Tuesday, July 25, 2017

ANALISIS PENALARAN PARAGRAF PADA TEKS BERITA UTAMA SURAT KABAR LOMBOK POST

SKRIPSI
ANALISIS PENALARAN PARAGRAF PADA TEKS BERITA UTAMA SURAT KABAR LOMBOK POST
EDISI APRIL 2015



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (SI) Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram                   




Oleh:




PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2016






HALAMAN PERSETUJUAN


SKRIPSI

ANALISIS PENALARAN PARAGRAF PADA TEKS BERITA UTAMA SURAT KABAR LOMBOK POST
EDISI APRIL 2015



Telah memenuhi syarat dan disetujui
Tanggal,                      2016






Pembimbing I                                                            Pembimbing II





Drs. Akhmad H. Mus, M.Hum.                               Erwin, M.Pd.
NIDN 0822086002                                                     NIDN 0809108401






Menyetujui:

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram
Ketua Program Studi,




HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

ANALISIS PENALARAN PARAGRAF PADA TEKS BERITA UTAMA SURAT KABAR LOMBOK POST
EDISI APRIL 2015


Skripsi atas nama Isti Amini telah dipertahankan di depan dosen penguji
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram
Tanggal, 6 Agustus 2016


Dosen Penguji:

(Drs. Akhmad H. Mus, M.Hum.
NIDN 0822086002

       (Ketua)
(……………………………)




(Dr. Halus Mandala, M.Hum.
NIDN 0028115706

(Anggota)
(…………………………....)




(Habiburrahman, M.Pd.
NIDN 0824088701

     (Anggota)
(…………………………....)          


Mengesahkan:
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
Dekan,

Syafril, S.Pd, M.Pd.
NIDN 0813037501

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Program Studi Pendidikan BahasaSastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Mataram menyatakan bahwa:
Nama        : Isti Amini
NIM          : 11111A0073
Alamat      : Gerung
Memang benar skripsi  yang berjudul “Analisis penalaran paragraf pada teks berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015adalah asli  karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik di tempat manapun.
Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing. Jika terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah dipublikasikan, memang diacu sebagai sumber dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Jika di kemudian hari pernyataan saya ini terbukti tidak benar, saya siap mempertanggung jawabkan, termasuk bersedia menanggalkan gelar keserjanaan yang saya peroleh.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sadar tanpa tekanan dari pihak manapun.
Gerung,    Februari 2016
Yang Membuat Surat Pernyataan


KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga skripsi Analisis Penalaran Paragraf pada Teks Berita Utama Surat Kabar Lombok Post Edisi April 2015 dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Strata Satu ( S-1 ) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis seyogyanya mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada :
1.        Drs. Mustamin H. Idris, MS. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram.
2.        Syafril, S.Pd, M.Pd.  selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram.
3.        Sri Maryani, M.Pd. selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra.
4.        Drs. Akhmad H. Mus, M. Hum. Selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
5.        Erwin, M.Pd. Selaku dosen pembimbing II, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang juga telah memberi kontribusi memperlancar penyelesaian skripsi ini.
MOTTO

Membahagiakan kedua orang tua dan
keluargaku Adalah tujuan hidupku
Menjadi anak yang berilmu, beriman
 dan berbakti adalah cita-citaku
tiada yang bisakitaandalkankecualidirikita
sendiridengansemangatdando’a.
Ketika Allah SWT mengatakan “Mungkin”
Maka tidak ada ada yang “Tidak Mungkin”.


PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk
v Bapak dan Ibu  tercinta, H. Apudin, S.Pd dan H. Miati  yang telah menyediakan telaga surga di telapak kakinya yang di bawahnya mengalir kasih dan doa, sehingga tiada harga selain membahagiakan dan berbakti kepadanya, Amiiin.. Untuk  saudaraku yang aku sayangi. Kakak-Kakakkuku Pera Astuti, S.Pt, Budi Afandi, S.H, Laily Apriani, A.Md.Gz dan Sri Sumartini, A.Md.Far. Terimakasih telah membantu dan memberikan dukungan serta semangat untukku sehingga skripsiku dapat terselesaikan. Kalian adalah motivasiku.
v Untuk semua senyum semangat kalian. Keponakan-keponakanku tersayang, Naura Assyifa, Sofia Azzahra, Nayla Arkina dan Aisyah Ishadi Putri.
v Seseorang yang dengan penuh cinta selalu menemani dan memberikan motivasi terhadapku selama ini, Fatwa Muzanni.
v Sahabat Tercinta, sahabat seprjuangan yang selalu membantu dan berjuang bersamaku, Imam Muhadi, Nina Diah M, Irawati Kasmi, dan Hilviatun.
v Teman-teman seperjuangan dan almamater tercinta.





Isti Amini. 2016. Analisis Penalaran Paragraf Pada Teks Berita Utama Surat Kabar Lombok Post Edisi April 2015. Skripsi. Mataram:  Universitas Muhammadiyah Mataram.

Pembimbing 1: Drs. Akhmad H. Mus, M.Hum.
Pembimbing 2: Erwin, M. Pd.

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang bentuk penalaran paragraf. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menganalisis dan mengetahui bentuk penalaran paragraf apa yang digunakan dalam teks berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai jawabannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai intsrumen kunci, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik dokumenter dan teknik telaah isi, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis data dalam penelitian ini akan disajikan dengan menggunakan metode penyajian formal. Hasil penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi, klasifikasi, dan interpretasi dan kemudian menentukan bentuk penalaran  yang digunakan dalam teks berita utama Lombok Post Edisi April 2015. Adapun hasil penelitian pada teks berita utama Lombok Post edisi April 2015 yaitu, persentase penggunaan penalaran dengan pola campuran sebanyak 47 persen, deduktif 38 persen, dan sisanya sebanyak 15 persen menggunakan pola induktif.  Dari ketiga bentuk penalaran paragraf tersebut, pada teks berita utama surat kabar Lombok Post cenderung menggunakan bentuk penalaran campuran.


Kata Kunci : Penalaran Paragraf, Teks Berita.



  

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................. iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................. v
HALAMAN MOTTO............................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................... viii
ABSTRAK................................................................................. ix
DAFTAR ISI.............................................................................. x
BAB  I  PENDAHULUAN
      1.1 Latar Belakang................................................................. 1
      1.2 Rumusan Masalah............................................................ 3
      1.3 Tujuan Penelitian............................................................. 3
      1.4 Manfaat Penelitian........................................................... 3
1.4.1 Manfaat Teoretis........................................................... 3
1.4.2 Manfaat Praktis............................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI
      2.1 Peneltian yang Relevan.................................................... 5
      2.2 Kerangka Teori................................................................ 7
2.2.1 Bahasa........................................................................... 7
2.2.2 Paragraf......................................................................... 10
2.2.3 Penalaran....................................................................... 15
BAB III METODE PENELITIAN
      3.1 Rancangan Penelitian....................................................... 20
      3.2 Data dan Sumber Data.................................................... 20
3.2.1 Data.............................................................................. 20
3.2.2 Sumber Data................................................................. 21
3.3 Teknik Pengumpulan Data............................................... 21
3.3.1 Teknik Dokumenter...................................................... 21
3.3.2 Teknik Telaah Isi........................................................... 22
3.4 Analisis Data.................................................................... 22
3.5 Cara Penyajian Hasil Analisis Data................................. 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
      4.1 Penalaran dengan Pola Deduktif..................................... 25
4.2 Penalaran dengan Pola Induktif...................................... 34
4.3 Penalaran dengan Pola Campuran................................... 39
      4.4 Pembahasan..................................................................... 52
BAB V PENUTUP
      5.1 Simpulan.......................................................................... 55
      5.2 Saran................................................................................ 55


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kehidupan masyarakat sulit dipisahkan dari keterlibatan jurnalistik. Kehadiran informasi merupakan suatu kebutuhan manusia yang sangat diperlukan pada abad modern ini. Dikatakan demikian karena media massa mampu menumbuhkan motivasi bagi masyarakat untuk memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya.
Surat kabar merupakan salah satu media yang berpengaruh besar dalam menyampaikan berita atau informasi. Surat kabar adalah lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termasa dan aktual mengenai apa saja dan di mana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca (Effendy, 1993:241).  
Pada awalnya surat kabar sering kali diidentikkan dengan pers, namun karena pengertian pers sudah luas. Di mana media elektronik sekarang ini sudah dikategorikan dengan media juga. Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk menyajikan berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan masyarakat pada umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern seperti sekarang ini. Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu setiap saat kepada pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan interpretasi mengenai beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari masyarakat menggantungkan dirinya kepada pers untuk memperoleh informasi.
Surat kabar juga ikut berperan dalam meningkatkan sumber daya manusia, khususnya pembaca surat kabar melalui tulisan-tulisan yang berkualitas. Setiap pembaca mampu meningkatkan keterampilan dan pemikirannya untuk dapat membahas berita dalam surat kabar. Di dalam surat kabar terdapat berita utama. Berita utama adalah suatu berita yang dianggap paling layak untuk dimuat di halaman depan, dengan judul yang menarik perhatian dan menggunakan tipe huruf lebih besar dari suatu surat kabar (Djunaidy, 1990:19).
Dalam menulis teks, baik dalam sebuah karangan atau penulisan teks berita, tentunya selalu dijumpai susunan dari banyak kata yang membentuk kalimat. Kalimat-kalimat tersebut harus dihubungkan lagi sehingga terbentuk sebuah paragraf. Paragraf  adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat (Finoza, 2004:149). Membentuk suatu paragraf dan dapat memahami isi teks tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Salah satu contohnya adalah menganalisis pola penalaran paragraf  pada suatu teks bukan perkara yang mudah untuk dilakukan pembaca, diperlukan pemahaman yang mendalam agar pembaca dapat memahami penggunaan penalaran apa yang terdapat pada teks tersebut.
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Pola penalaran paragraf terdiri dari: pola penalaran induktif, pola penalaran deduktit dan pola penalaran campuran. Pola penalaran paragraf induktif dibagi tiga yaitu: generalisasi, analogi, dan kausal. Pengidentifikasian secara formal suatu paragraf begitu mudah, karena secara visual paragraf  biasanya ditandai adanya indensasi, untuk menentukan pola penalaran paragarf bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Pembaca harus benar-benar  memiliki pemahaman dan ketelitian agar dapat menentukan pola penalaran paragraf apa yang digunakan. Inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk menganalisis penalaran paragraf pada teks berita utama dalam surat kabar Lombok post edisi April 2015, agar setiap pembaca mampu meningkatkan keterampilan dan pemikirannya untuk dapat membahas berita dalam surat kabar tersebut kemudian menyimpulkan penalaran apa yang terdapat pada teks tersebut.
1.2    Rumusan Masalah
Mencermati latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimanakah bentuk penalaran paragraf pada teks berita utama surat kabar Lombok post edisi April 2015 ?
1.3    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk penalaran paragraf apakah yang digunakan dalam teks berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015.
1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1   Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini dapat dimanfaat untuk memeperkaya konsep dan teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan bahasa khususnya yang terkait dengan penalaran paragraf dalam surat kabar.

1.4.2   Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan  dapat memberikan banyak manfaat untuk berbagai pihak. Adapun pihak-pihak yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.   
1)      Bagi pendidikan, dapat menjadi salah satu sumber bahan pengajaran bahasa Indonesia.
2)   Bagi pembaca, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang bahasa Indonesia khususnya dalam masalah penalaran paragraf.
3)   Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan  serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori tentang penalaran paragraf yang telah diperoleh selama perkuliahan.
4)      Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang studi bahasa Indonesia khususnya masalah penalaran  paragraf.
  
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1    Penelitian yang Relevan
     Penelitian yang relevan dengan penelitin yang akan dilakukan peneliti pernah dilakukan sebelumnya oleh Muzakir Saif (2010) dengan judul “KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN KALIMAT TOPIK MENJADI PARAGRAF pada SISWA KELAS IV SDN SUKARAJA TAHUN PELAJARAN 2009-2010“. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa: (a) kemampuan individual siswa adalah nilai rata-rata siswa 68,26  kemampuan sedang dengan ketuntasan 82,35 % dari jumlah siswa 34 orang, (b) kemampuan kelompok nilai rata-rata siswa 73,50 kategori tinggi dengan ketuntasan 100%, (c) upaya peningkatan menggunakan metode tugas berbentuk subjektif dengan pedoman penilaian yang telah ditetapkan dapat diketahui bahwa kemampuan mengembangkan kalimat topik menjadi paragraf pada siswa  kelas IV SDN 4 Sukaraja tahun 2009-2010 menunjukan adanya peningkatan. Adapun  kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah kesamaan materi yang diteliti yaitu terkait dengan paragraf. Skripsi tersebut meneliti tentang pengembangan kalimat topik menjadi paragraf sedangkan peneliti akan meneliti terkait dengan pola penalaran paragraf. Perbedaan yang paling mendasar terletak pada objek yang diteliti, skripsi di atas meneliti siswa dengan memberikan materi terkait dengan judul penelitiannya, sedangan peneliti memilih koran (paragraf pada koran) sebagai objek untuk diteliti. Selain itu perbedaannya juga terletak pada rancangan penelitiannya, skripsi di atas menggunakan PTK (penelitian tidakan kelas) sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penelitian lain yang juga relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah  penelitian yang dilakukan oleh Titi Asniawati (2014) dengan judul “ANALISIS PEMAKAIAN HURUF KAPITAL dan KESALAHAN PENULISAN KATA pada TAJUK RENCANA KORAN LOMBOK POST PERIODE 2013“. Berdasarkan hasil penelitiannya, peneliti mengungkapkan kesalahan-kesalahan pemakaian kata yang terjadi pada tajuk rencana koran Lombok Post meliputi: (a) kesalahan penulisan huruf kapital yaitu penulisan nama bulan yang ditulis dengan huruf kecil dan penulisan huruf kapital,  (b) kesalahan penulisan kata berimbuhan yaitu, kesalahan awalan atau prefiks,  kesalahan akhiran atau sufiks dan kesalahan konfiks. Kesalahan penulisan kata depan di dan ke paling banyak ditemukan dalam penelitian ini. Adapun persamaan skripsi di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti dengan menggunakan objek koran, selain itu persamaan lainnya terletak pada rancangan penelitian yang dilakukan yaitu sama-sama menggunakan metode deskriptif kualitatif. Terdapat perbedaan antara skripsi di atas dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, skripsi ini menganalisis kesalahan ejaan yang terdapat pada tajuk rencana koran, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah menganalisis bentuk penalaran paragraf pada teks berita pada koran tersebut.
  
2.2    Kerangka Teori
2.2.1   Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan secara lisan maupun secara tertulis (Rohmadi dan Yakub, 2010:11). Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Dalam pendidikan formal di SMA, bahasa adalah alat komunikasi. Sedangkan definisi bahasa menurut Sapir, Badudu, dan Keraf bahasa itu tidak menonjolkan fungsi, tetapi menonjolkan sosok bahasa itu. Definisi bahasa yang sejalan dengan pakar lain, kalau dibutiri akan didapatkan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri itu antara lain, adalah: (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvesional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial , dan (13) bahasa itu merupakan identitas penutupnya (Chaer, 2007:32-33).
Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk suatu kesatuan. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersususn menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem atau sistem bawahan. Di sini dapat disebutkan, anatara lain: subsitem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsitem semantik. Bandingkanlah dengan sebuah sepeda yang terdiri juga dari subsistem kemudi, subsitem pedal, dan subsitem roda. Tiga unsur dalam setiap subsistem juga tersusun menurut aturan atau pola tertentu, yang secara keseluruhan memebentuk satu sistem. Jika tidak tersusun menurut atauran atau pola tertentu , maka subsistem itu pun tidak dapat berfungsi. Jenjang subsistem ini dalam lingusitik dikenal dengan nama tataran linguistik atau tataran bahsa. Jika diurutkan dari tataran yang terendah sampai tataran yang tertinggi, dalam hal ini yang menyangkut ketiga subsitem struktural di atas adalah tataran fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Tataran fonem masuk dalam bidang kajian fonologi, tataran morfem dan kata masuk dalam bidang kajian morfologi, tataran frasa, klausa, kalimat dan wacana masuk dalam bidang kajian sintaksis. Tetapi perlu dicatat, bahwa kata selain dikaji dalam morfologijuga dikaji dalam sintaksis. Dalam morfologi, kata menjadi satuan terbesar, sedangkan dalam sintaksi menjadi satuan terkecil. Dalam kajian morfologi kata itu dikaji struktur dan proses pembentukannya, sedangkan dalam sintaksi dikaji sebagai unsur pembentuk satuan sintaksi yang lebih besar.
Berikut merupakan definisi secara ringkas tiap-tiap subsistem bahasa dari yang terkecil sampai terbesar.
1)                  Fonem, fonem adalah bunyi-bunyi yang berpotensi sebagai pembeda makna (Wijana, 2009:22). Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut lalu membandingkannya dengan suatu bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama, kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu. Misalnya, kata Indonesia laba atau raba. Kedua kata itu mirip, masing-masing terdiri empat buah bunyi, yang pertama mempunyai bunyi /l/. /a/, ./b/, dan /a / dan yang kedua mempunyai bunyi /r/, /a/. /b/, dan /a/ (Chaer, 2007:125).

2)                  Morfem, morfem adalah satuan gamatikal terkecil yang berperan sebagai pembentuk kata (Wijana, 2009:33). Menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem (Chaer, 2007:147).

3)                  Kata, kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas yang lebih kecil lagi (Wijana, 2009:33). Kata sering kita dengar dan sering kita gunakan. Apakah kata itu ?  para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini kirannya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang disebut kata itu. Batasan kata yang umum kita jumpai dalam berbagai buku lingusitik umum Eropa adalah bahwa kata merupakan bentuk yang, ke dalam mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berubah dan ke luar mempunyai kemungkinan mobilitasdi dalam kalimat. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi atau diselang oleh fonem lain. Jadi misalnya, kata sikat urutan fonemnya adalah /s/, /i/, /k/, /a/, dan /t /. Urutan itu tidak dapat diubah misalnya menjadi /s/, /k/, /a/, /i/, dan /t/ atau diselipi fonem lain misalnya, menjadi /s/, /i/, /u/ /k/, /a/, dan /t/. Kedua, setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat atau tempatnya dapat diisi atau digantikan oleh kata lain (Chaer, 2007:162).

4)                  Frase, frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Baik dari definisi yang pertama maupun yang kedua kita lihat bahwa yang namanya frase itu pasti terdiri dari lebih dari sebuah kata. Dari definisis itu juga trelihat bahwa frase adalah konstruksi nonpredikatif. Ini berarti, hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase itu tidak berstruktur subjek- predikat atau berstruktur predikat-objek. Oleh karena itu, konstruksi seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase. Dari definisi itu terlihat pula bahwa frase adalah konstituen pengisis fugsi-fungsi sintaksis. Oleh karena itu dapat dikatakan kelompok kata-kata yang berbeda (Chaer, 2007:222).

5)                  Kalimat, kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh lagu akhir selesai baik lagu akhir selesai turun maupun naik (Wijana, 2009:56). Kalimat itu sesuatu yang digunakan langsung dalam berbahasa, maka para tata bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan. Dari rumusan yang disimpulkan, bahwa yang penting atau menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Konstituen dasar itu biasanya berupa klausa, jadi kalau pada sebuah klausa diberi intonasi final maka akan terbentuklah kalimat (Chaer, 2007:240)

6)                  Paragraf, paragraf adalah satu kesatuan ekspresi yang terdiri atas seperangkat kalimat yang dipergunakan oleh pengarang sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan jalan pikirannya kepada para pembaca (Tarigan, 2009:7). Paragraf dapat terdiri dari satu atau sekelompok kalimat yang saling berkaitan (Kridalaksana, 2008:173). Paragraf atau sering juga disebut alinea merupakan bagian dari suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru dan merupakan suatu kesatuan pikiran yang berisikan satu ide pokok dalam rangkaian kalimat-kalimat. Jadi paragraf merupakan kumpulan beberapa kalimat yang mengandung satu ide pokok dan merupakan bagian dari sebuah karangan utuh yang mendukung topik pembicaraan karangan tersebut.

7)                 Wacana,  banyak dan berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian banyak definisi yang dan yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan wacana lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar (Chaer, 2007:267).


2.2.2   Paragraf
Kita sering mendengar istilah paragraf. Istilah tersebut sering digunakan, baik dalam percakapan maupun dalam kegiatan-kegiatan pertemuan. Paragraf adalah satu kesatuan yang terdiri atas seperangkat kalimat yang dipergunakan oleh pengarang sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan jalan pikirannya kepada para pembaca supaya pikiran tersebut dapat diterima oleh pembaca. Paragraf  harus tersususn secara logis-sistematis. Alat bantu unuk menciptakan susunan logis-sisitematis itu adalah unsur-unsur penyususnan paragraf, seperti transisi, kalimat topik, kalimat pengembang, dan kalimat penegas (Tarigan, 2009:7-15).
1)        Transisi adalah mata rantai penghubung antar-paragraf. Transisi berfungsi sebagai penghubung jalan pikir dua paragraf yang berekatan. Transisi tidak selalu harus ada dalam paragraf. Kehadiran transisi dalam paragraf bergantung pada pertimbangan pengarang.
2)        Kalimat topik, dalam bahasa Inggris, kita mengenal istilah-istilah, major point, main idea, central idea, dan topic sentence. Keempat-empatnya bermakna sama mengacu kepada pengertian kalimat topik. Dalam bahasa Indonesia, kita pun mengenal istilah-istilah seperti pikiran utama, pokok pikiran, ide pokok, dan kalimat pokok. Kalimat topik adalah perwujudan pernyataan ide pokok paragraf dalam bentuk umum atau abstrak
3)        Kalimat pengembang, susunan kalimat pengembang tidak sembarangan. Urutan kalimat pengembang sebagai perluasan  pemaparan ide pokok yang bersifat abstrak menuruti hakikat ide pokok. Pengembangan kalimat topik yang bersifat kronologis, biasanya menyangkut hubungan antara benda atau kejadian dan waktu. Urutannya masa lalu, kini, dan yang akan datang. Bila pegembangan kalimat topik berhubungan dengan jarak, hal ini biasanya menyangkut hubungan antara benda, peristiwa atau hal, dan ukuran jarak. Urutannya dimulai dari jarak yang paling dekat, lebih jauh, dan paling jauh. Bila pengembangan kalimat topik berhubungan dengan sebab-akibat, kemungkinan urutannya sebab dinyatakan terleboi dahulu lalu diikuti akibatnya. Atau sebalinya, akibatnya dinyatakan pertama-tama baru dipaparkan sebabnya. Penyususnan urutan kalimat pengembang yang berdasarkan urutan nomornya dimulai dari kejadian pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
4)        Kalimat Penegas adalah elemen paragraf yang keempat dari terakhir. Elemen pertama adalah transisi, elemen kedua adalah kalimat topik, elemen ketiga adalah kalimat pengembang. Fungsi kalimat penegas ada dua. Pertama, kalimat penegas sebagai pengulang atau penegas kembali kalimat topik. Kedua, kalimat penegas sebagai daya penarik bagi para pembaca atau sebagai selingan untuk menghilangkan.

Paragraf merupakan rangkaian kalimat yang saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan pokok pembahasan. Paragraf umunya terdiri dari beberapa kalimat. Kalimat-kalimat tersebut saling berkaitan satu sama lain dan mengusung satu pokok pikiran tertentu. Paragraf juga terdiri dari unit pikiran atau perasaan yang biasanya tersusun atas beberapa unit kalimat yang bertindak sebagai bagan dari unit yang lebih besar (Akhadiah, 1988:144). Adapun syarat pembentukan suatu paragraf adalah sebagai berikut ( Rohmadi dan Yakub, 2010: 43-47).
1)      Kesatuan Paragraf
Setiap paragraf harus memiliki suatu gagasan pokok. Gagasan pokok tersebut dituangkan dalam kalimat topik, maka gagasan pokoknya perlu dikembangkan secara rinci. Apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari satu gagasan pokok maka paragraf itu tidak memiliki kesatuan, untuk mengatasinya  dua gagasan pokok itu harus dipisahkan ke dalam dua paragraf yang berbeda sehingga masing-masing paragraf akan memiliki kesatuan.
2)      Kepaduan Paragraf (koherensi)
Kalimat yang membangun paragraf biasanya terdiri dari empat sampai delapan kalimat. Kalimat-kalimat dalam paragraf itu harus memiliki kepaduan  yang dibangun dari kalimat topik. Kepaduan antar kalimat dalam paragraf itu meliputi dua macam, yakni kepaduan makna dan kepaduan bentuk. Kepaduan makna adalah kepaduan informasi yang disebut koherensi dan kepaduan dibidang bentuk disebut kohesi. Paragraf yang memiliki kepaduan informasi bersifat koheren dan kepaduan dibidang bentuk berifat kohesif.
3)      Kelengkapan Paragraf
Syarat ketiga pembentukan paragraf yang baik adalah adanya kelengkapan. Kelengkapan paragraf ini sangat penting sebab informasai yang disampaikannya dapat tuntas. Untuk itu, kalimat-kalimat pendukung harus dapat memberikan kejelasan kalimat topik. Paragraf dapat dikatakan memiliki kelengkapan jika kalimat topiknya dapat dikembangkan dengan kalimat pendukung yang cukup.

Adapun fungsi paragraf, yaitu (1) Sebagai penampung dari sebagian kecil atau ide pokok keseluruhan karangan dan (2) memudahkan pemahaman jalan pikiran atau ide. Paragraf yang baik selalu berisi ide pokok. Ide pokok itu merupakan bagian yang integral dari ide pokok yang terkandung dalam keseluruhan karangan. Ide pokok pragraf tidak hanya merupakan bagian dari ide pokok keseluruhan, tetapi juga memiliki relevansi dan menunjang ide pokok tersebut. Melalui ide pokok yang tersirat dari setiap paragraf, pembaca akan sampai pada pemahaman total (Tarigan, 2009:5).     
Jenis-jenis paragraf ditinjau dari letak kalimat pokok paragraf terbagi menjadi: paragraf deduktif, induktif, campuran dan narasi deskripsi.
a.    Paragraf deduktif, paragraf yang kalimat topiknya terletak di awal paragraf. Kalimat topik tersebut dikembangkan dengan pemaparan atau pun deskripsi sampai bagian-bagan kecil sehingga pengertian kalimat topik yang bersifat umum menjadi jelas (Tarigan, 2009:26).
b.    Paragraf induktif, adalah paragraf yang kalimat topiknya terletak di akhir paragraf. Paragraf dimulai dengan penjelasan bagian-bagian kongkret atau khusus yang dituangkan dalam beberapa kalimat pengembang (Tarigan, 2009:27)
c.    Paragraf campuran, paragraf yang kalimat topiknya terdapat pada kalimat pertama dan kalimat terakhir. Paragraf dimulai dengan kalimat topik disusul kalimat pengembang dan diakhiri kalimat penegas (Tarigan, 2009:27).
d.   Paragraf narasi deskripsi, paragraf yang memiliki kalimat topik dan kalimat pengembang. Semua kalimat yang terdapat pada paragraf merupakan kalimat topik.
Jenis-jenis paragraf ditinjau dari isinya dibedakan menjadi: paragraf eksposisi, deskripsi, argumentasi, persuasi, dan narasi
a.       Paragraf eksposisi, adalah paragraf yang tulisannya memaparkan susuatu fakta atau kejadian dan memberikan informasi mengenai sebuah teori, teknik, kiat atau petunjuk sehingga orang yang membacanya akan bertambah wawasan. Ciri-ciri paragraf eksposisi adalah:mengandung informasi di dalamnya, karya tulis yang bersifat nonfiksi atau ilmiah, bertujuan menjelaskan dan memaparkan suatu kejadian dan peristiwa, dan berdasarkan fakta.
b.      Paragraf deksripsi, adalah merupakan gagasan pokok yang menggambarkan suatu objek sehingga para pembaca seakan dapat melihat, mendengar atau merasakan objek tersebut secara langsung.
c.       Paragraf persuasif, adalah paragraf yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca  disertai dengan fakta-fakta dan bukti  untuk mendukung paragraf persuasif agar pembaca melaksanakan atau menerima gagasan penulis terhadap suatu hal.
d.      Paragaraf argumentasi, paragraf yang berisi ide atau gagasan dengan bukti-bukti yang kuat dan alasan yang mendukung untuk meyakinkan pembaca dengan isinya yang mengemukakan suatu pendapat yang diyakini.
e.       Paragraf narasi, paragraf yang menceritakan rangkaian  kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya kejadian tersebut.
2.2.3   Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empiris) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya yang tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Penalaran adalah proses berfikir dengan mengubungkan bukti-bukti, fakta,  petunjuk atau eviden menuju kepada suatu kesimpulan (Keraf, 1985:5).  Adapun ciri-ciri penalaran yakni, (1) adanya suatu pola pikir yang secara luas disebut logika, (2) bersifat analitis yakni kegatan penalaran tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam merangkai petunjuk-petunjuk ke dalam suatu pola tertentu, dan (3) bersifat rasional.
Pola Penalaran paragraf dibagi menjadi tiga pola yaitu pola penalaran induktif, pola penalaran deduktif dan pola  penalaran campuran (Tarigan, 2009: 25).
1)         Pola penalaran induktif
Pola penalaran induktif  atau yang berpolakan khusus –umum  adalah suatu proses berpikir yang berupa penarikan kesimpulan yang umum atau dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus. Artinya, dari fakta-fakta yang ada dapat ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulan umum yang diperoleh melalui suatu penalaran induktif ini bukan merupakan bukti. Hal tersebut dikarenakan aturan umum yang diperoleh dari pemeriksaan beberapa contoh khusus yang benar, belum tentu berlaku untuk semua kasus. Paragraf yang berpolakan induktif khusus-umum, kerangka paragraf yang tergolong dalam kategori induktif adalah kalimat pengembang dan kalimat topik (Tarigan, 2009:26).
 Aspek dari Pola penalaran induktif dibagi menjadi 3 bagian, yaitu generalisasi, analogi dan kausal.
a.     Generalisasi
Sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sebagaian dari gejala serupa. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang   dilakukan dengan cara itu disebut dengan generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Contoh :
Murid laki-laki itu pergi ke sekolah, dia memakai seragam sekolah.
Murid perempuan itu pergi ke sekolah, dia memakai seragam sekolah.
Generalisasi : Semua murid yang pergi ke sekolah memakai seragam sekolah.

b.    Analogi
Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama. Pengembangan analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah terkenal umum dengan yang tidak dikenal umum. Analogi sangat tepat untuk menganalogikan sesuatu yang belum dipahami dengan sesuatu yang sudah sagat dikenal. Paragraf dengan pola analogi atau perbandingan yakni paragraf yang berisikan perbandingan akan dua hal. Kalimat topik tersebut dikembangkan dengan memerinci perbandingan tersebut dalam bentuk yang kongkret atau bagian-bagian kecil (Tarigan, 2009:28).
Contoh:
            Struktur suatu karangan atau buku pada hakikatnya mirip atau bersamaan dengan struktur suatu pohon. Bila pohon dapat diuraikan menjadi pkk (batang), dahan, ranting, dan daun maka karangan pun dapat diuraikan menjadi tubuh (body) bab, subbab, dan paragraf. Batang sebanding dengan tubuh (body) karangan, cabang sebanding dngan bab ranting dengan subbab, dan daun sebanding dengan paragraf.

c.     Kausal (sebab-akibat)
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab. Paragraf  kausal atau  sebab-akibat, Paragraf yang kalimat topiknya dikembangkan oleh kalimat-kalimat sebab akibat (Tarigan, 2009:29).
Pada umumnya cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh :
                        Nilai ujian akhir Cecep pada semester pertama ini rata-rata baik. Dia pantas mendapat nilai tersebut karena ia telah bekerja keras dan tekun. Cecep rajin mengikutu setiap pelajaran yang diberikan oleh guru bidang studi. Ia tidak lupa membaca dua sampai tiga buku tambahan untuk melengkapi setiap mata pelajaran. Setiap diskusi yang diadakan oleh teman sekelasnya, ia selalu tampil sebagai pembicara. Rata-rata 4 jam sehari, ia belajaar sendiri di rumah. Bahkan, ia tidak segan-segan bertanya kepada guru bila ada hal-hal yang belum mengerti atau belum jelas baginya (Tarigan, 2009:29).

2)        Pola Penalaran deduktif
Pola Pernalaran deduktif merupakan metode untuk menarik kesimpulan dengan menghubungkan data-data yang bersifat umum, kemudian dijadikan suatu simpulan atau fakta yang khusus. Paragaraf yang berpolakan deduktif atau umum ke khusus kerangka paragrafnya berupa kalimat topik dan kalimat pengmbang
Contoh :
            Harga sebagian barang pkok bergerak naik. Beras seminggu lalu berharga Rp5.00,00/kg kini berubah jadi Rp6.000,00/kg. Gula pasir melonjak dari Rp5.000,00/kg menjadi Rp6.500,00/kg. Minyak kelapa mengalami penaikan yang sangat tinggi mencapai Rp 12.00/liter dari sebelumnya Rp7.500,00. Terigu kini mencapai Rp7.00,00/kg sedangkan seminggu lalu masih Rp5.000,00 (Tarigan, 2009:26).

Contoh di atas memperlihatkan bahwa kalimat pertama merupakan kalimat topik. Hal ini terlihat pada pernyataan yang merangkum semua pernyataan dalam paragraf tersebut. Sementara itu, kalimat-kalimat selanjutnya merupakan pengembangan dan kalimat topik tersebut.
3)        Pola Penalaran Campuran
Paragraf yang berpolakan campuran, seperti umum-khusus-umum dan khusus-umum-khusus. Kerangka paragraf yang termasuk dalam pola penaralan ini adalah kalimat topik, kalimat  pengembang dan kalimat penegas.
 Contoh:
                        Gengsi irama dangdut semakin meningkat. Bila dahulu irama ini dianggap kampungan, peralatan asal ada dan pertunjukannya pun di daerah pinggiran, kini suasana berubah. Irama dangdut tidak lagi dianggap sebagai kampungan. Peralatannya lengkap, megah dan modern tidak kalah dengan peralatan grup musik pop. Artis-artisnya tidak kalah hebat dari artis grup musik terkenal, baik dalam cara berpakaian, bergaya maupun dalam suara. Irama dangdut sudah biasa muncul dari tempat-tempat mewah, seperti hotel, klub malam, dan mobil-mobil mewah. Jelaslah bahwa irama ini sudah menembus kaum “gendongan” dan kampus. (Tarigan, 2009:26).

Kalimat topik pada paragraf di atas adalah gengsi irama dangdut semakin meningkat. Kalimat topik ini terdapat pada kalimat pertama paragraf tersebut. Setelah diselingi oleh kalimat-kalimat pengembang, kalimat topik tersebut ditegskan kembali dalam kalimat terakhir dengan bahasa yang berbeda.
  

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Rancangan Peneltian
 Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Arikunto, 2002:13). Jadi, metode penelitian merupakan cara yang dilakukan seorang peneliti dalam mengumpulkan data-data hasil penelitiannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai jawabannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai intsrumen kunci, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2014:9). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif  karena peneliti akan mendeskripsikan bentuk penggunaan penalaran paragraf apa saja yang digunakan  pada teks berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015.
3.2    Data dan Sumber Data
3.2.1   Data
Suatu hal yang perlu disadari adalah data berbeda dengan objek penelitian. Data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi (lawan dari bahan mentah), yang ada karena pemilihan aneka  macam tuturan (bahan mentah). Sebagai bahan penelitian, maka di dalam data terkandung objek penelitian dan unsur lain yang membentuk data yang disebut kontets (Mahsun, 2013:18). Data pada dasarnya merupakan bahan mentah yang dikumpulkan oleh peneliti. Data dalam penelitian ini adalah berupa paparan berita yang terdapat pada teks berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015.
3.2.2   Sumber Data
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpulan data dan sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya melalui dekomen (Sugiyono, 2012:308).
Sumber data dalam penelitian ini adalah surat kabar Lombok Post edisi April 2015.
3.3  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiono, 2012:308). Agar memperoleh data yang relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian maka teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik dokumenter dan teknik talaah isi.
3.3.1   Teknik dokumenter
Teknik dokumenter merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan data atau informasi yang tersimpan dalam bentuk dokumentasi. Data atau informasi yang digunakan dalam dokumentasi harus berupa data yang belum terlalu lama sehingga diyakini keasliannya (Nawawi, dkk, 1994:94). Adapun bentuk dokumentasi pada penelitian ini adalah kumpulan koran Lombok Post Edisi April 2015.         
3.3.2   Teknik telaah isi
Teknik telaah isi yakni membaca dengan teliti, membaca pemahaman, membaca kritis dan membaca ide (Tarigan, 1993:30).  Peneliti menggunakan teknik telaah isi karena untuk memahami dan untuk menentukan penalaran paragraf pada berita harus dengan cara membaca dengan seksama, membaca dengan teliti dan memahami dengan cermat isi dari berita utama dalam surat kabar Lombok Post edisi April 2015, sehingga dapat disimpulkan pola penalaran paragraf apa saja yang digunakan dalam teks berita tersebut.

3.4    Analisis Data
 Analisis data merupakan bagian yang amat penting  dalam metode ilmiah, karena analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 2005:346).
 Analisis data dalam suatu penelitian bertujuan untuk menyampaikan data dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi suatu yang teratur serta tersusun dan lebih berarti (Marzuki, 1989:87). Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti dapat menganalisi data. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Analisis data deskriptif kualitatif adalah cara menganalisis data dengan mendeskripsikan suatu situasi tertentu secara sisematis dan akurat atau membuat deskripsi atau narasi semata-mata dari suatu fenomena (Danim, 2002:51).  Data yang dianalisis berbentuk kata-kata, gambaran-gambaran yang diperoleh dengan cara menelaah buku atau dokumen-dokumen termasuk didalamnya deskriptif mengenai situasi (Danim, 2002: 61).
 Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)    Identifikasi
Pada langakah ini, peneliti melakukan pengamatan dengan cara membaca keseluruhan paragraf pada berita utama surat kabar lombok post secara berulang ulang dan secara teliti untuk mengumpulkan data tentang penalaran paragraf sehingga dapat menemukan penggunaan penalaran pargraf apa yang digunakan dalam berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015.
2)    Klasifikasi
Setelah dilakukan identifikasi, maka langkah selanjunya adalah mengklasifikasikan bentuk penalaran paragraf apa yang digunakan dalam paragraf berita tersebut. Sehingga dapat diketahui penggunaan bentuk penalaran apa saja yang tedapat pada surat kabar tersebut.
3)    Interpretasi
Setelah melakukan klasifikasi dan identifikasi terhadap penalaran paragraf yang terdapat pada teks berita utama dalam surat kabar Lombok Post edisi April. Langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi secara mendalam terhadap paragraf  berita utama surat kabar Lombok Post lalu menarik kesimpulan dari paragraf tersebut.
3.5    Cara Penyajian Hasil Data
 Hasil analisis data yang berupa temuan penelitian sebagai jawaban atas masalah yang hendak dipecahkan haruslah disajikan dalam bentuk teori. Dalam menyajkan hasil temuan peelitian terdapat dua metode yaitu metode formal dan metode informal (Mahsun, 2013:279).
 Hasil analisis data dalam penelitian ini akan disajikan dengan menggunakan metode penyajian formal. Metode formal digunakan untuk pemaparan hasil analisis data yang berupa penjelasan tentang pola penalaran paragraf apa yang terdapat  pada berita utama surat kabar Lombok Post edisi April 2015.
  
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Penalaran dengan Pola Deduktif
Penalaran dengan pola deduktif ditemukan pada surat kabar Lombok Post edisi April 2015, antara lain adalah sebagai berikut.
Tim Reformasi tata kelola migas menyebutkan banyak cela dalam penentuan harga bahan bakar minyak (BBM). Dari data yang dimiliki, pemerintah ternyata belum punya rumus baku penentuan harga premium. Ketua tim RKTM faisal Basri mengatakan, pemerintah masih mencari pola keseimbangan baru. Tiap bulan, terutama ketika ada momentum untuk menaikan atau menurunkan harga bensin, rumus hitungannya berubah. Seperti sebelum Januari 2015, menggunakan Alpha Rp 728 per liter atau 3,23 persen dari MoPS. Lantaran tidak ada klasifikasi RON 88 (premium), pemerintah menggunakan acuan MoPS RON 92 (pertamax plus) ditambah RP 484. Begitu juga saat menurunkan premium pada 1 januari dari Rp 8.500 mnjadi Rp 7.600 rumusannya berubah lagi. Hitungannya sangat rumit, tidak mudah dicerna oleh masyarakat. (Sumber berita: koran Lombok Post edisi Kamis, 2 April 2015 dengan judul “HARGA PREMIUM KEMAHALAN”).
Terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif pada berita tersebut, yakni berpola umum-khusus. Diturunkan dari gejala atau fakta yang bersifat umum lalu dipaparkan rincian dari fakta tersebut. Pada berita tersebut penulis mengungkapan masalah terkait harga premium yang naik. Pada kalimat pertama penulis mengungkapkan banyak cela yang dilewati dalam penentuan harga bahan bakar minyak. Kalimat pertama tersebut merupakan kalimat topik yang sifatnya umum. Hal ini terlihat pada pernyataannnya yang merangkum semua pernyataan dalam paragraf tersebut. Kemudian, kalimat-kalimat selanjutnya merupakan pengembangan dari kalimat topik tersebut. Kalimat-kalimat tersebut menyatakan tentang fakta-fakta yang mendukung terkait permasalahan yang dimunculkan terkait dampak dari penentuan harga bahan bakar minyak.
Terdapat Penggungaan pola penalaran pada berita berikutnya.
Gerhana bulan total tadi malam rupanya sudah ditunggu-tunggu waga Mataram. Sebagian warga sengaja keluar rumah selepas magrib untuk meyaksikan langsung fenomena alam ini. Ada yang berkumpul di area terbuka ada juga yang naik ke lantai atas masjid, agar bisa melihat dengan jelas peristiwa langka ini. Seperti dilingkungan irigasi Kelurahan Taman Sari, Ampenan. Warga beramai-ramai kumpul di halaman kompleks. Mereka mengabadikan gambar gerhana bulan total dengan menggunakan kamera dan handpone genggam. “sangat senang bisa melihat gerhana” kata Raja, salah seorang remaja yang turut meyaksikan bersama orag tuanya.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Minggu, 5 April 2015 dengan judul “GERHANA BULAN TOTAL PUKAU WARGA MATARAM”).

Terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif pada berita tersebut, yakni berpola umum-khusus. Diturunkan dari fakta yang bersifat umum lalu dipaparkan rincian dari fakta tersebut. Pada berita tersebut penulis mengungkapan fakta tentang fenomena gerhana. Pada berita di atas penulis dengan jelas mengungkapkan kalimat topik di awal paragraf yakni terkait fenomena gerhana bulan total yang sudah sangat ditunggu masyarakat. Kalimat pertama tersebut merupakan kalimat topik yang sifatnya umum. Hal ini terlihat pada kalimat tersebut merangkum semua kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut.  Kemudian, kalimat-kalimat selanjutnya merupakan pengembangan dari kalimat topik. Kalimat-kalimat tersebut menyatakan tentang fakta yang yang terjadi di masyarakat menjelang terjadinya fenomena alam yang langka terjadi. Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
  Kalimat topik: “Gerhana bulan total tadi malam rupanya     sudah ditunggu-tunggu waga Mataram”.
  Kalimat pengembang: “Sebagian warga sengaja keluar rumah  selepas magrib untuk meyaksikan langsung fenomena alam ini. Ada yang berkumpul di area terbuka ada juga yang naik ke lantai atas masjid, agar bisa melihat dengan jelas peristiwa langka ini”.
Terdapat penggunaan pola deduktif pada berita berikutnya.
Misfalah, petani di kelurahan Gerantung, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah harus menunggu dua hari agar satu ton gabahnya mendapat pembeli. Padahal sempat dilihat beberapa tengkulak tapi lantaran harga tak cocok mereka balik badan. Tak kuasa menunggu, akhirnya Mis sapaannya pasrah. Dia melepas gabahnya dengan harga Rp 340 ribu sekuintal atau RP 3400 per kilogram. “maunya harganya Rp 370 ribu sekuintal, tapi nggak ada yang berani,” kata Mis pada Lombok Post pekan lalu. Dia sebetulnya tak paham kisaran harga di pasaran. Mantan buruh migran di Malaysia  itu hanya menaksir-naksir. Sebab dari berbagai cerita, sebelum ramai panen harga gabah melonjak tinggi. Bahkan sempat melampaui harga  Rp 400 ribu per kuintal.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Rabu 8, April 2015 dengan judul “HARGA GABAH ANJLOK, PETANI PECOK” ).

Pola penalaaran yang digunkan adalah deduktif, yakni yang berpola umum-khusus. Karena diturunkan dari data yang bersifat umum diikuti dengan pernyataan-pernyatan yang khusus sebagai rincian dari data tersebut.  Di dalam berita tersebut penulis mengungkapkan masalah terkait dengan turunnya harga gabah. Pada berita di atas penulis dengan jelas mengungkapkan kalimat topik di awal paragraf yakni terkait tentang fakta seorang petani yang harus menunggu berhari-hari untuk menjual gabahny.. Kalimat pertama tersebut merupakan kalimat topik. Hal ini terlihat pada pernyataannya tersebut merangkum semua pernyataan-pernyataan yang ada dalam paragraf tersebut. Pada kalimat berikutnya, penulis mengungkapakan fakta-fakta  yang merupakan pengembangan dari kalimat topik tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
Kalimat topik : “Misfalah, petani di kelurahan Gerantung, Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah harus menunggu dua hari agar satu ton gabahnya mendapat pembeli”.

Di dalam berita tersebut juga ditunjang dengan data statistik terkait harga gabah, sebagai penjelasan lebih lanjut. Terdapat penggunaan pola deduktif pada berita berikutnya.
Kunjungan presiden Joko Widodo ke NTB di harapkan membawa angin segar terutama untuk percepatan pembangunan daerah. Pesawat kepresidenan yang membawa presiden dan ibu Negara Irian, Jokowi dengan rombongan mendarat sekitar pukul 17.53 Wita. Dalam pertemuan tertutup di rung VIP Bandara Internasional Lombok beberapa saat setelah mendarat, Presiden sangat serius memperhatikan empat pembangunan fisik di NTB. “Kita dari Provinsi menyampaikan presentasi mengenai pemberangunan di NTB. Ada empat hal yang kami singgung di hadapan presiden,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) NTB Ridwan Syah, usai mengikuti pertemuan.
(Sumber berita: koran Lombok Post, edisi Jum’at, 10 April 2015 dengan judul “JOKOWI DATANG BAWA HARAPAN”).

Pada berita tersebut terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif, yakni berpola umum-khusus. Di dalam berita tersebut penulis mengungkapkan masalah terkait kedatang jokowi ke NTB lalu dipaparkan lebih lanjut terkait masalah tersebut. Pada pola deduktif fakta yang diturunkan bersifat umum. Pada berita di atas kalimat topik diletakkan penulis di awal paragraf, yakni terkait masalah kunjungan jokowi yang diharapakan banyak membawa dampak yang baik. Pada kalimat berikutnya, penulis mengungkapakan fakta-fakta  yang merupakan pengembangan dari kalimat topik tersebut. Kalimat-kalimat pengembang tersebut merupakan rincian dari kalimat topik tersebut yakni agar terrealisasinya harapan-harapan tersebut.
Terdapat penggunaan pola deduktif pada berita berikutnya.

Fokus urusan pendidikan hari ini (13/4) tertuju pada penyyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2015 jenjang SMA/MA dan SMK. Banyak yang memprediksikan tensi kecemasan para peserta sedikit reda. Sebab UN tak lagi menjadi penentu kelulusan. Namun, kejadian di lapangan tidak dapat diprediksi. Para peserta tetap cemas. Dari kemrain banyak diantara mereka memburu soal dan dan kunci jawaban UN. Salah satu peserta UN di Mataram bahkan rela jauh-jauh ke Lombok Timur untuk mengambil kunci jawaban. Siswa di salah satu sekolah swasta itu mengaku menerima kabar kalau ada kunci jawaban beredar di Lotim.”Kecemasan tetap ada mas. Karena semua mencari jalan aman,” tuturnya. Siswa ini mengatakan, meski kelulusan ditentukan pihak sekolah, namun potensi para peserta tidak lulus tetap ada. Sehingga, agar lebih tenang mencari kunci jawaban adalah solusi terbaik.
(Sumber koran Lombok Post edisi, Senin, 13 April 2015 dengan judul    berita KUNCI JAWABAN MASIH DIBURU).

Pada berita tersebut terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif. Penulis paragraf pada berita tersebut menggunakan penalaran dengan pola umum-khusus, karena diturunkan dari fakta atau data yang bersifat umum kemudian diikuti dengan dengan rincian terkait masalah tersebut. Penulis mengungkapkan topik di awal paragraf yang merupakan kalimat topik yakni penyelenggaraan UN menjadi masalah yang banyak dibahas. Setelah dipaparkan kalimat topik lalu kalimat-kalimat selanjutnya adalah merupakan kalimat pengembang dari kalimat topik tersebut. Kalimat-kalimat pengembang pada kalimat tersebut menjelaskan tentang polemik yang muncul mejelang UN yang akan segera dilaksanakan.
 Penggunaan pola penalaran deduktif juga ditemukan pada brita berikutnya.
Potensi kecurangan ujian nasional (UN) 2015 jenjang SMA sederajat akibat bocornya soal ujian hanya terjadi didua provinsi. Naskah un yang diunggah di internet ditunjukkan untuk siswa di Provinsi Aceh. Naskah itu ternyata sama persis untuk provinsi DI Jogjakarta Kepala Pusat Penilaian Pendidikan. Kemendikbud Nizam mengatakan, Kemendibud memang membuat banyak variasi ujian. “tujuannya supaya bisa melokalisasi jika ada kecurangan atau kebocoran”katanya.Namun nizam memastikan naskah UN untuk provinsi yang bertetangga berbeda. Dia mencontohkan nasah UN untuk Aceh yang bocor, tidak sama dengan naskah UN untuk Sumatera Utara. Kemudian naskah un untuk Provinsi Banten juga berbeda dengan naskah untuk provinsi Jawa Barat. Lalu naskah untuk Provinsi Jogjakarta juga berbeda dengan Provinsi Jawa Tengah. (Sumber berita: koran Lombok Post edisi Sabtu, 18 April 2015 dengan judul berita “MASIH PEGANG NASKAH UN BISA DIPIDANA”).

Terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif pada berita tersebut yakni berpola umum-khusus. Berita tesebut diturunkan dari fakta yang bersifat umum. Penulis mengungkapkan masalah terkait kecurangan dalam pelaksanaan UN. Kalimat pertama dalam berita tersebut merupakan kalimat topik, yakni potensi kecurangan UN yang trejadi didua provinsi. Setelah pemaparan kalimat topik tersebut selanjutnya diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang  yang merupakan uraian dari kalimat tersebut. Kalimat pengembang ini menjelaskan lebih lanjut terkait kecurangan yang terjadi didua provinsi lebih lanjut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Potensi kecurangan ujian nasional (un) 2015 jenjang SMA sederajat akibat bocornya soal ujian hanya terjadi didua provinsi”.
Kalimat pengembang: “Naskah un yang diunggah di internet ditunjukkan untuk siswa di Provinsi Aceh. Naskah itu ternyata sama persis untuk provinsi DI Jogjakarta Kepala Pusat Penilaian Pendidikan”.

Terdapat penggunan penalara dengan pola deduktif pada berita berikutnya.
Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 yang akan digelar hari ini (20/4) terjamin keamanannya. TNI memiliki cara tersendiri dalam menjaga keamanan saat KAA, yakni dengan melakukan analisis intelejen untuk mengantisipasi adanya ancaman teror, bila ada ancaman tidak langsung dipercaya namun dilakukan analisa sehingga bisa memprediksi ancaman itu palsu atau tidak. Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya menjelaskan, beberapa waktu lalu ada ancaman palsu bahwa ada bom pada pesawat Batik Air. Hal tersebut menjadi salah satu refrensi untuk TNI mengahadapi situasi yang sama. “KAA harus dijaga dengan sangat ketat, namun bukan berarti mengesampingkan kenyamanan masyarakat,” ujarnya. Dengan begitu, bila ada ancaman teror apapun. Nantinya, TNI akan menganalisa ancaman tersebut.
(Sumber koran Lombok Post edisi Senin, 20 April 2015 dengan judul   berita JANGAN ISENG MAIN ANCAM).

Pada berita tersebut terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif, umum-khusus. Yakni penulis mengungkapkan fakta yang bersifat umum. Pada penulisan berita tersebut penulis mengungkapkan maslah terkait kemungkinan ancaman pada KAA. Kalimat pertama pada paragraf tersebut merupakan kalimat topik. Kalimat topik tersebut memaparkan tentang keamanan saat pelaksanaan KAA sudah terkamin. Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut terkait masalah tersebut dalam bentuk kalimat pengembang. Kalimat-kalimat pengembang ini merupakan rincian dari kalimat topik yang masih bersifat umum. Kalimat pengembang pada berita tersebut mejelaskan lebih lanjut tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga keamanan terhadap KAA yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
Kalimat topik: “Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 yang akan digelar hari ini (20/4) terjamin keamanannya”.
Kalimat pengembang: “TNI memiliki cara tersendiri dalam menjaga keamanan saat KAA, yakni dengan melakukan analisis intelejen untuk mengantisipasi adanya ancaman teror, bila ada ancaman tidak langsung dipercaya namun dilakukan analisa sehingga bisa memprediksi ancaman itu palsu atau tidak”.

Terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif pada berita berikutnya.
Razia serentak yang dilakukan satuan politis pamong praja (satpol PP) kota Mataram dengan tim yustisi tanggal 6 April menjadi awal pelanggaran penjualan miras golongan A di minimarket dan pengecer. Hasilnya nihil. Tidak ada yang menjual miras. Meski penertiban miras tanpa gejolak, namun Kota Mataram bukan tanpa masalah. Para pengusaha hiburan, hotel, spa dan rumah bernyanyi keluarga main kucing-kucingan. Meski tidak mengantongi izin, mereka tetap menyediakan miras sebagai menu. Dalam beberapa kali razia, petugas menemukan miras di tempat spa, hotel dan karoke keluarga. Data dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag), hanya ada satu hotel dan super market yang mengantongi surat izin tempat usaha minuman beralkohol, yakni Lombok Plaza dan Niaga Supermarket. Artinya lokasi lain tidak diperbolehkan
(Sumber koran Lombok Post edisi Rabu, 22 April 201 dengan judul    berita “MIRAS NO WAY”).

Terdapat penggunaan penalaran dengan pola deduktif pada berita tersebut, yakni umu-khusus. Pada pola penalaran deduktif dituangkan melalui gejala-gejala yang bersifat umum lalu diikuti oleh kalimat yang berisafat khusus. Pada berit atersebut, penulis meletakkan kalimat topik yang bersifat umum diawal paragraf, yakni terkait tentang razia miras yang dialkukan oleh Satpol PP. Kalimat tersebut meruakan alimat topik, hal ini terlihat  pada pernyataannya merangkum semua pernyataan dalam paragraf tersebut. Sementara itu, kalimat-kalimat selanjutnya merupakan kalimat pengembang dari kalimat topik tersebut yakni mengenai masalah razia miras yang dilakukan dibeberapa tempat tidak membuahkan hasil. Dalam berita tersebut juga ditunjang dengan adanya data statatistik penggunaan miras golongan A dan B sebagai bukti lebih lanjut dari masalah yang dipapaarkan.
Penalaran dengan pola deduktif juga ditemukan pada berita berikutnya.


Konferensi Asia Afrika kemarin memasuki tahap pertemuan kepala negara dan utusan khusus. Forum tingkat tinggi yang dihadiri pucuk pimpinan negara besar Asia dan Afrika ini menghasilkan beberapa sikap tegas. Salah satunya melawan dominasi lembaga dunia yang dinilai timpang. Rangkaian KAA diawali dengan penyabutan Presiden Joko Widodountuk kedatangan 21 kepala negara; 71 utusan khususu setingkat wakil Presiden dan menteri; 16 perwakilan Negara pengamat;dan 18 Delegasi organisasi. Setelah itu peserta pun masuk ke Assembly Hall 2 JCC untuk mulai rapat. Pertemuan tersebut dimulai dengan tarian kreasi khas Jawa Timur dengan tema hope of the nations. Setelah itu,  Jokowi pun maju ke podium memberi sambutan sekaligus membuka konferensi tersebut.
(Sumber berita: koran Lombok edisi Kamis, 23 April 2015 dengan  judul “ASIA AFRIKA DESAK REFORMSI PBB”).

Pada berita tersebut terdapat pengunaan penalaran dengan pola deduktif, umum khusus. Penulis mengungkapkan masalah atau fakta tentang KAA yang dilakukan. Penulis mengungkapkan kalimat topik di awal paragraf yakni pembukaan KAA yang dilangsungkan memasuki tahap pertmuan kepala negara. Kalimat tersebut bersifat umum, sehingga pada kalimatkalimat selanjutnya penulis mengugkapkan kalimat-kalimat pengembang sebagai rincian dari kalimat topik tersebut. Kalimat-kalimat pengembang pada berita tersebut menjelaskan tentang KAA yang dihadiri oleh pimpinan-pimpinan dari berbagai Negara.
Penggunaan pola deduktif juga digunakan pada berita berikutnya.
Pertemuan tingkat tinggi konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 ditutup kemarin. Selain mengesahkan tiga dokumen hasil pembahasan, Presiden Joko Widodo dalam pidato penutupnya di depan para pemimpin negara-negara Asia-Afrika juga meyakinkan tentang betapa strategisnya berbagai output dari KAA. Dia menyatakan KAA  adalah salah satu forum antar pemerintahahan terbesar di dunia, di luar  PBB. Selain dihadiri pimpinan dan delegasi negara-negara di Asia dan Afrika, event kali pertama digelar diBandung pada 1955 tersebut juga dihairi sejumlah negara observer. Di depan para pemimpin bangsa-bangsa di Asia-Afrika Jokowi tegas menyatakan kesiapannya bekerja  untuk memastikan kemitraan strategis dua kawasan benar-benar terwujud. Semangat memperkuat dan memajukan tata dunia yang lebih adil, khususnya kepada bangsa-bangsa di Asia-Afrika, berkali-kali ditegaskan Jokowi.
(Sumber koran Lombok Post edisi Jum’at, 24 April 2015 dengan judul berita “PASTIKAN KEMITRAAN STRATEGIS TERWUJUD” ).
Pada berita tersebut terdapat peggunaan penalaran dengan pola deduktif, yakni pola umum-khusus.  Penulis memaparkan masalah terkait hasil dari Konferensi Asia afrka. Pada kalimat pertama daam paragraf tersebut  terdapat kaimat topik yang bersifat umum, yakni telah usainya Konferensi Asia Afrika. Dari kalimat topik tersebut kemudian dijelaskan kalimat-kamat berikutnya yang merupakan pengembangan dari kalimat topik tersebut. Adapun rincian pada kalimat pengembang tersebut berupa pemaparan tentang hasil dari Konferensi Asia Afrika yang telah dilaksanakan. Pada berita tersebut juga terdapat tabel yang berisi penulisan hasil kesepakatan pada Konferesi Asia Afrika sebagai penjelasan lebih lanjut.
4.2    Penalaran dengan Pola Induktif
Penalaran dengan pola deduktif ditemukan pada surat kabar Lombok Post edisi April 2015, antara lain adalah sebagai berikut.
Masyarakat Patut was-was saat mengonsumsi produk makanan. Meski memiliki label halal namun makanan itu belum tentu dijamin halal. Disebabkan kini banyak beredar sempel halal palsu. Mulai dari makanan ringan dan minuman yang diproduksi usaha kecil  menengah. Makanan restoran, pengusaha, kateringan hingga makanan hotel. Kasus label halal palsu ini cukup banyak, bahkan megkhawatirkan. Dengan kecanggihan teknologi, para produsen makanan dan minuman kini bisa membuat label halal dengan mudah. Meski tanpa izin dan prosedur yang benar, mereka tetap memasang label tersebut. Tujuannya agar pembeli tidak ragu tentang kehalalan produknya. Pengusaha saat ini ssemakin berani. Banyak di antara mereka tidak lagi memikirkan keselamatan konsumen. Modus-modus yang berkembang di Mataram dan NTB secara umum sudah meniru kota besar di Indonesia. Seperti menjual ayam tiren, sebab tidak ada jaminan restoran, rumah makan  atau usaha katering tidak menggunakan ayam tiren bila tidak punya lebel halal. Sebab ada kemugkinan ayam-ayam itu dipasok untuk rumah makan. (Sumber koran Lombok Post edisi Rabu, 29 April 2015 dengan judul berita LABEL HALAL BELUM TENTU HALAL).

Terdapat penggunaan penalaran dengan pola induktif dengan jenis kausal, yakni diuraikan dengan unsur-akibat sebab. Pada berita tersebut penulis memaparkan kalimat topik mengenai banyaknya beredar makanan yang tidak halal harus diwaspadai masyarakat. Setelah mengungkapkan kalimat topik, selanjutnya kalimat topik tersebut dijelaskan atau diuraikam oleh kalimat pengembang yang berisi akibat-sebab. Kalimat penegmbang tersebut menjelaskan terlebih dahulu akibat yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut kemudian disusul dengan sebab dari munculnya permasalahan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
Kalimat topik: “Masyarakat Patut was-was saat mengonsumsi produk makanan”.
Kalimat pengembang: akibat, “Meski memiliki label halal namun makanan itu belum tentu dijamin halal”. Sebab, “Disebabkan kini banyak beredar sempel halal palsu. Mulai dari makanan ringan dan minuman yang diproduksi usaha kecil  menengah. Makanan restoran, pengusaha, kateringan hingga makanan hotel. Kasus label halal palsu ini cukup banyak, bahkan megkhawatirkan”.

Penggunaan pola induktif dengan jenis kausal juga terdapat pada berita berikutnya.
Presiden Joko Widodo takjub melihat keindahan kawasan Mandalika Resort di Lombok Tengah. Dia pun siap menyukseskan pengembangannya sebagai kawasan wisata internasional. Presiden memastikan pemerintahan  akan menggelontorkan anggaran Rp. 21 T. Dana sebesar itu akan dicairkan dua tahap. Pertama, Rp 250 Miliar lebih dialokasikan melalui APBN perubahan 2015. Sedangkan Rp 1.8 Triliun lebih disiapkan. “Detail rencananya pengembangan dan pembangunan mandalika Resort jelas memberikan multiplier effect.  Tinggal kita siapkan dana saja selama selama dua tahun,” kata presiden Jokowi saat meninjau lokasi pembangunan kawasan Mandalika Resort  di Dususn Songgong Desa Sukadana, kemarin.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Sabtu, 11 April 2015 dengan judul “MANDALIKA RESORT DIGELOTOR RP.2,1 T”).
Terdapat penggunaan penalaran dengan pola induktif dengan jenis hubungan kausal, yakni sebab-akibat. Penulis mengugkapkan dengan jelas terkait  pembangunan resort Mndalika. Di dalam berita tersebut  dipaparkan terlebih dahulu kalimat topik yakni presiden yang takjup melihat keindahan resort tersebut. Setelah penulis mengungkapkaan kalimat topik lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang yang berisi sebab-akibat. Kalimat-kalimat tersebut dipaparkan menggunakan kalimat yang mengandung unsur sebab dan akibat sebagai penjelas lebih lanjut dari kalimat topik tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat Topik: “Presiden Joko Widodo takjub melihat keindahan kawasan Mandalika Resort di Lombok Tengah
Kalimat pengembang: sebab, “Dia pun siap menyukseskan pengembangannya sebagai kawasan wisata internasional”. Akibat, “Presiden memastikan pemerintahan  akan menggelontorkan anggaran Rp. 21 T. Dana sebesar itu akan dicairkan dua tahap. Pertama, Rp 250 Miliar lebih dialokasikan melalui APBN perubahan 2015. Sedangkan Rp 1.8 Triliun lebih disiapkan”.

Terdapat pola induktif pada berita berikutnya
.
Teknologi berkembang pesat. Ini memberi banyak kemudahan bagi masyarakat. Namun, ada saja oknum yang menyalahgunakannya untuk melancarkan beragai kejahatan. Dari duduk manis di depan laptop Reyna Assabila tertipu jutaan rupiah. Mahasiswi salah sau perguruan negeri tinggi itu awalya tergiur tawaran arisan online disitus jejaring sesosial facebook. Perempuan 21 tahun itu tersebut berkali-kali menetorkan uang sebagai bentuk investasi online.Namun, selang bebebrapa bulan, pengelola arisan justru kabur. Akun facebook-nya tiba-tiba di nonaktifkan,” di situ saya sadar sudah terkena tipu. Naisb serupa juga pernah dialami Ema Rusdiana, gadis asal sumbawa yang kini tingal di Mataram. Meski akhirnya sempat ragu, ia pun akhirnya terpikat dengan janji memperoleh uang besar tanpa harus susah payah bekerja. “Ujung-ujungnya salah beruntung” sesal Ema.  
(Sumber koran Lombok Post edisi Rabu, 15 April 2015 dengan judul AWAS KENA TIPU).
Terdapat penggunaan penalaran dengan pola induktif dengan jenis analogi, yakni melakukan perbandingan. Di dalam berita tersebut, penulis mengugkapkan dengan jelas terkait  tentang penipuan yang sering terjadi akhir-akhir ini. Penulis memaparkan terlebih dahulu kalimat topik yakni kmudahan teknologi dapat meberi dampak buruk. Setelah penulis mengungkapkaan kalimat topik lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang yang berisikan perbandingan akan dua hal yang  berbeda namun memiliki sifat yang sama. Kalimat-kalimat tersebut dipaparkan untuk membandingkan sesuatu agar terlihat sama  Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Teknologi berkembang pesat”.
Kalimat pengembang: “Dari duduk manis di depan laptop Reyna Assabila tertipu jutaan rupiah. Mahasiswi salah sau perguruan negeri tinggi itu awalya tergiur tawaran arisan online disitus jejaring sesosial facebook. Perempuan 21 tahun itu tersebut berkali-kali menetorkan uang sebagai bentuk investasi online.Namun, selang bebebrapa bulan, pengelola arisan justru kabur. Nasib serupa juga pernah dialami Ema Rusdiana, gadis asal sumbawa yang kini tingal di Mataram. Meski akhirnya sempat ragu, ia pun akhirnya terpikat dengan janji memperoleh uang besar tanpa harus susah payah bekerja”.

Upaya Surya Dharma Ali (SDA) lolos dari jeratan hukum akhirnya gagal. Praperadilan atas penetapa dirinya sebagai tersangka korupsi tak dikabulkan Hakim pengadilan Negeri jakarta selatan, Tatik Hidayanti. SDA pun terancam dipanggil paksa jika kembali mangkir dari panggilan penyidik KPK. Dalam Putusannya, Tatik menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan mantan menteri agama tersebut.”Penentapan tersangka yang dilakukan KPK sebagai bagian dari proses hukum yang bersifat administratif dan tidak ada untuk paksaan sebagaimana yang dituduhkan pemohon”ujar Tatik di PN JakseL, sore kemarin.
(Sumber berita: koran Lombok Post, edisi Kamis 9 April 2015 dengan judul “SDA TERANCAM DIPANGGIL PAKSA”).

Pada berita tersebut terdapat penggunaan penalaran dengan pola induktif dengan jenis kausal. Terdapaat kalimat topik lalu diikui dengan kalimat-kalimat pengembang yang merukapan unsur sebab-akibat. penulis mengungkapkann kalimat topik pada berita tersebut berupa upaya SDA untuk lolos dari jerat hukum. Lalu diikuti dengan rincian-rincian dari kalimat topik tersebut yang berupa pemaparan masalah dengan unsur sebab akibat. dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Upaya Surya Dharma Ali (SDA) lolos dari jeratan hukum akhirnya gagal”.
Kalimat pengembang: sebab, “Praperadilan atas penetapa dirinya sebagai tersangka korupsi tak dikabulkan Hakim pengadilan Negeri jakarta selatan, Tatik Hidayanti. SDA pun terancam dipanggil paksa jika kembali mangkir dari panggilan penyidik KPK.

4.3   Penalaraan dengan Pola Campuran

Penalaran dengan pola campuran ditemukan pada surat kabar Lombok Post edisi April 2015, antara lain adalah sebagai berikut.
Bagi siswa-siswi waktu menjelang UN sangat menjenuhkan. Pulang sekolah, harus mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Mereka juga didesak segera melunasi sejumlah biaya di sekolah sebagai syarat mengikuti UN. Satuan pendidikanpun tidak kalah sibuk. Dalam penyampian hasil sidang  komisi IV dibeberkan pemerintah perlu menjaga semangat siswa  tetap belajar sungguh-sungguh untuk mendapatkan nilai UN setinggi-tingginya. Kepala Balitbang Kemendikbud Furgon itu menyimpulkan un lebih penting ketimbang ujian sekolah yang menjadi penentu kelulusan sekolah. Usulan solusi lain yang disampaiakan adalah mulai tahun ini nilai UN harus memiliki fungsi yang beragam.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Rabu, 1 April 2015 dengan judul berita “UN UNTUK APA?”). 
Pada berita di atas terdapat penggunaan penalaran dengan pola campuran, yakni  berpolakan umum-khusus-umum.  Dipaparkan terlebih dahulu kalimat topik lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang atas kalimat topik tersebut. Di dalam Berita tersebut dengan jelas mengungkapkan kalimat topik terkait tentang siswa-siswi yang mulai jenuh menjelang UN. Kemudian fakta-fakta yang dipaparkan setelahnya yakni merupakan kalimat-kalimat pengembang, kalimat-kalimat tersebut menyatakan tentang fakta-fakta terkait tentang mengapa menjelang UN siswa-siswi mulai jenuh. Di akhir paragraf penulis mengungkapka fakta yang bersifat umum yakni tentang nilai UN yang harus memiliki fungsi yang beragam. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Bagi siswa-siswi menjelang UN sangat menjenuhkan”.
Penggunaan pola campuran juga terdapat pada berita-berita berikutnya.
Beban masyarakat di era pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla bertambah. Itu terbukti dengan naiknya harga-harga, seperti bahan pokok, elpiji12 kg, BBM (bahan bakar minyak), tarif listrik, dan kereta api secara bersamaan. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abdi mengatakan, kebijakan pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla tidak berpihak pada masyarakat. Terutama masyarakat kecil. Menurut Tulus, kenaikan harga kebutuhan itu terjadi karena pemerintah terlalu menyerahkan pada mekanisme pasar. Tidak ada peran pemerintah dalam menentukan harga-harga tersebut. Hal itu sangat disesalkan karena kondisi pasar tidak selalu berpihak pada masyarakat. Kalau pasar menuntut harga naik maka masyarakat yang diminta siap menanggung bebannya. (Sumber berita: koran Lombok Post edisi Sabt, 4 April 2015 dengan judul “JOKOWI MANA JANJIMU?”)
Pada berita tersebut terdapat penggunaan penalaran dengan pola campuran, yakni berpolakan umum-khusus-umum. Dipaparkan terlebih dahulu kalimat topik yang bersifat umum yakni tentang beban masyarakat di era pemerintahan Jokowi-JK. Lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang atas kalimat topik tersebut. Di dalam kalimat pengembang tersebut penulis mengungkapkan tentang fakta-fakta yang mendukung yakni terkait beban masyarakat di era pemerintahan Jokowi-JK. Di akhir paragraf penulis mengungkapka fakta yang bersifat umum yang merupakan kalimat penegas dari kalimat topik yakni jika harga naik maka masyarakat yang diminta menanggung bebannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “beban masyarakat di era pemerintahan Jokowi-JK bertambah”.
Kalimat penegas: “kalau pasar menuntut harga naik maka masyarakat yang diminta siap menanggung bebannya”.

Polemik down payment pembelian mobil yang diberikan pemerintah pada 753 pejabat negara terus bergulir. Kalangan DPR terus menegaskan bantuan itu sangat berguna untuk meningkatkan kinerja dewan. Ketua DPR Setyo Novanto mengakui DPR yang mengajukan usulan DP pembelian mobil. Menurut dia usulan itu tidak datang tiba-tiba. Prosesnya panjang, ini bukan barter politik. Namun, kabar adanya DP mobil sebesar Rp.210 juta per pejabat itu membuat banyak kalangan protes. Akademis sampai LS ramai-ramai menentang kebijakan pemerintah Jokowi-JK  itu.
(Sumber berita:  koran Lombok Post, edisi Selasa , 7 April 2015 dengan judul “DPR KEPINGIN TERIMA DP MOBIL”)

Pada berita tersebut terdapat penggunaan penalaran dengan pola campuran. Dipaparkan terlebih dahulu kalimat topik lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang atas kalimat topik tersebut dan di akhiri dengan kalimat penegas yang merupakan penegas atas kalimat topik tersebut dengan bahasa yang berbeda. Di dalam berita tersebut penulis mengungkapkan kalimat topik yakni tentang pembelian mobil yang diberikan pemerintah kepada pejabat negara menjadi polemik. Selanjutnya dijelaskan fakta-fakta yang merupakan kalimat-kalimat pengembang. Kalimat-kalimat tersebut menyatakan tentang permasalahan terkait alaasan pengajuan DP mobil oleh DPR. Di akhir paragraf penulis kembali mengungkapka fakta yang bersifat umum. Fakta tersebut berupa kalimat penegas yakni tentang banyaknnya pihak yang menentang kebijakan tersebut. Kalimat penegaas berfungsi sebagai penegas dari kalimat topik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Polemik down payment pembelian mobil yang diberikan pemerintah pada 753 pejabat negara terus bergulir”.
Kalimat penegas: “Namun, kabar adanya DP mobil sebesar Rp 210 juta per pejabat itu membuat banyak kalangan protes. Akademis sampai LS ramai-ramai menentang kebijakan pemerintah Jokowi-JK  itu”.

Event pariwisata NTB bertambah. Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Pariwisata Arief Yahya menjadikan Tambora sebagai festival tahunan. Seluruh biayanya akan disiapkan dari APBN. Instruksi itu disampaikan presiden saat menyampaikan sambutan singkat perayan puncak Tambora Menyapa Dunia di Doro Ncanga kemarin. “semua biar tahu di mana Dompu, Bima, NTB, dan di mana Indonesia,” kata presiden disambut tepuk tangan membahan. Saat yang sama Presiden juga meresmikan Tambora sebagai taman nasional. Residen yang memberi sambutan sembari berdiri didampingi Gubernur NTBTGB H.M  Zainul Maji, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanaan Siti Nurbaya, dan Bupati Dompu H. Bambang M. Yasin. Secara khusus presiden menitipkan agar setelah Tambora menjadi taman nasional, selanjutnya dijaga keindahan dan juga kelestaran alamnya
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi, Minggu 12 April 2015 dengan judul “ TAMBORA JADI FESTIVAL TAHUNAN”).


Pada berita tersebut terdapat penggunaan pola penalaran campuran, yakni berpola umum-khusus-umum. Penulis memaparkan  terlebih dahulu kalimat topik yang bersifat umum lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang  yang berupa rincian dari kalimat topik tersebut dan di akhiri dengan kalimat penegas yang merupakan penegas atas kalimat  tersebu namun dituangkan dengan bahasa yang berbeda. Pada kalimat pertama  merupakan kalimat topik, yakni tentang event pariwisata. Kemudian dari kalimat topik tersebut dijelaskan fakta-fakta yang merupakan kalimat-kalimat pengembang atau rincia. Kalimat-kalimat tersebut menyatakan masalah terkait fesifat tambora yang akan dilangsungkan. Pada kalimat terakhit terdapat fakta, fakta tersebut berupa kalimat penegas yakni tentang penjagaan keindahan dan kelestarian terhadap Tambora . Kalimat penegas berfungsi sebagai penegas dari kalimat topik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Event pariwisata NTB bertambah”.
Kalimat penegas: “Secara khusus presiden menitipkan agar setelah Tambora menjadi taman nasional, selanjutnya dijaga keindahan dan juga kelestaran alamny”
.

Sebanyak 65.421 siswa jenjang SMA/MA dan SMK di NTB melaksanakan ujian nasional (UN) dengan tenang di hari pertama kemarin. Tidak ada hiruk pikuk seperti pelaksanaan UN beberapa tahun sebelumnya. Di SMAN 6 Mataram misalnya, semua peserta melaksanakan UN dengan rileks,”sudah kelihata kejujuran yang bangu sekolah” kata Sekda NTB H. Muhammad Nur disela-sela melakukan pemantauan di SMA 6 Mataram. Hal yang sama nampak di SMAN 1 Narmada, Lombok Barat. Para peserta seolah tidak peduli dengan beberapa pejabat yang datang memantau pelaksanaan UN di sekolah mereka. “Un tahun ini lebih tenang dibanding tahunlalu. Satuan pendidikan telah memberikan  pemahaman kepada siswa terkait fungsi un yang tak lagi menjadi penentu kelulusan” kata Ketua Panitia un NTB H. Sukran, kemarin. Menurutnya jika fungsi un tetap dipertahankan seperti ini, siswa tidak akan alergi melaksanakan un.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Selasa, 14 April 2015 dengan judul “UN KALI INI LEBIH TENANG”).

 Terdapat penggunaan pola penalaran campuran pada berita tersebut, yakni berpola umum-khusus-umum. Penulis memaparkan  terlebih dahulu kalimat topik yang bersifat umum lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang  yang merupakan rincian dari kalimat topik tersebut dan di akhiri dengan kalimat penegas yang merupakan penegas atas kalimat  topik namun dituangkan dengan bahasa yang berbeda. Kalimat pertama pada berita tersebut  merupakan kalimat topik, yakni tentang siswa yang menjalankan UN. Kemudian dari kalimat topik tersebut dijelaskan fakta-fakta yang merupakan rincian atau kalimat-kalimat pengembang. Kalimat-kalimat tersebut menyatakan masalah terkait siuasi yang dihadapi siswa saat UN klai ini lebih tenang. Selanjutnya, setelah memaparkan kalimat-kalimat penjelaas,siswa yang tidak akan takut lagi mengahadapi un jika fungsinya berubah. Pada kalimat terakhit terdapat fakta, fakta tersebut berupa kalimat penegas yaitu terkait. Kalimat penegas berfungsi sebagai penegas dari kalimat topik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat Topik: “Sebanyak 65.421 siswa jenjang SMA/MA dan SMK di NTB melaksanakan ujian nasional (UN) dengan tenang di hari pertama kemarin”
Kalimat penegas: “menurutnya jika fungsi un tetap dipertahankan seperti ini, siswa tidak akan alergi melaksanakan un.”.

Naskah ujian nasional (UN) 2015 SMA sederajat ternyata benar-benar bocor. Ironisnya dokumen milik negara yang bersifat sangat rahasia itu bocor di perum percetakan Negara.Naskah Un yang telah ramai dikabarkan telah diunggah di Google Drive cocok dengan master ujian milik Kementrian Pendidikn dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mendidkbud Anies Baswedan mengatakan pihaknya menerima laporan terjadi pengunggahan dokumen naskah UN di internet pada Senin siang (13/4). “Saat itu saya dan teman-teman media sedang berkunjung melihat pelaksanaan un di SLB Lebak Bulus, Jakarta”katanya dirunag kontrol laporan un 2015, kemarin. Setelah itu Anies memerintahkan pegawai Kemendikbud untuk memastikan apakah naskah un yang di-upload ke Google Drive itu dokumen resmi.Ternyata dokumen yang diunggah itu memang benar dokumen resmi. Penandanya adalah terdapat kotak-kotak yang ada di keempat sisi naskah ujian.
(Sumber Koran Lombok Post edisi Kamis, 16 April 2015 dengan judul “BOCOR- BOCOR”).

Terdapat penggunaan pola penalaran campuran pada berita tersebut, yakni berpola umum-khusus-umum. Di dalam berita tersebut, penulis memaparkan  terlebih dahulu kalimat topik yang bersifat umum yakni tetang bocornya naskah UN. Lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang  yang mrupakan rincian dari kalimat topik tersebut. Fakta tersebut terkait tentang rincian masalah bocornya naskah UN yang terjadi. Kemudian, di akhiri dengan kalimat penegas yang merupakan penegas atas kalimat  tersebu namun dituangkan dengan bahasa yang berbeda. Pada kalimat terakhit terdapat fakta, fakta tersebut berupa kalimat penegas dari kalimat topik yang diungkapkan yakni tentang bukti yang menunjukan jika naskah UN memang telah bocor. Kalimat penegas berfungsi sebagai penegas dari kalimat topik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Naskah ujian nasional (UN) 2015 SMA sederajat ternyata benar-benar bocor.
Kalimat penegas: “Ternyata dokumen yang diunggah itu memang benar dokumen resmi. Penandanya adalah terdapat kotak-kotak yang ada di keempat sisi naskah ujian”.
                                                                                                          

Ujian tingkat SMA sederajat kemungkinan akan diulang. Menteri Pendidikan mengatakan kepastiannya menunggu analisis jawaban siswa dititik-titik yang diduga menjadi penyebaran bocoran soal.”saya belum bisa putuskan UN diulang atau tidak. Sebaiknya kita tunggu data dulu” paparnya. Menurut Anies analisis jawaban siswa bakal berjalan cepat. Anies melaporkan kemarin sudah ada beberapa hasil pemindaian yang masauk ke Kemendikbud. Di antaranya dari Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta. Jika nanti un terpaks diulang , Anies mengatakan biaya yang ditimbulkan bukan tanggungan pemerintah. Tetapi akan dibebankan kepada Perum Percetakan Negara. Dia mengatakan sudah mengabari konsekuensi ini kepada percetakan yang berada di jalan Percetakan Negara No 21Jakarta Pusat itu. Skenario ujian ulangan akibat kecurangan juga sudah disiapka. Yakni ujian ulangan hanya dilakukan di daerah-daerah yang dengan meyakinkan telah tejadi kecurangan. 
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi, Jum’at 17 April 2015 dengan judul “UN KEMUNGKINAN DIULANG”).

Pada berita tersebut tedapat pengunaan penalaran dengan pola camuran, umum-khusus-umum. Penulis terlebih dahulu mengungkapkan kalimat yang besifat umum yang merupakan kalimat topik yakni kemunginan SMA akan ujian ulang. Pada kalimat berikutnya penulis memaparkan fakta atau rincian dari kalimat topik tersebut. Kalimat–kalimat pengembang tersebut berisi tentang permasalahan mengapa ujian akan dilakukan pengulangan. Setelah penulis menjelaaskan alasn-alasan tersebut lalu pada kalimat terakhir penulis kembali menegaskan terkait permaslahan topik tersebut. Kalimat penegas tersebut berisi tentang penegasan dari kalimat topik tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
Kalimat topik: “Ujian tingkat SMA sederajat kemungkinan akan diulang.”.
Kalimat penegas: “Yakni ujian ulangan hanya dilakukan di daerah-daerah yang dengan meyakinkan telah tejadi kecurangan”.

Sistem keamanan perbankan Indonesia kembali mendapat tantangan. Setelah mengungkap adanya malware penyedot uang di rekening. Kali ini Bareskrim Polri kembali mengungkap adanya jaringan internasional yang membobol rekening nasabah asing. Modusnya manggadakan kartu ATM di Bali. Jaringan pembobol rekening itu diprediksi memanfaatkan sistem perbankan Indonesiayang lemah. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipid eksus) Bareskrim  Polri Brigjen Pol Victor Edison Simanjutak mengatakan modus yang digunakan pelaku, baru kali pertama ada di Indonesia. Bila biasanya, pembobol itu menggunakan alat skimmer atau alat pembaca magnetic stripe yang terpasang di mulut ATM. jaringan ini tidak menggunakan skimmer, dan ini sangat baru, hingga Bareskrim harus ke Eropa bekerja sama dengan Europol untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pembobolan tersebut.
(Sumber koran Lombok Post edisi Selasa, 21 april 2015 dengan judul berita SISTEM PERBANKAN INDONESIA LEMAH).

Pada berita tersebut terdapat penggunaan pola penalaran denag pola campuran, yakni berpola umum-khusus-umum. Di dalam penulisan berita penulis mengungkapkan fakta yang bersifat umum lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang sebagai rincian dari kalimat yang bersifat umum tersebut dan di akhir paragraf terdapat sebuah pernyataan yang merupakan kalimat penegas dari kalimat topik tersebut. Di dalam berita tersebut penulis meletakkan kalimat topik di awal paragraf yakni terkait tentang sistem keamanan indonesia yang kembali mendapat tantangan. Selanjutnya, penulis memaparkan fakta-fakta lebih lanjt terhadap pernyataan tersebut sebagai rincian. Setelah diselingi kalimat-kalimat pengembang, kalimat topik tersebut kemudian ditegskan kembali dalam kalimat terakhir dengan bahasa yang berbeda yakni tentang masalah sistem pembobolan yang dialkukan oknum tersebut bersifat baru. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “Sistem keamanan perbankan Indonesia kembali mendapat tantangan”.
Kalimat penegas: “jaringan ini tidak menggunakan skimmer, dan ini sangat baru, hingga Bareskrim harus ke Eropa bekerja sama dengan Europol untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pembobolan tersebut”.

Jaksa Agung M Prasetyo membuktikan janjinya melaksanakan eksekusi trpidana mati gelombang dua setelah konferensi Asia Afrika (KAA). Kemarin, kedutaan besar, keluarga, hingga pengacara terpidana mati mendapat undangan untk mendatangi Nusakambangan, itu memunculkan prediksi eksekusi mati digelar awal pekan depan. Sesuai informasi internal Kejagung, keluarga sejumlah terpidana mati diminta datang ke Nusakambangan Sabtu pagi ini oleh Jaksa dari Kejagung. Permintaan jaksa tersebut sama sekali tanpa keterangan. Hanya semuanya diajak untuk bertemu terpidana mati. Bisa jadi, ini momentum kali terakhir keluarga bertemu dengan para terpidana. Bila melihat eksekusi pada gelombang pertama pada 18 Januari lalu, biasanya jaksa akan mnggelar sidang kecil untuk memberitahukan jadwal eksekusi mati tersebut pada terpidana mati. Saat itu terpidana mati mendapatkan satu persatu permintaan terakhirnya. Artinya, bila keluarga datang pada Sabtu pagi dan sidang pemberitahuan dilakukan pada hari yang sama, maka eksekusi diprediksi awal pekan depan.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Sabtu, 25 April 2015 dengan judul “EKSEKUSI MATI AWAL BULAN DEPAN”).

Pada berita tersebut teradapat penggunaan penalaran dengan pola campuran, yakni umum-khusus-umum. Pada berita tersebut, penulis mengungkapakan gejala atau fakta yang bersifat umum kemudian dikembangkan melalui kalimat-kalimat dan diakhiri oleh penegasan atas kalimat topik tersebut yang bersifat umum. Pada kalimat pertama, penulis mengungkapkan kalimat topik, yakni terkait eksekusi gelombang dua yang akan segera dilaksanakan. Dikatakan kalimat topik karena dalam pernyataannya  merangkum pernyataan-pernyataan sesudahnya yang merupakan kalimat pengembang atas topik tersebut. Kalimat-kalimat pengembang, merupakan rincian, yakni hal-hal yang terjadi jmenjelang eksekusi. Pada kalimat terakhir penulis menegaskan kembali mengenai kalimat topik tersebut namun dengan bahasa yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.
Kalimat topik: “Jaksa Agung M Prasetyo membuktikan janjinya melaksanakan eksekusi trpidana mati gelombang dua setelah konferensi Asia Afrika”.
Kalimat penegas: “Artinya, bila keluarga datang pada Sabtu pagi dan sidang pemberitahuan dilakukan pada hari yang sama, maka eksekusi dipreiksi awal pkan depan”.


Ajal 10 terpidana mati kasus narkotika kian dekat. Dalam pertemuan dengan pengacara kemarin, mereka diberi tahu waktu eksekusi tiga hari lagi. Tepatnya Selasa (28/4) tengah malam pukul 24.00 hingga Rabu dini hari (29/4). Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan waktu untuk keluarga dan pengacara bertemu terpidana mati kemrin dan hari ini. Dari informasi yang didapat JPNN, beberapa konselor datang dalam pertemuan itu. Seperti Konselor Australia Majel Hind dan Konselor Nigeria Ado N Ibrahim. Selain Konselor, pengacara pun turut hadir. Seperti pengacara Raheem Abagje Utomo  Karim dan Lembaga Bantuan Hukum yang menjadi kuasa hukum dari terpidana mati asal Brazill Rodrigo Gularte. Sedangkan dari pihak kjaksaan Kajari Cilacap. Tepat pukul 13.00, rapat terutup digelar di lantai dua gedung Kejari Cilacap itu pun dimulai. Mereka menjelaskan forum itu bertujuan memberikan informasi waktu eksekusi.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Minggu, 26 april 2016 dengan judul “ 10 TERPIDANA MATI DIEKSEKUSI SELASA”.

Pada berita tersebut terdapat pengguanaan penalaran dengan pola campuran, umum-khusus-umum. Kalimat pertama merupakan topik dari berita tersebut yang bersifat fakta. Kalimat topik pada brita tersebut yakni menjelaskan akan segera dilaksanakannya eksekusi. Pada kalimat-kalimat selanjutnya dipaparkan uraian terkait masalah dari kalimat topik tersebut atau yang disebut kalimat pengembang. Kalimat penegmbang tersebut merupakan rincian dari kalimat topik yang dibahas yakni menjelang eksekusi beberapa pihak diperbolehkan untuk mengunjungi terpidana. Diakhir paragraf tedapat kalimat penegas. Kalimat pengas merupakan penegasan terhadap topik masalah tersebut, namun dijelaskan dengan bahasa yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada kalimat berikut.
Kalimat topik: “Ajal 10 terpudana mati kasus narkotika kian dekat”.
Kalimat penegas: “Mereka menjelaskan forum itu bertujuan memberikan informasi waktu eksekusi”.


Seseorang terpidana mati mampu menghindar terjangan pelor Jaksa eksekusi Kejaksaan Agung (kejagung). Lembaga yang dipimpin HM Prasetyo  tersebut memastikan terpaksa menangguhkan eksekusi untuk terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui yang rencananya dilkukan Selasa tengah malam. Detik-detik terakhir, Serge ternyata mengajukan perlawanan hukum atas putusan PTUN PN Tangerang  yang menolak gugatannya.Kepala pusat Penenrangan Hukum Kejagung Tony spontana menentukan bahwa pihaknya baru menyiapkan sembilan peti mati untk jenazah terpidana mati. Saat didesak, apakah berarti hanya ada sembilan terpidana mati? Akhirnya, dia menjawab pada eksekusi gelombang dua yang sebentar lagi digelar, memang hanya ada sembilan terpidana mati yang akan dieksekusikan. Yang lolosdari hantaman timah panas adalah Serge Areski Atloui. Dia bisa lolos dari ajal karena akan mengajukan perlawanan hukum atas penolakan gugatan PTUN.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Senin, 27 April 2015 dengan judul  “SATU TERPIDANA MATI LOLOS dari AJAL”).

Terdapat penggunaan pola penalaran campuran pada berita tersebut, yakni berpola umum-khusus-umum. Di dalam berita tersebut, penulis memaparkan  terlebih dahulu kalimat topik yang bersifat umum yakni tentang satu terpidana berhasil lolos dari maut. Lalu diikuti dengan kalimat-kalimat pengembang  yang merupakan rincian dari kalimat topik tersebut. Fakta tersebut terkait tentang rincian masalah terpidana yang mampu lolos dari eksekusi yang telah dilakukan. Kemudian, di akhiri dengan kalimat penegas yang merupakan penegas atas kalimat topik  tersebut namun dituangkan dengan bahasa yang berbeda. Pada kalimat terakhit terdapat fakta, fakta tersebut berupa kalimat penegas dari kalimat topik yang diungkapkan yakni tentang alasan yang membuat terpidana mampu lolos dari eksekusi tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut.
Kalimat topik: “terpaksa menangguhkan eksekusi untuk terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui yang rencananya dilkukan Selasa tengah malam”.
Kalimat penegas: “Dia bisa lolos dari ajal karena akan mengajukan perlawanan hukum atas penolakan gugatan PTUN”.


Mary Jane boleh lega setelah lolos dari eksekusi gelombang dua. Tapi, bukan berarti timah panas jaksa eksekutor tidak akan bersarang di tubuhnya. Jaksa Agung M Prasetyo memasikan eksekusi warga Filipina itu hanya ditunda. Dia mengatakan, perubahan keputusan terhadap eksekusi Mary Jane yang diambil detik-detik terakhir itu bukan merupakan pembatalan ujarnya. Hal itu terjadi karena proses hukum yang terjadi di Filipina, tidak mungkin menghilangkan pidana memasukan heroin seberat 2,6 kg yang dilakukan di Indonesia. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana mengatakan, saaat ini Mary Jane dipindahkan dari lapas Besi Nusakambangan ke lapas Wirogunan. Dalam pemindahan napi tersebut dipastikan status Mary Jane merupakan terpidana yang menanti eksekusi. Status tersebut disematkan karena memang Jaksa Agung  hanya menunda.
(Sumber berita: koran Lombok Post edisi Kamis, 30 April 015 dengan judul “MARY JANE BELUM AMAN”).

Pada berita tersebut terdapat pengguanaan penalaran dengan pola campuran, umum-khusus-umum. Kalimat pertama merupakan topik dari berita tersebut yang bersifat umum. Dari kalimat topik kemudian dikembangkan dalam kalimat pengembang lalu diakhiri dengan kalimat penegas. Kalimat topik pada berita tersebut yakni Mary Jane yang lolos dari eksuksi gelombang kedua bekum bisa bernafas lega. Pada kalimat-kalimat selanjutnya dipaparkan uraian terkait masalah dari kalimat topik tersebut atau yang disebut kalimat pengembang. Kalimat penegmbang tersebut merupakan rincian dari kalimat topik yang dibahas yakni pembahasan lebih lanjut terkait Mary Jane. Diakhir paragraf tedapat kalimat penegas. Kalimat pengas merupakan penegasan terhadap kalimat topik masalah tersebut, namun dijelaskan dengan bahasa yang berbeda.

4.3 Pembahasan
Penulisan berita pada koran Lombok Post sangat bervariasi dan memiliki perbedaan dengan koran-koran lainnya. Hal ini yang mengakibatkan pembaca tertarik untuk membaca berita pada koran Lombok Post, karena pada umumnya surat kabar atau koran sangat berpengaruh dalam  menyampaikan berita tehadap pembaca. Informasi yang disampikan melalui bahasa yang baik tidak selalu berbetuk lisan namun juga dapat berbentuk tulisan, lebih lanjut Rohmayadi dan Yakub menjelaskan bahwa, “bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan secara lisan maupun secara tulisan” (Rohmadi dan Yakub 2010:11).
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk memberikan informasi. Penggunaan bahasa untuk memberikan informasi dapat dilihat pada contoh berikut, jurnalis yang menulis berita pada koran Lombok Post melakukan komunikasi dengan pembaca melalui tulisan-tulisan yang dibuat. Bahasa yang digunakan dalam berita tersebut juga bervariasi sebagaimana yang telah dijelaskan Abdul Chaer bahwa, “sifat atau ciri bahasa salah satu diantaranya adalah bahasa itu bervarasi” (Abdul Chaer, 2007:32-33).
Penulis menyampaikan informasi yang ingin disampaikan dengan cara memilih bahasa yang tepat dan disesuai dengan kondisi berita yang ada. Setelah pemilihan bahasa yang tepat, penulis menyusun kata menjadi sebuah kalimat selanjutnya kalimat-kalimat tersebut disusun menjadi sebuah paragraf-paragraf. Penulisan paragraf pada koran Lombok Post mengandung kalimat-kalimat yang berhubungan antara kalimat yang sebelum dan sesudahnya. Paragraf yang ditulis juga mengandung unsur kesatuan  karena memiliki suatu gagasan yang terkait dengan berita yang akan disampaiakan, kalimat yang membangun paragraf pada berita tersebut juga memiliki kepaduan dan setiap paragrafnya mengandung kalimat-kalimat pendudukung yang memberikan penjelasan atas topik yang ingin disampaiakan, sehingga ini dapat menjadi pelengkap dalam paragraf tersebut. Lebih lanjut Rohmayadi dan Yakub menjelaskan bahwa “syarat pembentukan paragraf yakni, (1) kesatuan paragraf, (2) Kepaduan paragraf, dan (3) Kelengkapan paragraf” (Rohmayadi dan Yakub, 2010:43-47)
Pola penalaran paragaraf terdiri dari pola penalaran induktif (khusus-umum), pola deduktif (umum-khusus) dan pola camuran (umum-khusus-umum atau khusus-umum-khusus). Bentuk penalaran induktif terdiri dari generalisasi, analogi, dan kausal.
Dalam penulisan berita utama surat kabar Lombok Post, terdapat 3 (tiga) pola penalaran paragraf yang digunakan, yakni penalaran dengan pola deduktif, penalaran dengan pola induktif (analogi dan kausal), dan penalaran dengan pola campuran.. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis yang dilakukan peneliti pada surat Kabar Lombok Post Edisi April 2015, dapat diketahui bahwa bentuk penalaran yang digunakan yaitu;  penalaran dengan pola deduktif digunakan pada 10 (sepuluh)  berita, penalaran dengan pola induktif  digunakan pada 4 (empat) berita dan penalaran dengan pola campuran digunakan sebanyak 12 (dua belas) berita. Pada berita utama Surat Kabar Lombok Post edisi April 2016 cendenrung lebih banyak menggunakan pola penalaran campuran.

  
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Bentuk penalaran paragraf pada teks berita utama Surat Kabar Lombok Post Edisi April 2015 menggunakan penalaran dengan pola Deduktif pada sebelas berita, penalaran dengan pola induktif pada empat berita dan penalaran dengan pola campuran pada dua belas berita.
Dari penggunaan penalaran di atas, pada teks berita utama surat kabar Lombok Post Edisi April 2015 lebih banyak menggunakan pola Penalaran campuran dan pola penalaran deduktif. Hal ini dapat dilihat pada jumlah persentase penggunaan penalaran. Penalaran dengan pola campuran  digunakan sebanyak 47 persen, deduktif  sebanyak 38 persen, dan sisanya sebanyak 15 persen menggunakan pola induktif.
5.2    Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut.
1)        Bagi redaksi Lombok Post, agar dalam penulisan teks berita utama Koran Lombk Post seharusnya mengedepankan judul yang lebih menarik.
2)        Bagi Pendidikan, perlunya pembahasan lebih lanjut terkait penalaran agar  bertambah pemahaman tentang penalaran.
3)        Bagi Pembaca, selain untuk menambah wawasan mengenai penalaran diharapkan pembaca juga mampu membedakan dan menganalisis tentang penalaran.
4)        Bagi peneliti Selanjunya, perlunya penelitian lebih lanjut terkait tentang penalaan yang lebih luas.

















DAFTAR PUSTAKA

Adjat, S. 1992. Bangun Paragraf Bahasa Indonesia. Bandung: ITB Bandung.

Akadiah. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis. Jakarta: PT Gelor Aksara.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Sebuah Pendekatan Praktek. Jakarta: Pt Bina Aksara.

Asniawati, T. 2014. Analisis Pemakaian Huruf  Kapital dan Kesalahan Penulisan Kata pada Tajuk Rencana Koran Lombok Post Periode 2013 Universitas Muhammadiyah mataram. Tidak diterbitkan.

Chaer, A. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Danim, S. 2003. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Effendi, O. U. 1993, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:  PT. Citra Aditya Bakti.

Finoza, L. 2004. Komposisi Bahasa Indonesia.Jakarta: PT. Dwasadasa Sarana Bersama.

http://Pratiwi-19.blogspot.com/2012/03/PenalaranInduktif.
Keraf, G. 1985. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kridalaksana, H.  2008. Kamus Linguistik(Edisi 4). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.

Marzuki. 1989.  Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE.
Nawawi, dkk. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rohmadi dan Yakub. 2010. Paragraf Pengembangan dan Implementasinya. Yogyakarta: Media Perkasa.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet.

________.2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B.  Bandung: Alfabeta.

Sunarti. 2009. Bahasa Indonesia Ilmiah. Yogyakarta: Andi Offset.
Tarigan, D. 2009. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H. G. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta.

Wijana, I.  D. P. 2009. Berkenalan dengan Linguistik. Yogyakarta: Pustaka Araska.

Previous Post
Next Post

0 komentar: