Tuesday, July 25, 2017

KEMAMPUAN MEMBANDINGKAN APRESIASI DRAMA DENGAN TEATER


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia sebagai upaya  pemenuhan kebutuhan pedagogik dan psikologis. Hal tersebut merupakan bentuk nyata dari adanya tuntutan bahwa manusia tanpa pendidikan tidak akan mampu mengembangkan dirinya dalam segala aspek kehidupan sosial kemasyarakatan sehingga ungkapan bahwa pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia tidak terbantahkan.
Sudjana (1989:8) menyatakan bahwa pendidikan sebagai usaha untuk memajukan atau membudayakan manusia yang melibatkan dua belah pihak yaitu peserta didik yang belajar dan guru yang mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merupakan proses aktif  individu untuk mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu itu sendiri. Sedangkan mengajar merupakan kegiatan mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melalui kegitan belajar mengajar. Oleh karena itu,  agar  tujuan pendidikan dapat tercapai, maka pendidikan menerapkan nilai-nilai yang mendidik terpusat pada anak didik.

1
Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat masalah, yaitu : membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 2001:16).
Disick (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 45) menyebutkan bahwa apresiasi drama berhubungan dengan sikap dan nilai. Beliau juga menyebutkan adanya empat tingkatan apresiasi drama dan teater, yaitu sebagai berikut: (a) Tingkat menggemari, seseorang yang baru sampai pada tingkat menggemari, keterlibatan batinnya belum kuat. Dia baru terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan drama. Jika ada drama dia akan senang membaca. Jika ada acara pembacaan drama, secara langsung atau berupa siaran tunda di televisi, ia akan meluangkan waktu untuk menontonnya. (b)Tingkat menikmati, keterlibatan batin pembaca terhadap drama sudah semakin mendalam. Pemirsa akan ikut sedih, terharu, bahagia, dan sebagainya ketika melihat drama mampu menikmati keindahan yang ada dalam drama itu secara kritis. (c) Tingkat mereaksi, sikap kritis terhadap drama lebih menonjol karena ia telah mampu menafsirkan dan mampu menilai baik-buruknya sebuah drama. Penafsiran drama mampu menyatakan pemahaman drama dan menunjukkan dimana letak pemahaman tersebut. Demikian juga, jika seseorang dalam mengapresiasi dapat menyatakan kekurangan suatu drama, orang tersebut akan mampu menunjukkan di mana letak kekurangan tersebut. (d) Tingkat produktif, apresiasi drama mampu menghasilkan, mengkritik, dan membuat resensi terhadap sebuah drama secara tertulis. Dengan kata lain, ada produk yang dihasilkan oleh seseorang yang berkaitan dengan drama.
Kesimpulannya, apresiasi drama adalah suatu kegiatan untuk mengenali drama secara mendalam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam drama tersebut.
Sedangkan teater adalah untuk menunjukan persoalan yang berkaitan dengan pementasan tentang seni pertuntujakan, seni peran (Hasanuddin, 2009:8 ). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengapresiasi teater yaitu: Lakon, yang berisi tentang tipe-tipe lakon, tema, plot, struktur dramatik lakon, setting, dan penokohan. Penyutradaraan, yang berisi tentang penentuan lakon yang akan dipentaskan, analisis lakon secara menyeluruh hingga sampai tahap konsep pementasan, menentukan bentuk pementasan, memilih pemain, membuat rancangan blocking, serta latihan-latihan lainnya. Pemeranan, yang berisi tentang persiapan seorang pemeran dalam sebuah pementasan seni teater. Persiapan tersebut meliputi persiapan olah tubuh, olah suara, penghayatan karakter serta teknik-teknik pemeranan. Persiapan seorang pemeran dianggap penting karena pemeran adalah seorang seniman yang mengekspresikan dirinya sesuai dengan tuntutan baru dan harus memiliki kemampuan untuk menjadi ’orang baru’. Pemeran didefinisikan pula sebagai tulang punggung pementasan, karena dengan pemeran yang baik, tepat, dan berpengalaman akan menghasilkan pementasan yang bermutu. Tata Artistik, yang berisi tentang teori dan praktek tata artistik yang meliputi; tata rias, tata busana, tata cahaya, tata panggung, dan tata suara. Sebagai komponen pendukung pokok, keberadaan tata artistik dalam pementasan teater sangatlah vital. Tanpa pengetahuan dasar artistik seorang sutradara atau pemain teater tidak akan mampu menampilkan kemampuannya dengan baik. Persesuaian dengan tata artistik yang menghasilkan wujud nyata keindahan tampilan di atas pentas adalah pilihan wajib bagi para pelaku seni teater. Jadi, dapat disimpulkan apresiasi teater adalah suatu kegiatan untuk mengetahui lebih jelas dan terperincih  tentang pementasan dalam seni pertuntujukan.
      Pembelajaran sastra, khususnya drama dan teater di sekolah sampai saat ini masih menitikberatkan pada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Akibatnya, para siswa hanya mampu mengetahui atau mungkin hapal istilah-istilah yang ada dalam teori drama dan teater, di antaranya judul naskah, ringkasan cerita, maupun nama pengarangnya. Keadaan seperti ini tentu saja tidak dapat dijadikan tuntutan agar siswa mampu aktif dalam suatu kegiatan.
Diharapkan dari pembelajaran apresiasi drama dan teater pada dasarnya adalah segi apresiasinya yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Itulah sebabnya, kegiatan apresiasi drama dan teater dikalangan para siswa merupakan masalah yang harus ditangani bersama. Di samping memiliki pengetahuan yang layak mengenai drama dan teater, diharapkan para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik berupa pementasan.
Dari pembelajaran apresiasi drama dan teater ada beberapa hal yang dapat dipetik oleh siswa kelas X SMA Muhammadiyah mataram. dapat dirangkum ke dalam empat aspek, yaitu siswa dapat (1) mengapresiasi naskah drama, (2) mengapresiasi pementasan drama, (3) menulis naskah drama atau mengubah genre sastra lain (misalnya cerpen) ke dalam naskah drama, dan (4) mementaskan naskah drama.
Hasil dari instrumen awal kecendrungan siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram menyebut drama dengan istilah teater, namun dilihat dari pendapat para ahli diatas pada dasarnya kedua apresiasi ini tentunya memiliki  pengertian dan unsur-unsur yang berbeda. Melihat paradigma tersebut, penulis mencoba melakukan penelitian tentang Kemampuan Membandingkan Apresiasi Drama dengan Teater pada Siswa Kelas X SMA  Muhammadiyah Mataram  Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini sebagai bentuk kepedulian akan pentingnya pembelajaran, pemahaman dan penanaman nilai-nilai seni dan budaya pada siswa, baik yang berupa pendidikan moral dan spiritual
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa untuk mengetahui seberapa besar kemampuan Membandingkan Apresiasi Drama dengan Teater  pada Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah Mataram  Tahun Pelajaran 2014/2015.  Maka perlu diadakan penelitian.
1.2    Rumusan Masalah
Atas dasar pembahasan masalah tersebut, maka dapat disusun atau dirumuskan permasalahan yaitu Bagaimanakah Kemampuan Apresiasi Siswa dalam Membandingkan Drama dengan Teater di Kelas X SMA Muhammad iyah Mataram  Tahun Pelajaran 2014/2015?.

1.3    Batasan Masalah
Setiap penelitian perlu melakukan pembatasan terhadap masalah penelitiannya. Sehingga jelas pula batas-batas penelitian tersebut, terutama mengenai variabel dan beberapa hal lain yang dapat mencerminkan spesifikasi permasalahan dalam pendidikan yang diadakan.
Dalam bagian ini dijelaskan tentang pembatasan masalah yang diteliti. Pembatasan masalah  tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Kemampuan memahami naskah drama
b.      Kemampuan memahami naskah drama dalam bentuk pementasan (teater)
c.       Membandingkan antara kemampuan memahami naskah drama dengan memahani naskah dalam bentuk pementasan (teater)
1.4    Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum untuk mengetahui hasil kemampuan  membandingkan apresiasi drama dengan teater pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram  tahun pelajaran 2014/2015
1.5 Manfaat Penelitian
Obyek penelitian haruslah masalah yang penting supaya hasil akhir dari penelitian tersebut bisa memberikan manfaat ganda dari segi teori dan praktik.
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
a.    Manfaat teoritis
1.        Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna bagi para pendidik untuk mengupayakan peningkatan dan pengembangan konsep-konsep mengenai pentingnya pembelajaran kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan teater  pada siswa.
2.        kesimpulan yang diperoleh ini diharapkan dapat merangsang peneliti  untuk memperluas cakrawala ruang lingkup penelitian yang belum dikaji secara mendalam dan komprehensif.
b.    Manfaat praktis
1.       Hasil Penelitian ini diharapkan berguna bagi pendidikan (guru) agar dapat memotifasi peserta didik.
2.       Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas (pengawas) Sekolah Menengah Atas guna peningkatan profesionalisme education skill bahasa Indonesia yang baik dalam membandingkan apresiasi drama dengan teater pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram  Tahun Pelajaran 2014/2015.




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1    Kajian Pustaka
Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian tentang kemampuan peserta didik dalam membandingkan drama dengan teater. Penelitian-penelitian  tersebut diantaranya dilakukan oleh Muhammad Azan Shaleh, yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi naskah Drama ada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Sambelia Tahun Pelajaran 2013/2014”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa lebih dari 70% peserta didik belum mampu mengapresiasikan naskah drama dengan baik. Dilihat dari presentase sebelumnya, hasil penelitian menunjukan presentase keberhasilan 30% hanya meningkat menjadi 50% keberhasilan pada tes akhir.
Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Arianti, dengan judul “Uji Coba Metode Kooperatif  Learning Tipe Role Playing pada Pembelajaran Apresiasi Naskah Drama Kelas XII SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang Tahun Ajaran 2010/2011”. Kelemahan penelitian ini, yaitu kurang koheren antara judul penelitian dengan kemampuan peserta didik dalam menggunakan metode Role Playing, terlihat pada hasil akhir penelitian  menunjukan presentase keberhasilan hanya 30%. Jadi metode yang digunakan dalam penelitian ini kurang mampu menggenjot kemampuan peserta didik dalam mengapresiasikan naskah drama.

8
Hasil penelitian terdahulu, kurang maksimal untuk mengasah kemampuan peserta didik dalam upaya membandingkan drama dengan teater serta mengapresiasinya, karna metode dan rancangan penelitian yang digunakan tidak tepat. Terlihat dari presentase keberhasilan rata-rata 30% pada hasil akhir.
2.2     Konsep Penelitian
2.2.1  Pengertian kemampuan  
Menurut Chaplin (1997:34), kemampuan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan hasil latihan atau praktek (Roobbins,2000:46). Lebih lanjut Robbins menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:
1.    Kemampuan intelektual (Intelektual ability). Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental.
2.    Kemampuan fisik (physical ability). Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik.
“Menurut Nurkencana (1986:67) “secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja maksimal”.

Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya.



2.2.2  Pengertian apresiasi
Istilah apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”.  Dalam arti yang lebih luas Menurut Gove (2010: 34) mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. (Aminuddin, 2010:34) istilah apresiasi mengandung makna.
1.    Pengenalan melalui perasaan kepekaan batin.
2.    Pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang   diungkapkan pengarang.
Zaidan (2000: 35) memberikan batasan pengertian apresiasi sastra adalah penghargaan atas karya sastra sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu..
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian apresiasi diatas adalah kegiatan menghargai, menghayati, menikmati dan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga dapat memberikan tanggapan dan penilain terhadap karya sastra, dan kegiatan ini pada akhirnya akan menimbulkan kegairahan dan rasa indah terhadap suatu karya sastra.


2.2.3  Pengertian drama
Drama adalah sebagai suatu genre sastra yang terfokus sebagai suatu karya yang berorientasi kepada seni pertunjukan, dibandingkan sebagai genre sastra. (Hasanuddin WS, 2009:1). Menurut harymawan (1988:1),  drama secara harfiah berasal dari bahasa yunani “Draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bereaksi atau bertindak. Menurut Wiyanto (2005: 126) drama adalah naskah karangan sastrawan. Naskah drama isinya kebanyakan berupa percakapan, yaitu percakapan antar pelaku. Nursantara (2007:46) mengemukakan bahwa seni teater atau drama adalah bentuk seni pertunjukan yang berhubungan dengan kisah kehidupan manusia, baik langsung atau tidak langsung berhadapan dengan penonton. Lebih lanjut menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan ection dan perilaku.
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut diatas kita bisa melihat beberapa pengertian drama, diantaranya:
1.      Drama adalah Naskah (Wiyanto)
2.      Drama adalah pertunjukan tentang manusia (Nursantara)
3.      Drama adalah perbuatan atau tindakan (Harymawan)
4.      Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia (Ferdinan dan Brunetiere)
5.      Karya satra yang berorientasi pada seni pertujukan (Hasanuddin WS)
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa drama adalah sebuah genre sastra yang ditulis dalam sebuah naskah yang berbentuk dialog-dialog yang melukiskan sifat dan sikap manusia lewat tindakan dan pertunjukan. Drama merupakan karya sastra dalam dua dimensi, karena sebagai genre sastra dan sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan. Sebagai sebuah karya yang mempunyai dua dimensi, maka pementasan harus dianggap sebagai penafsiran lain dari penafsiran yang telah ada yang dapat ditarik dari suatu karya drama.
a. Jenis-jenis drama
1.      Drama Tragedy
Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Contoh film yang termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost. Sementara contoh FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita ini bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama tragedi.
2.   Drama Komedi
a)      Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain, melainkan karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan Si Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
b)      Komedi Slapstic, cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para pemainnya. Misalnya, saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum datang. Kemudian teman yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi pipinya menggunakan spidol. Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The Mask dan Tarzan.
c)      Komedi Satire, cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh sinetronnya adalah Wong Cilik.
d)     Komedi Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang termasuk jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.
3.      Drama Misteri
a)      Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
b)   Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
c)   Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsure ghaib.
4.       Drama Laga/ Action
a)   Modern, cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern. Contoh jenis sinetron ini misalnya Deru Debu, Gejolak Jiwa, dan Raja Jalanan.
b)   Tradisional, cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas secara tradisional. Beberapa sinetron yang termasuk jenis ini antara lain Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Wali Songo. Untuk jenis drama laga ini biasanya skenario tidak banyak memakai dialog panjang, tidak seperti skenario drama tragedi atau melodrama yang kekuatannya terletak pada dialog. Jenis ini lebih banyak mengandalkan action sebagai daya tarik tontonannya. Penontonnya bisa merasakan semangat ketika menonton film ini.
5.   Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak untuk membuat alur yang lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan bersimpati pada penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari, Menggapai Bintang, dan Chanda.
6.  Drama Sejarah
           Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya. Contoh film yang bercerita tentang perisstiwa sejarah antara lain November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar. Sementara kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara lain Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini. Elizabeth Lutters (2006:35)
b.   Unsur-unsur drama
Mengapresiasikan naskah pada peserta didik bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pendidikan dalam bentuk moral ataupun spiritual dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial budaya dalam kultur masyarakat sekitarnya. Yang secara tidak langsung di dalam kehidupan  mereka mengalami, melihat ataupun mendengar berbagai macam peristiwa. Baik itu peristiwa menyenangkan, mengharukan, menjengkelkan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa  yang berisi konflik itu, para peserta didik mampu mengapresiasikan dalam naskah dan mengapresiasikan pengalamannya di atas pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak. Unsur-unsur drama dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Unsur Instrinsik
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Badrun, 1983). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur- unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsu-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (dalam cerita) inilah yang akan di jumpai jika kita membaca sebuah naskah drama.
Unsur instinsik menurut (yuwono, Suhartanto, Sri Ningsih, 2005: 30) diantaranya sebagai berikut:
a)      Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi suatu cerita yang menarik. Untuk menentukan tema sebuah drama. Biasanya dimunculkan pertanyaan, “masalah apa yang diceritakan?” jawaban atas pertanyaan itulah yang dinamakan tema.
b)     Plot
        Lakon drama yang baik selalu mengandung konflik, sebab roh drama adalah konflik. Pertentangan yang umum adalah pertentangan antara kebaikan (diperankan oleh tokoh pahlawan) dan kejahatan (diperanakan oleh tokoh penjahat). Pertentangan itulah menjadi bahan lakon drama.
c)      Karakter
        Karakter atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh bisa saja berwatak sabar, mramah, dan suka menolong. Sebaliknya, bisa saja tokoh berwatak pemberang, suka marah, dan sangat keji. Hal ini mharus dilakukan supaya penampilanya benar-benar seperti tokoh yang diperankan.
d)     Dialog
        Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain. Dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukan lakon drama. Melalui dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan.
e)      Setting
        Setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan.


f)      Amanat.
        Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca naskah drama. Pesan itu tentunya tidak disampaikan secara langsung tetai lewat lakon drama.
2.   Unsur Ekstrinsik
Menurut (Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi, 2007: 72) unsur ekstrinsik drama meliputi latar belakang sosial, politk dan sejarah penulisan naskah drama.
Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono (2008: 32) menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik drama mencakup empat hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap drama tersebut’’.

Sebagaimana halnya unsur instrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Tarigan (1985), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Keadaan  subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap pengarang, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi drama yang dibuatnya.
b)      Keadaan psikologis, baik pisikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c)      Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
d)     Latar belakang kehidupan pengarang.
2.2.4 Pengertian teater
            Kegiatan berteater dalam kehidupan masyarakat dan budaya indonesia bukan merupakan sesuatu hal yang asing bahkan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan, kegiatan teater dapat kita lihat dalam peristiwa-peristiwa ritual keagamaan, tingkat-tingkat hidup, siklus hidup (kelahiran, pertumbuhan dan kematian) juga hiburan. Setiap daerah punya cara dan kekhasan tersendiri dalam penyampaiannya. Untuk dapat mengapresiasi dengan baik seni teater terutama teater yang ada di indonesia, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu teater?
a)  Teater dalam arti luas adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak, misalnya wayang golek, lenong, akrobat, debus, sulap, reog, ben dan sebagainya.
b) Teater dalam arti sempit adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan diatas pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media, percakapan, gerak, dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah tertulis, diiringi musik, nyayian dan tarian.
Jadi teater  adalah  salah  satu  bentuk  kegiatan  manusia  yang  secara  sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujudkan  dalam  suatu  karya  (seni  pertunjukan)  yang  ditunjang  dengan unsur  gerak,  suara,  bunyi  dan  rupa  yang  dijalin  dalam  cerita  pergulatan tentang kehidupan manusia.
a. Unsur-unsur teater
Teater sebagai hasil karya (seni) merupakan satu kesatuan yang utuh antara manusia  sebagai  unsur  utamanya  dengan  unsur  -unsur  penunjang  dan penjalinnya. Dan dapat dikatakan bahwa teater merupakan perpaduan segala macam pernyataan seni.
Unsur-unsur teater menurut urutannya :
1.
 Tubuh manusia sebagai unsur utama (Pemeran/pelaku/ pemain/actor)
2.
Gerak  sebagai unsur  penunjang  (gerak  tubuh, gerak  suara, gerak  bunyi dan gerak rupa)
3.
 Suara sebagai unsur penunjang (kata, dialog, ucapan pemeran)
4.
 Bunyi sebagai efek Penunjang (bunyi benda, efek dan musik)
5.
 Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, dekorasi, rias dan kostum)
6.
 Lakon sebagai unsur penjalin (cerita, non cerita, fiksi dan narasi)
b.   Jenis-jenis teater
1.   Teater rakyat yaitu teater yang didukung oleh masyarakat kalangan pedesaan, bentuk teater ini punya karakter bebas terikat tidak oleh kaidah-kaidah pertunjukan yang   kaku, sifatnya spontan, improvisasi. Contoh: lenong, ludruk, ketoprak dll.
2.    Teater keraton yaitu teater yang lahir dan berkembang dilingkungan keraton dan kaum bangsawan. Pertunjukan dilaksanakan hanya untuk lingkungan terbatas dengan   tingkat artistik sangat tinggi, cerita berkisar pada kehidupan kaum bangsawan yang dekat dengan dewa-dewa. Contoh : teater wayang
3.    Teater  Urban  atau  kota-kota.  Teater  ini    Masih  membawa  idiom bentuk rakyat dan keraton . teater jenis ini   lahir dari kebutuhan yang timbul    dengan    tumbuhnya    kelompok-kelompok    baru    dalam masyarakat    dan  sebagai  produk  dari  kebutuhan  baru,  sebagai fenomena modern dalam seni pertunjukan di Indonesia.
4.    Teater kontemporer, yaitu teater yang menampilkan peranan manusia bukan  sebagai  tipe  melainkan  sebagai  individu .  dalam  dirinya terkandung potensi yang besar untuk tumbuh dengan kreatifitas yang tanpa batas. Pendukung    teater ini masih sedikit yaitu orang-orang yang  menggeluti  teater  secara  serius  mengabdikan  hidupnya  pada teater  dengan  melakukan  pencarian,  eksperimen  berbagai  bentuk teater untuk mewujudkan teater Indonesia masa kini.
Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kegiatan berteater yang tumbuh  dan  berkembang  secara  turun  temurun.  Kegiatan  ini  masih bertahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang erat hubungannya dengan budaya agraris (bertani) yang tidak lepas dari unsur-unsur ritual kesuburan, siklus kehidupan maupun hiburan.   Misalnya : untuk memulai menanam padi harus diadakan upacara   khusus untuk meminta bantuan leluhur agar padi yang ditanam subur, berkah dan terjaga dari berbagai gangguan.  Juga  ketika  panen,  sebagai  ucapan  terima  kasih  maka dilaksanakan  upacara  panen.  Juga  peringatan  tingkat-tingkat  hidup seseorang  (kelahiran, khitanan, naik pangkat/ status dan kematian dll) selalu  ditandai  dengan  peristiwa-peristiwa  teater  dengan  penampilan berupa tarian, nyanyian maupun cerita,   dengan acara, tata cara yang unik dan menarik.




BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Rancangan Penelitian
3.1.1        Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Penelitian kuantitatif yang dimaksudkan dalam penelitian ini, untuk meningkatkan kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan teater  pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram.
Penelitian menyangkut alat dan teknik untuk melakukan penelitian. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan metode yang jelas dan pasti untuk meneliti suatu masalah atau objek penelitian, dieksperimenkan atau mengkaji setelah objek itu terjadi secara wajar. Adanya perbedaan objek di lapangan memungkinkan untuk menggunakan atau memilih metode yang berbeda pula. Sehubungan dengan hal itu Ridwan (1984:94) mengemukakan bahwa “Pada umumnya dalam penelitian dikenal ada dua macam pendekatan yaitu metode eksperimen apabila gejala yang diteliti itu timbul dengan sengaja, dan metode eks post fakto, apabila yang diteliti memang ada secara wajar di lapangan.”

23
Berdasarkan keadaan obyek penelitian ini timbul dengan sengaja di lapangan, artinya peneliti perlu memperlakukan subyek penelitian untuk menimbulkan gejala yang dinginkan. Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memecahkan masalah kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan teater.
3.1.2        Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Mataram. Adapun batas-batas wilayah dari SMA Muhammadiyah Mataram sebagai berikut.
1.         Sebelah utara berbatasan dengan Masjid Raya Mataram
2.         Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Raya Pendidikan
3.         Sebelah timur berbatasan dengan Perumahan penduduk dan jalan raya
4.         Sebelah barat berbatasan dengan Perpustakaan Kota Mataram.

3.2  Metode Penentuan Subjek Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, penentuan subjek penelitian merupakan langkah awal sebelum peneliti mengumpulkan data. (Sugiyono, 2006:89) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.  Dengan demikian, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Muhammadiyah  Mataram tahun pelajaran 2014/2015.
Metode penentuan subjek penelitian adalah studi populasi. Studi populasi merupakan metode penentuan subjek penelitian yang menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian (Riduwan, 2005: 78). Metode ini digunakan mengingat jumlah populasi terbatas dan masih ada dalam jangkauan peneliti. Dalam hal ini, populasi penelitian terdapat pada tabel dibawah ini:
Tabel 01: populasi penelitian
NO
Kelas
Siswa
 

Laki-laki                        perempuan
Keterangan
1
X IPA
13                               8
21
2
X IPS
11                               10
21
Jumlah              
            24                                18
42

3.3  Metode Pengumpulan Data
 Dalam mengumpulkan data, ada beberapa metode yang digunakan, yaitu metode observasi, metode dokumentasi dan metode tugas.
3.3.1        Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosuder yang terstandar (Arikunto,1990;197). Metode oservasi dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, artinya dalam proses pengamatan tersebut peneliti ikut serta didalamnya.
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan suatu objek dan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dengan terater di SMA Muhammadiyah Mataram tahun pelajaran 2014/2015.


3.3.2        Metode Dokumentasi
“Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, surat, surat kabar, agenda dan sebagainya” (Arikunto, 1997:135). Ahli lain barpendapat bahwa “documenter ditunjukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto, film documenter dan data yang relevan dengan penelitian (Ridwan, 2003:58).
Keuntungan dan kelemahan metode documenter ini adalah sebagai berikut:
1) Keuntungan metode documenter ini adalah: a) data didapatkan dalam waktu singkat karena langsung melihat dokumen atau data yang sudah ada, b) Dokumen merupakan sumber yang stabil, c) berguna sebagai bukti pengujian.
2) Kelemahan metode dokumenter ini adalah: a) tidak berubah dan tidak representative, b) data setiap saat bisa saja berubah, karena kondisi dan keadaan berubah, c) tidak reaktif, sehingga memungkinkan data sewaktu-waktu berubah (Riyanto, 2001: 203-104).

Metode dokumentasi ditempuh melalui pelaksanaan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari bahan tertulis atau dokumen-dokumen tertulis, baik berupa arsip, adminstrasi pengajaran guru dan catatan-catatan yang berkaitann dengan pembelajaran membandingkan apresiasi drama dengan terater pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram.
Data yang dikumpulkan dengan metode ini meliputi dokumen-dokumen tentang keadaan sekolah, jumlah siswa, nama-nama siswa, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), hasil evaluasi, dan tindaklanjut pembelajaran.
3.3.3        Metode Tugas
Subana (2000:28) mengemukakan bahwa “Tugas sebagai instrument pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Penggunaan metode ini ditunjukan untuk memperoleh data kuantitatif tentang kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan teater. Adapun metode tugas tersebut berupa tugas menjawab pertanyaan guru yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Data yang dikumpulkan dengan metode pengumpulan data ini adalah data kemampuan siswa membandingkan apresiasi drama dengan teater.
Untuk mengukur kemampuan siswa membandingkan apresiasi drama dengan teater, terdapat dalam tabel dibawah ini:
Table 02: Instrumen Penelitian
Materi
Bentuk Instrumen
Instrumen

Apresiasi drama
Individu







·   Apakah tema teks drama yang telah anda bacakan?
·   Tentukan dua unsur drama?
·   Tentukan karakter masing-masing tokoh dalam naskah tersebut?
·   Tentukan Latar dan setting?
·   Tentukan pesan yang disampaikan dalam naskah tersebut?
Apresiasi teater
Individu






·   Kesiapan individu dalam persiapan pementasan
·   Kreatifitas dalam menjalani tugas
·   Kemampuan memehami naskah
·   Kemampuan memerankan karakter tokoh yang ditetapkan oleh kelompok
·   Hasil kerja individu

Pemberian skor penilaian pada setiap instrumen pertanyaan baik soal evaluasi ataupun aspek penilaian observasi berdasarkan sulit atau tidaknya soal yang akan dikerjakan oleh peserta didik. Adapun skor maksimal pada penilaian individu berdasarkan instrumen penilaian adalah 100.
3.4  Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya peneliti dapat menganalisis data tersebut. Analisis data dalam suatu penelitian bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi suatu data yang teratur, serta tersusun dan lebih berarti (Marzuki, 1986:87).
Untuk mengetahui kemampuan siswa membandingkan apresiasi drama dengan teater digunakan analisis data kuantitatif. Kemampuan siswa secara keseluruhan diperoleh dari dua aspek yaitu (1) apresiasi drama (2) apresiasi teater. Kemudian kemampuan apresiasi drama dengan teater diperoleh dengan menjumlahkan  10  pertanyaan dari dua aspek tersebut, kemudian membandingkannya dengan skor maksimal dan dikalikan 100,  data keseluruhan/total tersebut kemudian dideskripsikan.
Dalam menganalisis data, dapat dipergunakan prosedur sebagai berikut:
a.       Mencari kemampuan individu
1)      Menentukan SMi
2)      Menentukan Mi=1/2 SMi
3)      Menentukan SDi=1/3 Mi
4)      Membuat pedoman
                                          Kemampuan tinggi
 Mi+1 SDi                                                                                    
                                                            Kemampuan sedang
Mi-1 SDi    

Kemampuan rendah
5)      Mencari persentase taraf kemampuan
P =  
Keterangan : P = persentase siswa berkemampuan tinggi, sedang atau rendah
F = frekuensi siswa berkemampuan tinggi, sedang atau rendah
N = jumlah siswa yang menjadi sampel
b.      Mencari kemampuan kelompok        
1.      M =
Dimana : M = mean nilai rata-rata
               = frekuensi
               x = nilai
2.      IPK =  x 100
Dimana : IPK = indeks prestasi kelompoks
               SMI = skor maksimal ideal
               100  = bilangan tetap (Nurkencana, 1983:118).
Selanjutnya, hasil analisis kemampuan kelompok disesuaikan dengan pedoman indeks prestasi kelompok (IPK) sebagai berikut :
       0 – 30   =  Sangat rendah
      31 – 54  =  Rendah
      55 – 74  = Normal
      75 – 89  = tinggi
      90 – 100 = sangat tinggi (Nurkencana, 1983:118).

Follow my blog with Bloglovin

Previous Post
Next Post

0 komentar: