncul anggapan bahwa menjelma menjadi Tuan Guru Mutawalli yang sampai
kini kesohordi kalangan masyarakat sasak.
4.3
Analisis Nilai-nilai
Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro
Legenda merupakan salah satu cerita rakyat yang mempunyai ciri-ciri dan dianggap benar-benar
terjadi tetapi tidak dianggap suci oleh yang punya cerita.
Adapun nilai-nilai kultural yang terkandung dalam legenda rakyat Sasak Datu Kedaro sebagai
berikut:
4.3.1
Nilai sosial
Dalam menjalani sebuah
kehidupan manusia harus mempunyai patokan sehingga dapat memiliki kemampuan
untuk memberi arti kepada orang lain. Dan nilai sosial dapat dilihat pada
kutipan berikut ini.
“Ceriten,
sewahan sino Datu kumpulan rakyatne eleq lapangan kerajaan, ie sampaian pesan
ntan saq gentiq terusan kerajaan yaqni bijene saq aran raden Mas Jaye Kusume.
Datu mesaqne yaqne tape dait tenangan diriqne leq sopoq taoq saq araq leq bat
kerajaan saq araq leq mase idupne Datu ndekne araq ceritene maliq.”
Adanya kerjasama antara
masyarakat dengan seorang raja membuktikan nilai sosial sangatlah penting dalam menjalani
kehidupan ini, karena manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Nilai
sosial yang sangat menonjol ketika seorang raja mengumpulkan rakyatnya dan
beliau berpesan yang akan meneruskan kepemimpinannya adalah putranya yang
bernama Raden Mas Jaya Kusuma. Dan akhirnya setelah beberapa tahun kemudian
sang raja meninggalkan tahtanya, tujuan kepergian raja pergi ke sebelah barat
kerajaan adalah untuk menenangkan diri atau berhalwat, akan tetapi lama
kelamaan datanglah kabar kalau sang raja tidak ditemukan disana lagi, raja
dikabarkan meninggal dunia di Sekarbela, meninggalnya sang raja karena di bunuh
oleh anak muridnya sendiri, anak murid sang raja ini di hasud oleh kerajaan
yang lain untuk membunuh rajanya sendiri. Dari kisah cerita di atas dapat kita
jadikan contoh untuk para pemimpin masa kini, agar cerita ini dapat dijadikan
pelajaran agar jangan sampai ada yang namanya hasut menghasut atau kata lain
adudomba sesama pemimpin dengan pemimpin yang lain, itu semua bisa mempengaruhi
bawahaya untuk membuat suatu perbuatanya tidak sewajarnya, dan hal semacam ini
sering sekali terjadi di masa kini.
Nilai sosial dapat juga kita lihat dalam kutipan berikut ini.
“Kenyenkene saq Pemban Perabu mimpin, rakyatne iye idup
damaidait aman kance uahne pade berhubungan saq solah kance kerajaan Bayan dait
Majapahit sengaqne saq Pemban Perabu endah masih keturunan menaq kerajaan
Majapahit saq jangken sino mulai ancur.”
Dalam cuplikan di atas,
dapat kita lihat betapa pentingnya nilai sosial di kalangan kerajaan Kedaro
karena masyarakat dengan sang raja selalu hidup berdampingan dan hidup makmur
pada masa pemerintahan raja Kedaro itu. Hidup bersama merupakan nilai sosial
yang sangat tinggi nilainya di kalangan masyarakat dan menjadi contoh yang baik
utuk bisa diterapkan pada masa kini dan cerita ini mempunyai nilai sosial yang
sangat tinggi nilainya terlihat dalam cupikan di atas betapa sang raja hidup
bersama dengan rakyatnya. Dan bisa menjadi contoh bagi pemerintahan masa kini
agar hidup berdampingan bersama rakyatnya.
Nilai sosial juga dapat
terlihat melalui kutipan berikut ini.
“Ceritene, sopoq jelo, Pemban Perabu
meletne bedoe Sebiniqan. Laguq Datu berangen eleq empaq lumba-lumba saq biase
tao wujutan atawe pengitaq diriqne jari manusia.Lengan hasil pejengkepane sine
Datu bedoe anak atawe bije mame saq peparanan araq Raden Mas Jaye Kusume, saq
selanjutne lemaq jaqne jari pemimpin kerajaan Kedaro.”
Dalam cupikan di atas,
dapat kita lihat bahwa anak sang raja menanyakan keberadaan ayahnya dan ibunya
menceritakan tentang asal muasal keberadaan ayanya. Pada cuplikan di atas juga
dapat memberikan contoh kepada kita semua
bahwa betapa pentingnya keberadaan orang tua dalam memberikan kasih
sayang terhadap anak-anaknya sehingga dapat menjadi contoh pada masa kini
melalui cerita ini.
4.3.2
Nilai relegius
Merupakan nilai yang cukup penting dalam menjalani sebuah kehidupan karena
dengan begitu, kita sebagai umat manusia harus menyadari bahwa Tuhan itu
merupakan pencipta dan maha tahu dalam dunia ini. Maka melalui nilai religus
ini manusia berhubungan dengan tuhannya. Nilai religus dapat terlihat pada
kutipan berikut ini.
“Hubungane kance kerajaan Bayan tetandok isiq araqne
kaling-aling siq tejauk isiq kerajaan Bayan atau Datu Bayan kenyenken saq lalo
betemue joq kerajaan Kedaro jauqne bong
(taoqne dengan wudhu), tunjang khotib kance buku khotbah, tasbih, dait kitab
qurqan 30 (telung dase) juz. Jangke
nane masehne tesimpen leq masjid Telage Lebur Kebon dait masjid Telage Lebur
Dese.”
Agama merupakan wadah yang komplit dalam meningkatkan iman dan takwa kepada
Tuhan Yang Mahaesa. Manusia di hadapan Tuhan adalah sama yang membedakannya
adalah tingkat ketakwannya terhadap Tuhan. Kita harus menerima kenyataan apapun
yang ada serahkan sepenuhnya kepada Allah Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi sebab dialah yang menentukan diri kita semua. Dengan adanya bukti-bukti
tersebut bahwa pada zaman kepemimpinan raja Kedaro tersebut banyak sekali
nilai-nilai keagamaan yang dibawa oleh sang raja, sampai-sampai al-quran di
berikan kepada Masjid Telaga Lebur, dan akhirnya sampai masa kini masih kita
bisa amalkan pemberian sang raja tersebut.
Nilai-nilai agama dalam
cuplikan cerita tentang kerajaan Kedaro dapat juga dilihat pada cupikan cerita
di bawah ini.
“Laguq araq saq betutu ntan. Pemban Perabu atawe
Sayyid Abdul Razak ninggal leq Sekarbeleq leq mase proses penyebaran agame
islam arane saq kesohor leq ito adalah gaos Abdul Razak.”
Pada kutipan di atas,
terlihat bahwa seorang raja yang menyebar luwaskan Agama Islam betapa gigihnya
dalam menjalankan dakwah islamiyah dan akhirnya beliau dibunuh oleh muridnya
sendiri disebabkan karena mendapatkan hasutan dari Kerajaan Sengkong. Dalam
kutipan ini juga memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa agama merupakan
landasan utama menjadi pegangan hidup karena setiap manusia harus memiliki
keyakinan terhadap Agama. Dalam kutipan ini juga menjadi pelajaran kepada pemerintah pada masa
kini betapa pentingnya diutamakan masalah agama dalam menjalani roda
pemerintahan dan cerita ini sekaligus menjadi contoh kepada semua pihak
utamanya kepada para pemegang kekuasaan.
Nilai agama juga terlihat dalam
kutipan berikut ini.
“Abdul Razak taoqne lolosan diriqne taeq
joq ganjar terus timuk, ie ampun sampai leq Lombok Timur. Leq to araq angepan
ntan Abdul Razak jari tuan Guru Mutawalli leq kalangan masyarakat sasak.”
Dalam cuplikan ini bisa
kita lihat bahwa penjelmaan sang raja menjadi seorang tokoh besar yaitu menjadi
Tuan Guru yang sangat terkenal dalam menyebarkan dakwah islamiyah yaitu Tuan Guru
Mutawali yang konon ceritanya beliau adalah asal muasal lahirnya para tokoh Agama
yang sampai saat ini menyebarkan Agama Islam. Nilai agama yang dapat kita petik
pada masa kini adalah betapa pentingnya menyebarkan Agama Islam dan pada masa
kini banyak para tokoh yang bisa seperti Tuan Guru Mutawali itu artinya ajaran
beliau sampai saat ini terus dilanjutkan dan mengalami perubahan secara cepat
di kalangan masyarakat Lombok pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada
umumnya.
4.3.3Nilai Moral
Nilai moral merupakan sistem nilai utama antara nilai-nilai
yang ada dalam diri manusia dengan nilai-nilai yang ditemukan dalam sebuah era
atau bangsa. Nilai moral ini adalah nilai yang menjadikan manusia berharga,
baik buruknya diri seseorang dan bermutu sebagai manusia. Adapun nilai baik
manusia seperti kutipan berikut ini.
“Kerajaan Kedaro taoqe masene kepemimpinan raden Mas
Jaye Kusume masihne endah tenteram aman raden Mas Jaye Kusume doeqang bila saq
lemaq yaqne terusan kerajaan mamiqne, yaitu bepesaingan Abdul Razak. Lagukq
ndeqne sejarah keturunan seinikan sai dait mbe utame bekawin Abdul Razak, laguk
leq kalangan dengan sasak Sekotong teyakin ntan salaq sopoq tuan Guru saq
kesohor leq lombok saq nyebaran agame islam leq lombok timur yaqni tuan Guru Mutawalli
ie jelmaan bijen siq raden Mas Jaye Kusume.”
Hal ini perlu kita sadari bahwa penting untuk diajarkan kepada anak agar
dapat memahami etika dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral
yang sangat penting dalam cuplikan cerita di atas, adalah seorang raja yang bijaksana dalam menjalani sistem
pemerintahan sehingga masyarakat hidup penuh kedamaian. Hal ini perlu dijadikan
panutan dalam kehidupan sehari-hari. Denga moral kita bisa hidup damai dan
tentram, hubungannya dengan masa kini adalah tidak ada bedanya masa dulu dengan
masa yang sekarang dalam hal moral,semua manusia perlu memiliki moral, dengan
inilah manusia bisa menjadi diri yang bermutu danberkualitas bagi Nusa dan Bangsa.
Inilah yang kita butuhkan pada masa kita sekarang ini dengan tanpa adanya moral
ini kita tidak akan menjadi orang yang terpandang, oleh karena itu mari kita
perbaiki moral kita sebagai manusia, agar menjadi diri peribadi yang baik bagi diri
sendir dan umumnya bagi Nusa dan Bangsa kita tercinta in.
Nilai moral juga merupakan
nilai yang erat kaitannya dengan aktifitas masyarakat sehari-hari di
tengah-tengah keluarga karena nilai moral mencerminkan prilaku baik yang
tercermin dalam tingkah laku manusia. Adapun nilai moral juga dapat kita lihat
dalam cuplikan cerita berikut.
“Sementare raden Mas Jaye Kusume leq
akhir jari Datu telang eleq wilayah Lombok tengaq leq dalem gunung maje Sekang.
Sementare Abdul Razak ndekne teketaon secare pasti embe entahne merentah. Laguk
araq pendaren ntan Abdul Razak tepaleq isiq kerajaan Majapahit saq merase
ndeqne suke seneng ntane saq keberhasilan
Datu Waktu
sino.”
Pada kutipan di atas,
bahwa nilai moral yang sangat penting dan bisa menjadi contoh di tengah-tengah
masyarakat adalah sang raja yang sangat
bijaksana terhadap rakyatnya dan bisa kita lihat bahwa beliau memiliki sifat
yang sangat bijaksana sehingga rakyat
menjadi tentram dan damai. Pada masa
kini hal ini sangat sulit bisa dicontohkan oleh para pemegang kekuasaan karena
moral sangat erat kaitannya dengan kinerja para pemegang kekuasaan dan apabila
yang dicontohkan oleh sang raja itu.
Moral juga bisa menjadi
penentu baik buruk seseorang dalam bergaul dengan sesama masyarakat. Hal ini
dapat kita lihat melalui kutipan berikut ini.
“Dateng sekelompok dengan saq lengan
jawe sak tepimpin isiq Sayyid Abdul Razid saq terkenal endah aran Pemban Prabu.
Pemban Perabu masih bergaris keturunan bangsawan kerajaan Majapahit saq
kenyengkene sino leq ambang kehancuran dait Sayyid Abdul Razid atawe Pemban
Perabu araqan boyan dunie baru sampai leq daerah Kedaro saq masih berue gawah
saq itu ati atawe peteng dedet.”
Dari kutipan di atas,
terlihat bahwa asal muasal kerajaan Kedaro berasal dari keturunan Kerajaan
Majapahit dan konon Kerajaan Majapahit mempunyai peradaban atau moral yang
sangat baik di kalangan masyarakat sekitar. Dalam kaitanya pada masa kini
adalah moral sangat menentukan terbentuknya sebuah kerajaan atau kekuasaan
dengan moral menentukan sebuah sikap positif dan bisa menjadi penentu dalam merumuskan
sebuah wadah yang akan didirikan. Sayyid Abdul Razak mempunyai moral yang
sangat tinggi sehingga masyarakat yang baru yang ada di wilayah Kedaro dengan
perlahan-lahan mempercayai bahwa ia pantas menjadi pemimpin kerajaan.
4.3.3
Nilai pengetahuaan
Nilai pengetahuan yaitu nilai yang mengutamakan dan mencari kebenaran
sesuai dengan konsep keilmuannya. Nilai dapat diartikan suatu penghargaan atau
suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku
manusia, hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia
untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya hasil usaha manusia untuk memehami
suatu obyek tertentu.Adapun nilai pengetahuan dapat dilihat pada kutipan
berikut ini,
“Ceritene, sopoq jelo, Pemban Perabu
meletne bedoe Sebiniqan. Laguq Datu berangen eleq empaq lumba-lumba saq biase
tao wujutan atawe pengitaq diriqne jari manusia.Lengan hasil pejengkepane sine
Datu bedoe anak atawe bije mame saq peparanan araq Raden Mas Jaye Kusume, saq
selanjutne lemaq jaqne jari pemimpin kerajaan Kedaro.”
Nilai pengetahuan yang dapat dipetik dalam cerita di atas, adalah dimana
sang raja mengiginkan pendamping hidup namun ia jatuh cinta kepada seekor Ikan
yang bisa menjelma menjadi manusia. Dan dari hasil perkawinannya itu dikaruniai
seorang anak yang bernama Raden Mas Jaya Kusuma.Secaraakal tidak bisa diyakini bahwa istri sang raja
bisa menjelma menjadi Ikan akan tetapi secara legenda atau cerita bisa saja diyakini. Hubungannya
cerita ini pada masa kini adalah sang raja sangat jujur dalam memberikan
keterangan kepada rakyatnya sampai-sampai istri sang raja bisa menjelma menjadi
Ikan diberitahu kepada rakyatnya. Ini dapat menjadi
contoh para pemimpin masa kini, agar bisa berperilaku jujur pada semua orang
tanpa memandang bulu.
Nilai pengetahuan juga dapat kita kita lihat dalam kutipan berikut ini.
“Pemban Perabu ni Datu Saq bijaksane
dait tabah. Kenyengkene saq Datu
merentah leq kerajaan Kedaro uwah araq peperangan kance kerajaan Tawun saq tesebapan
isiq salaq paham.Langan perang sine ie ampun sopoq taoq saq teparan aran Telage
Lebur (silaq de seriuq ceriten Telage Lebur).”
Nilai pengetahuan yang dapat kita ambil melalui cuplikan di atas adalah
seorang raja yang sangat bijaksana dalam sistem pemerintahannya. Kaitannya
cerita ini pada masa kini adalah supaya mampu menjadi pemimpin yang bijaksana
dalam menjalani sistem pemerintahan karena pada masa kini sangat sulit kita
menemukan karakter pemimpin seperti halnya sang raja.
Nilai pengetahuan juga dapat kita lihat melalui cupikan di bawah ini.
“ Sementare raden Mas Jaye Kusume
leq akhir jari Datu telang eleq wilayah Lombok tengaq leq dalem gunung maje
Sekang. Sementare Abdul Razak ndekne teketaon secare pasti embe entahne
merentah. Laguk araq pendaren ntan Abdul Razak tepaleq isiq kerajaan Majapahit
saq merase ndeqne suke seneng ntane saq keberhasilan Datu Wakh sino. Ceriten Abdul Razak pelai juk
daye kenyengken saq sampe leq timuq sekotong. Datu sereminang idul atawe penoq
ie ampune teparan aran Empol, saq artine pade atawe limpah.”
Melalui kutipan di atas nilai pengetahuan yang dapat kita petik adalah sang
raja yang kedua juga mewarisi kebijaksanaan dalam memimpin rakyatnya. Kaitannya
dengan masa kini adalah jarang sekali para pemimpin yang mewarisi bapaknya
dalam mengelola sistem pemerintahan yang sedang dijalakannya. Dan alangkah
baiknya para pemerintah bisa mencontohi sikap yang ada pada raja Datu Kedaro
Sekotong.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan nilai-nilai kultural yang terdapat
dalam legenda rakyat sasak Datu Kedaro Kecamatan Sekotong meliputi nilai
Sosial, nilai Religius, nilai Moral dan nilai Pengetahuan. Keempat nilai
tersebut termasuk ke dalam nilai kultural karena semua sistem nilai tersebut
membentuk suatu peradaban yang dapat diwariskan menjadi suatu budaya bagi
masyarakat sekitar.
Penjelasan mengenai nilai-nilai kultural tersebut lebih
rinci diuraikan sebagai berikut.
1)
Nilai Sosial
Nilai sosial yang terdapat dalam
legenda rakyat sasak Datu Kedaro tersebut yaitu tentang nilai gotong royong
atau kerjasama, nilai gotong royong dalam masyarakat merupakan teradisi budaya
yang harus dilestarikan dalam rangka menjaga hubungan kerjasama antar masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah.
2)
Nilai Religius
Nilai religius dalam legenda
yang dapat dimasukan ke dalam nilai kultural atau budaya yaitu tentang nilai
ketakwaan kepada tuhan yang maha esa. Nilai ketakwaan mesti harus diajarkan dan
dibudayakan sehingga warisan terpenting dalam kehidupan adalah nilai keimanan
kepada tuhan yang maha esa. Oleh sebab itu kita dianjurkan untuk beriman kepada
tuhan yang maha esa, tuhanlah tempat semua manusia wajib beriman.
3)
Nilai Moral
Nilai moral yang terdapat dalam
legenda rakyat sasak Datu Kedaro yaitu tentang tata etika yang dicontohkan oleh
sang Raja atau Masyarakat dalam mengelola sistem kehidupan bermasyarakat,
sistem nilai etika tersebut, penting
untuk diwariskan agar generasi yang akan dapat memiliki nilai etika yang tinggi
sehingga jujur dan mampu adil dalam mengelola kehidupan bermasyarakat.
4)
Nilai Pengetahuan
Nilai pengetahuan yang terdapat
dalam legenda Datu Kedaro yaitu nilai
kebijaksanaan seorang Raja atas semua semua pengetahuan dan akal pikiran yang
dimiliki dalam menentukan atau menyelesaikan semua masalah. Kebijaksanaan
penting diwariskan menjadi suatu budaya agar kita tidak semena-mena dalam
bertindak. Nilai kebijaksanaan muncul berdasarkan kejernihan pikiran dan akal
budi yang harus tetep di jaga sehingga menuntun semua sikap dan tingkah laku
kita.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat
SasakDatu Kedaro Kecamatan Sekotong dapat disimpulkan bahwa cerita ini dapat
memberikan nilai-nilai positif di kalangan masyarakat sasak karena struktur
cerita ini sangatlah patut dijadikan contoh di tengah-tengah masyarakat dan di
kalangan para pemerintah pada umumnya.
Adapun
nilai-nilai kultural yang terkandung dalam Legenda Rakyat Sasak Datu Kedaro,
meliputi (1) nilai sosial meliputi adanya kerjasama antar masyarakat dengan
seorang raja nilai ini sangatlah tinggi
nilainya di tengah masyarakat, hubungannya dengan masyarakat adalah timbulnya
kerjasama antar masyarakat dan gotong royong dalam bermasyarakat, lalu
hubungannya dengan pemerintah adalah nilai-nilai ini perlu dilestarikan antar
masyarakat dengan pemerintah.(2) nilai relegius atau agama merupakan nilai yang
cukup penting dalam menjalani sebuah kehidupan dan agama merupakan wadah yang
sangat komplit dalam meningkatkan iman dan taqwa nilai ini berhubungan dengan
keimanan dan keyakinan sehingga dengan keyakinan itu timbul sifat ketakwaan. (3)
nilai moral karena nilai moral merupakan nilai utama yang ditemukan dalam
sebuah era atau bangsa, contohnya tentang tata etika yang dilakukan oleh raja
atau masyarakat dalam mengelola sistem kehidupan bermasyarakat. (4) nilai
pengetahuan merupakan nilai yang sangat utama dalam mencari suatu kebenaran dan
sesuai dengan konsep keilmuannya, pengetahuan tentang kebijaksanaan seorang
raja atas semua pengetahuan dan akal pikiran yang dimiliki dalam menentukan
atau menyelesaikan semua masalah.
5.2 Saran
1)
Penelitian tentang “Nilai-nilai Kultural dalam Legenda Rakyat Sasak Datu
Kedaro Kecamatan Sekotong” ini menjadi salah satu penelitian
tentang sastra klasik yang bermanfaat dan bisa memberikan tambahan pengetahuan
bagi seluruh pembaca. Semoga dapat dijadikan sebuah pedoman untuk
penelitian-penelitian selanjutnya
dan bermanfaat bagi dunia pendidikan.
2)
Dengan
adanya hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi penggugah minat para
pembaca untuk lebih mencintai karya
sastra khususnya cerita rakyat.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, 2002. Prosudur Penelitian. Jakarta:
rineka Cipta.
Danandjaja, J. (1984) Folkor
Indonesia : Ilmu gosip, dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers.
Esten
Mursal, 1990. Sastra Indonesia dan Tradisi Subkultural. Bandung: Angkasa.
Hamimi, 1999. Penelitian. Yogyakarta: Gajah Mada
Universiti Press.
Margono. S. MetodologiPenelitian. Bandung: Rineka
Cipta.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta:
Rajawali Press.
Moelono. Anton dkk, 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta.
Moch. Nazir,
1995. Metode Penelitian. Jakarta: Galih Indoonesia.
Nawawi. Hadari, 2005. Managmen Strategik Organisasi
Non Frofit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan.
Yogyakarta: Gajah Mada Univertity Press.
Nurgiyantoro,
Burhan. B, 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Saifuddin, Anwar. 1998. Metode Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Saini
K. M. Dan Jakob Sumajo, 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakrta: PT. Gramedia.
Sanafiah Faisal, 2007. Metode Penelitian Pendidikan.
Jakarta: Usaha Nasional.
Semmi. Attar, 1985. Krimik Sastra. Bandung:
Angkasa.
Suroto, 1989.Apresiasa Sastra Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Tarigan,
Henry Guntur. 1981. SEKELUMI Catatan Mengenai Apresiasi Sastra (Seri Sari
Kuliah Sastra. No. 1 dan 2). Bandung
FKS- IKIp.
Teuw,
A.1994. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengaturan Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.
Usman,
Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
Bumi Aksara
Mahsun.
2015. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, Dan Tekniknya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies, Theory and
Practice. Diterjemahkandengan judul Cultural Studies Teori dan Praktik oleh
Nurhadi. KreasiWacana: Bantul.
Agger, B., 2009, Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan
Implikasinya, Bantul:
Kreasi Wacana.
Amir
Piliang, Yasraf. 2003. Hipersemiotik:
Tafsir Cultural Studies atas matinya Makna. Yogyakarta: Jalastura.
Luxemburg,
Jan van dkk. 1989. Tentang Sastra. Diindonesikan AkhadiatiIkram.
Jakarta: Intermasa-Ildep.
Luxemburg,
Jan van et al. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan Dick
Hartoko. Jakarta: Gramedia.
0 komentar: