BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan
adalah usaha sadar yang dilakukan manusia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pedagogik dan psikologis.
Hal tersebut merupakan bentuk nyata dari adanya tuntutan bahwa manusia tanpa
pendidikan tidak akan mampu mengembangkan dirinya dalam segala aspek kehidupan
sosial kemasyarakatan sehingga ungkapan bahwa pendidikan adalah usaha
memanusiakan manusia tidak terbantahkan.
Sudjana (1989:8)
menyatakan bahwa pendidikan sebagai usaha untuk memajukan atau membudayakan
manusia yang melibatkan dua belah pihak yaitu peserta didik yang belajar dan
guru yang mengajar. Belajar dan
mengajar merupakan dua konsep
yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merupakan proses aktif individu untuk mereaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu itu sendiri. Sedangkan mengajar merupakan kegiatan
mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar peserta didik
sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melalui kegitan belajar
mengajar. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai, maka
pendidikan menerapkan nilai-nilai yang mendidik terpusat pada anak didik.
1
|
Disick (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 45) menyebutkan
bahwa apresiasi drama berhubungan dengan sikap dan nilai. Beliau juga
menyebutkan adanya empat tingkatan apresiasi drama dan teater, yaitu sebagai
berikut: (a) Tingkat menggemari, seseorang yang baru sampai pada tingkat
menggemari, keterlibatan batinnya belum kuat. Dia baru terlibat dalam kegiatan
yang berkaitan dengan drama. Jika ada drama dia akan senang membaca. Jika ada
acara pembacaan drama, secara langsung atau berupa siaran tunda di televisi, ia
akan meluangkan waktu untuk menontonnya. (b)Tingkat menikmati, keterlibatan
batin pembaca terhadap drama sudah semakin mendalam. Pemirsa akan ikut sedih,
terharu, bahagia, dan sebagainya ketika melihat drama mampu menikmati keindahan
yang ada dalam drama itu secara kritis. (c) Tingkat mereaksi, sikap
kritis terhadap drama lebih menonjol karena ia telah mampu menafsirkan dan
mampu menilai baik-buruknya sebuah drama. Penafsiran drama mampu menyatakan pemahaman
drama dan menunjukkan dimana letak pemahaman tersebut. Demikian juga, jika
seseorang dalam mengapresiasi dapat menyatakan kekurangan suatu drama, orang
tersebut akan mampu menunjukkan di mana letak kekurangan tersebut. (d) Tingkat
produktif, apresiasi drama mampu menghasilkan, mengkritik, dan
membuat resensi terhadap sebuah drama secara tertulis. Dengan kata lain, ada
produk yang dihasilkan oleh seseorang yang berkaitan dengan drama.
Kesimpulannya, apresiasi drama adalah suatu kegiatan
untuk mengenali drama secara mendalam dan mampu memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam drama tersebut.
Sedangkan
teater adalah untuk menunjukan persoalan yang berkaitan dengan pementasan
tentang seni pertuntujakan, seni peran (Hasanuddin, 2009:8 ). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam mengapresiasi teater yaitu: Lakon, yang berisi tentang tipe-tipe lakon, tema, plot, struktur dramatik lakon,
setting, dan penokohan. Penyutradaraan,
yang berisi tentang penentuan lakon yang akan dipentaskan, analisis lakon
secara menyeluruh hingga sampai tahap konsep pementasan, menentukan bentuk
pementasan, memilih pemain, membuat rancangan blocking, serta latihan-latihan
lainnya. Pemeranan, yang berisi tentang persiapan seorang pemeran dalam
sebuah pementasan seni teater. Persiapan tersebut meliputi persiapan olah
tubuh, olah suara, penghayatan karakter serta teknik-teknik pemeranan.
Persiapan seorang pemeran dianggap penting karena pemeran adalah seorang
seniman yang mengekspresikan dirinya sesuai dengan tuntutan baru dan harus
memiliki kemampuan untuk menjadi ’orang baru’. Pemeran didefinisikan pula
sebagai tulang punggung pementasan, karena dengan pemeran yang baik, tepat, dan
berpengalaman akan menghasilkan pementasan yang bermutu. Tata Artistik, yang
berisi tentang teori dan praktek tata artistik yang meliputi; tata rias, tata
busana, tata cahaya, tata panggung, dan tata suara. Sebagai komponen pendukung
pokok, keberadaan tata artistik dalam pementasan teater sangatlah vital. Tanpa
pengetahuan dasar artistik seorang sutradara atau pemain teater tidak akan
mampu menampilkan kemampuannya dengan baik. Persesuaian dengan tata artistik
yang menghasilkan wujud nyata keindahan tampilan di atas pentas adalah pilihan
wajib bagi para pelaku seni teater. Jadi, dapat disimpulkan apresiasi teater
adalah suatu kegiatan untuk mengetahui lebih jelas dan terperincih tentang pementasan dalam seni pertuntujukan.
Pembelajaran
sastra, khususnya drama dan teater di sekolah sampai saat ini masih menitikberatkan
pada aspek kognitif atau pengetahuan saja. Akibatnya, para siswa hanya mampu
mengetahui atau mungkin hapal istilah-istilah yang ada dalam teori drama dan
teater, di antaranya judul naskah, ringkasan cerita, maupun nama pengarangnya.
Keadaan seperti ini tentu saja tidak dapat dijadikan tuntutan agar siswa mampu
aktif dalam suatu kegiatan.
Diharapkan dari pembelajaran apresiasi drama dan
teater pada dasarnya adalah segi apresiasinya yang melibatkan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor. Itulah sebabnya, kegiatan apresiasi drama dan teater
dikalangan para siswa merupakan masalah yang harus ditangani bersama. Di
samping memiliki pengetahuan yang layak mengenai drama dan teater, diharapkan
para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap kegiatan drama. Bahkan bila
dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik berupa pementasan.
Dari pembelajaran apresiasi drama dan teater ada
beberapa hal yang dapat dipetik oleh siswa kelas X SMA Muhammadiyah mataram.
dapat dirangkum ke dalam empat aspek, yaitu siswa dapat (1) mengapresiasi naskah
drama, (2) mengapresiasi pementasan drama, (3) menulis naskah drama atau
mengubah genre sastra lain (misalnya cerpen) ke dalam naskah drama, dan (4)
mementaskan naskah drama.
Hasil dari instrumen awal kecendrungan siswa kelas X
SMA Muhammadiyah Mataram menyebut drama dengan istilah teater, namun dilihat
dari pendapat para ahli diatas pada dasarnya kedua apresiasi ini tentunya
memiliki pengertian dan unsur-unsur yang
berbeda. Melihat paradigma tersebut, penulis mencoba melakukan penelitian
tentang Kemampuan Membandingkan Apresiasi Drama dengan Teater pada Siswa Kelas
X SMA Muhammadiyah Mataram Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini sebagai
bentuk kepedulian akan pentingnya pembelajaran, pemahaman dan penanaman
nilai-nilai seni dan budaya pada siswa, baik yang berupa pendidikan moral dan
spiritual
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan Membandingkan Apresiasi Drama dengan
Teater pada Siswa Kelas X SMA
Muhammadiyah Mataram Tahun Pelajaran
2014/2015. Maka perlu diadakan
penelitian.
1.2
Rumusan Masalah
Atas dasar pembahasan masalah tersebut, maka dapat
disusun atau dirumuskan permasalahan yaitu Bagaimanakah Kemampuan
Apresiasi Siswa dalam Membandingkan Drama dengan Teater di Kelas X SMA Muhammad
iyah Mataram Tahun Pelajaran 2014/2015?.
1.3
Batasan Masalah
Setiap penelitian perlu melakukan pembatasan terhadap
masalah penelitiannya. Sehingga jelas pula batas-batas penelitian tersebut,
terutama mengenai variabel dan beberapa hal lain yang dapat mencerminkan
spesifikasi permasalahan dalam pendidikan yang diadakan.
Dalam bagian ini dijelaskan tentang pembatasan masalah
yang diteliti. Pembatasan masalah
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Kemampuan memahami naskah drama
b.
Kemampuan memahami naskah drama dalam bentuk pementasan
(teater)
c.
Membandingkan antara kemampuan memahami naskah drama
dengan memahani naskah dalam bentuk pementasan (teater)
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum untuk mengetahui hasil kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan teater pada
siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram tahun
pelajaran 2014/2015
1.5 Manfaat Penelitian
Obyek penelitian haruslah masalah yang penting supaya
hasil akhir dari penelitian tersebut bisa memberikan manfaat ganda dari segi
teori dan praktik.
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian
ini adalah:
a.
Manfaat teoritis
1.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan
berguna bagi para pendidik untuk mengupayakan peningkatan dan pengembangan konsep-konsep
mengenai pentingnya pembelajaran kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan
teater pada siswa.
2.
kesimpulan yang diperoleh ini diharapkan dapat
merangsang peneliti untuk memperluas
cakrawala ruang lingkup penelitian yang belum dikaji secara mendalam dan
komprehensif.
b. Manfaat praktis
1. Hasil
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pendidikan (guru) agar dapat memotifasi
peserta didik.
2. Hasil
penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi petugas (pengawas) Sekolah Menengah
Atas guna peningkatan profesionalisme
education skill bahasa Indonesia yang baik dalam membandingkan apresiasi drama
dengan teater pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram Tahun Pelajaran 2014/2015.
|
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian
tentang kemampuan peserta didik dalam membandingkan drama dengan teater.
Penelitian-penelitian tersebut
diantaranya dilakukan oleh Muhammad Azan Shaleh, yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi
naskah Drama ada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Sambelia Tahun Pelajaran 2013/2014”. Dalam
penelitian tersebut dijelaskan bahwa lebih dari 70% peserta didik belum mampu
mengapresiasikan naskah drama dengan baik. Dilihat dari presentase sebelumnya,
hasil penelitian menunjukan presentase keberhasilan 30% hanya meningkat menjadi
50% keberhasilan pada tes akhir.
Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Arianti, dengan
judul “Uji Coba Metode Kooperatif
Learning Tipe Role Playing pada
Pembelajaran Apresiasi
Naskah Drama Kelas XII SMA Negeri 8 Kabupaten Tangerang Tahun Ajaran 2010/2011”. Kelemahan penelitian ini,
yaitu kurang koheren antara judul penelitian dengan kemampuan peserta didik
dalam menggunakan metode Role Playing, terlihat pada hasil akhir penelitian
menunjukan presentase keberhasilan hanya 30%. Jadi metode yang digunakan dalam penelitian
ini kurang mampu menggenjot kemampuan peserta didik dalam mengapresiasikan naskah drama.
8
|
2.2 Konsep Penelitian
2.2.1 Pengertian kemampuan
Menurut Chaplin (1997:34), kemampuan merupakan tenaga
(daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan hasil
latihan atau praktek (Roobbins,2000:46). Lebih lanjut Robbins menyatakan bahwa
kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:
1. Kemampuan
intelektual (Intelektual ability). Merupakan kemampuan melakukan
aktivitas secara mental.
2. Kemampuan
fisik (physical ability). Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan
stamina kekuatan dan karakteristik.
“Menurut Nurkencana (1986:67) “secara psikologis, kemampuan
terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill),
artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
maka akan mudah mencapai kinerja maksimal”.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah
kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak
lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan
sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya.
2.2.2 Pengertian apresiasi
Istilah apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau
“menghargai”. Dalam arti yang lebih luas Menurut
Gove (2010: 34) mengandung makna (1)
pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman terhadap
nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. (Aminuddin, 2010:34) istilah apresiasi mengandung
makna.
1.
Pengenalan melalui perasaan kepekaan batin.
2. Pemahaman
dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Zaidan (2000: 35) memberikan batasan pengertian
apresiasi sastra adalah penghargaan atas karya sastra sebagai hasil pengenalan,
pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan
batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu..
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian
apresiasi diatas adalah kegiatan menghargai, menghayati, menikmati dan
menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga dapat memberikan
tanggapan dan penilain terhadap karya sastra, dan kegiatan ini pada akhirnya
akan menimbulkan kegairahan dan rasa indah terhadap suatu karya sastra.
2.2.3 Pengertian drama
Drama adalah sebagai suatu genre sastra yang terfokus sebagai
suatu karya yang berorientasi kepada seni pertunjukan, dibandingkan sebagai
genre sastra. (Hasanuddin WS, 2009:1). Menurut harymawan (1988:1), drama secara harfiah berasal dari bahasa
yunani “Draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bereaksi atau bertindak. Menurut Wiyanto (2005: 126) drama adalah naskah karangan sastrawan. Naskah drama isinya kebanyakan
berupa percakapan, yaitu percakapan antar pelaku. Nursantara (2007:46)
mengemukakan bahwa seni teater atau drama adalah bentuk seni pertunjukan yang
berhubungan dengan kisah kehidupan manusia, baik langsung atau tidak langsung
berhadapan dengan penonton. Lebih lanjut menurut Ferdinan Brunetiere dan
Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia
dan harus melahirkan kehendak manusia dengan ection dan perilaku.
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut diatas kita bisa melihat
beberapa pengertian drama, diantaranya:
1.
Drama adalah
Naskah (Wiyanto)
2.
Drama adalah
pertunjukan tentang manusia (Nursantara)
3.
Drama adalah
perbuatan atau tindakan (Harymawan)
4. Drama adalah kesenian yang melukiskan
sifat dan sikap manusia (Ferdinan dan Brunetiere)
5. Karya satra yang berorientasi pada seni pertujukan
(Hasanuddin WS)
Dari
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa drama adalah sebuah genre sastra
yang ditulis dalam sebuah naskah yang berbentuk dialog-dialog yang melukiskan
sifat dan sikap manusia lewat tindakan dan pertunjukan. Drama merupakan karya
sastra dalam dua dimensi, karena sebagai genre sastra dan sebagai seni lakon,
seni peran atau seni pertunjukan. Sebagai sebuah karya yang mempunyai dua
dimensi, maka pementasan harus dianggap sebagai penafsiran lain dari penafsiran
yang telah ada yang dapat ditarik dari suatu karya drama.
a. Jenis-jenis drama
1.
Drama Tragedy
Cerita drama yang termasuk jenis ini
adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Contoh film yang
termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost. Sementara contoh
FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang
ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita
ini bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena
itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama
tragedi.
2.
Drama Komedi
a)
Komedi Situasi,
cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain, melainkan karena
situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan Si Kabayan.
Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain Kawin
Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
b)
Komedi Slapstic,
cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para pemainnya. Misalnya,
saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum datang. Kemudian teman
yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi pipinya menggunakan spidol.
Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The Mask dan Tarzan.
c) Komedi Satire, cerita lucu yang penuh
sindiran tajam. Beberapa film yang termasuk jenis ini adalah Om Pasikom dan
Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh sinetronnya adalah Wong Cilik.
d)
Komedi Farce,
cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan kelucuan dengan
dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang termasuk jenis ini
adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.
3. Drama Misteri
a)
Kriminal,
misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan biasanya
menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi semacam
misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam cerita
jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
b)
Horor,
misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
c)
Mistik,
misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsure ghaib.
4. Drama Laga/
Action
a) Modern, cerita drama yang lebih banyak
menampilkan adegan perkelahian atau pertempuran, namun dikemas dalam setting
yang modern. Contoh jenis sinetron ini misalnya Deru Debu, Gejolak Jiwa, dan
Raja Jalanan.
b) Tradisional, cerita drama yang juga
menampilkan adegan laga, namun dikemas secara tradisional. Beberapa sinetron
yang termasuk jenis ini antara lain Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka
Tingkir, dan Wali Songo. Untuk jenis drama laga ini biasanya skenario tidak
banyak memakai dialog panjang, tidak seperti skenario drama tragedi atau
melodrama yang kekuatannya terletak pada dialog. Jenis ini lebih banyak
mengandalkan action sebagai daya tarik tontonannya. Penontonnya bisa merasakan
semangat ketika menonton film ini.
5. Melodrama
Skenario
jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung terkesan
mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa
iba pada tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak
untuk membuat alur yang lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru
dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat penonton
merasa kasihan dan bersimpati pada penderitanya. Contoh sinetron jenis ini
antara lain Bidadari, Menggapai Bintang, dan Chanda.
6. Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis
drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun
peristiwanya. Contoh film yang bercerita tentang perisstiwa sejarah antara lain
November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar.
Sementara kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya
antara lain Tjoet Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini. Elizabeth Lutters
(2006:35)
b.
Unsur-unsur
drama
Mengapresiasikan
naskah pada peserta didik bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pendidikan
dalam bentuk moral ataupun spiritual dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial budaya
dalam kultur masyarakat sekitarnya. Yang secara tidak langsung di dalam
kehidupan mereka mengalami, melihat ataupun
mendengar berbagai macam peristiwa. Baik itu peristiwa menyenangkan,
mengharukan, menjengkelkan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa yang berisi konflik itu, para peserta didik mampu
mengapresiasikan dalam naskah dan mengapresiasikan pengalamannya di atas pentas
dengan menggunakan percakapan dan gerak. Unsur-unsur drama dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Unsur Instrinsik
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri
(Badrun, 1983). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya
sastra hadir sebagai karya sastra, unsur- unsur yang secara faktual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah drama adalah
unsu-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar
berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah drama berwujud atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita
pembaca, unsur-unsur (dalam cerita) inilah yang akan di jumpai jika kita
membaca sebuah naskah drama.
Unsur instinsik menurut (yuwono, Suhartanto, Sri Ningsih, 2005: 30) diantaranya
sebagai berikut:
a)
Tema
Tema adalah pikiran pokok yang mendasari lakon
drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi suatu
cerita yang menarik. Untuk menentukan tema sebuah drama. Biasanya dimunculkan
pertanyaan, “masalah apa yang diceritakan?” jawaban atas pertanyaan itulah yang
dinamakan tema.
b) Plot
Lakon drama yang baik selalu mengandung konflik,
sebab roh drama adalah konflik. Pertentangan yang umum adalah pertentangan
antara kebaikan (diperankan oleh tokoh pahlawan) dan kejahatan (diperanakan
oleh tokoh penjahat). Pertentangan itulah menjadi bahan lakon drama.
c) Karakter
Karakter atau perwatakan adalah keseluruhan
ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh bisa saja
berwatak sabar, mramah, dan suka menolong. Sebaliknya, bisa saja tokoh berwatak
pemberang, suka marah, dan sangat keji. Hal ini mharus dilakukan supaya
penampilanya benar-benar seperti tokoh yang diperankan.
d) Dialog
Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui
dialog dan gerak yang dilakukan para pemain. Dialog yang dilakukan harus
mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukan lakon drama.
Melalui dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang
disaksikan.
e)
Setting
Setting adalah tempat, waktu, dan suasana
terjadinya suatu adegan.
f) Amanat.
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan
oleh penulis kepada pembaca naskah drama. Pesan itu tentunya tidak disampaikan
secara langsung tetai lewat lakon drama.
2.
Unsur Ekstrinsik
Menurut (Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi, 2007: 72) unsur ekstrinsik drama
meliputi latar belakang sosial, politk dan sejarah penulisan naskah drama.
“Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono
(2008: 32) menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik drama mencakup
empat hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek
politik, sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun realita budaya tertentu
akan sangat berpengaruh terhadap drama tersebut’’.
Sebagaimana halnya unsur instrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas
beberapa unsur. Menurut Tarigan (1985), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut
adalah sebagai berikut:
a)
Keadaan subjektivitas
individu pengarang yang memiliki sikap pengarang, keyakinan, dan pandangan
hidup yang semuanya itu mempengaruhi drama yang dibuatnya.
b)
Keadaan psikologis, baik pisikologis pengarang,
psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
c)
Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi,
sosial, dan politik.
d)
Latar belakang kehidupan pengarang.
2.2.4 Pengertian teater
Kegiatan
berteater dalam kehidupan masyarakat dan budaya indonesia bukan merupakan
sesuatu hal yang asing bahkan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan,
kegiatan teater dapat kita lihat dalam peristiwa-peristiwa ritual keagamaan,
tingkat-tingkat hidup, siklus hidup (kelahiran, pertumbuhan dan kematian) juga
hiburan. Setiap daerah punya cara dan kekhasan tersendiri dalam penyampaiannya.
Untuk dapat mengapresiasi dengan baik seni teater terutama teater yang ada di
indonesia, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu teater?
a)
Teater dalam arti luas adalah segala tontonan yang dipertunjukan di
depan orang banyak, misalnya wayang golek, lenong, akrobat, debus, sulap, reog,
ben dan sebagainya.
b) Teater dalam arti sempit adalah kisah hidup dan
kehidupan manusia yang diceritakan diatas pentas, disaksikan oleh orang banyak
dengan media, percakapan, gerak, dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada
naskah tertulis, diiringi musik, nyayian dan tarian.
Jadi teater adalah salah
satu bentuk kegiatan manusia yang secara
sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang diwujudkan
dalam suatu karya (seni pertunjukan) yang
ditunjang dengan unsur gerak, suara, bunyi
dan rupa yang dijalin dalam cerita
pergulatan tentang kehidupan manusia.
a. Unsur-unsur teater
Teater sebagai hasil karya (seni) merupakan satu kesatuan
yang utuh antara manusia sebagai unsur utamanya
dengan unsur -unsur penunjang dan penjalinnya. Dan
dapat dikatakan bahwa teater merupakan perpaduan segala macam pernyataan seni.
Unsur-unsur teater menurut urutannya :
1.
|
Tubuh manusia sebagai unsur utama (Pemeran/pelaku/
pemain/actor)
|
2.
|
Gerak sebagai unsur penunjang (gerak tubuh, gerak
suara, gerak bunyi dan gerak rupa)
|
3.
|
Suara sebagai unsur penunjang (kata, dialog,
ucapan pemeran)
|
4.
|
Bunyi sebagai efek Penunjang (bunyi benda,
efek dan musik)
|
5.
|
Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya,
dekorasi, rias dan kostum)
|
6.
|
Lakon sebagai unsur penjalin (cerita, non cerita, fiksi dan narasi)
|
b.
Jenis-jenis
teater
1. Teater rakyat yaitu teater yang didukung oleh
masyarakat kalangan pedesaan, bentuk teater ini punya karakter bebas terikat
tidak oleh kaidah-kaidah pertunjukan yang kaku, sifatnya spontan,
improvisasi. Contoh: lenong, ludruk, ketoprak dll.
2. Teater keraton
yaitu teater yang lahir dan berkembang dilingkungan keraton dan kaum bangsawan.
Pertunjukan dilaksanakan hanya untuk lingkungan terbatas dengan
tingkat artistik sangat tinggi, cerita berkisar pada kehidupan kaum bangsawan
yang dekat dengan dewa-dewa. Contoh : teater wayang
3. Teater
Urban atau
kota-kota. Teater ini Masih membawa
idiom bentuk rakyat dan keraton . teater jenis ini lahir dari
kebutuhan yang timbul dengan
tumbuhnya kelompok-kelompok
baru dalam masyarakat dan sebagai
produk dari kebutuhan baru, sebagai fenomena modern
dalam seni pertunjukan di Indonesia.
4. Teater
kontemporer, yaitu teater
yang menampilkan peranan manusia bukan sebagai tipe
melainkan sebagai individu . dalam dirinya terkandung
potensi yang besar untuk tumbuh dengan kreatifitas yang tanpa batas.
Pendukung teater ini masih sedikit yaitu orang-orang
yang menggeluti teater secara serius
mengabdikan hidupnya pada teater dengan melakukan
pencarian, eksperimen berbagai bentuk teater untuk mewujudkan
teater Indonesia masa kini.
Sebagian
besar daerah di Indonesia mempunyai kegiatan berteater yang tumbuh
dan berkembang secara turun temurun.
Kegiatan ini masih bertahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
erat hubungannya dengan budaya agraris (bertani) yang tidak lepas dari
unsur-unsur ritual kesuburan, siklus kehidupan maupun hiburan.
Misalnya : untuk memulai menanam padi harus diadakan upacara khusus
untuk meminta bantuan leluhur agar padi yang ditanam subur, berkah dan terjaga
dari berbagai gangguan. Juga ketika panen, sebagai ucapan
terima kasih maka dilaksanakan upacara panen.
Juga peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang
(kelahiran, khitanan, naik pangkat/ status dan kematian dll) selalu
ditandai dengan peristiwa-peristiwa teater dengan
penampilan berupa tarian, nyanyian maupun cerita, dengan acara,
tata cara yang unik dan menarik.
|
METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
3.1.1
Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik. Penelitian kuantitatif yang dimaksudkan dalam penelitian
ini, untuk meningkatkan kemampuan membandingkan apresiasi drama dengan teater pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram.
Penelitian menyangkut alat dan teknik untuk melakukan
penelitian. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan metode yang jelas dan pasti
untuk meneliti suatu masalah atau objek penelitian, dieksperimenkan atau mengkaji
setelah objek itu terjadi secara wajar. Adanya perbedaan objek di lapangan
memungkinkan untuk menggunakan atau memilih metode yang berbeda pula.
Sehubungan dengan hal itu Ridwan (1984:94) mengemukakan bahwa “Pada umumnya
dalam penelitian dikenal ada dua macam pendekatan yaitu metode eksperimen apabila gejala yang diteliti
itu timbul dengan sengaja, dan metode eks
post fakto, apabila yang diteliti memang ada secara wajar di lapangan.”
23
|
3.1.2
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Mataram. Adapun batas-batas wilayah
dari SMA Muhammadiyah Mataram sebagai
berikut.
1.
Sebelah
utara berbatasan dengan Masjid Raya Mataram
2.
Sebelah
selatan berbatasan dengan Jalan Raya Pendidikan
3.
Sebelah
timur berbatasan dengan Perumahan penduduk dan jalan raya
4.
Sebelah
barat berbatasan dengan Perpustakaan Kota Mataram.
3.2
Metode
Penentuan Subjek Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, penentuan subjek penelitian
merupakan langkah awal sebelum peneliti mengumpulkan data. (Sugiyono, 2006:89)
menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan demikian, yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram tahun pelajaran 2014/2015.
Metode penentuan subjek penelitian adalah studi
populasi. Studi populasi merupakan metode penentuan subjek penelitian yang
menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian (Riduwan, 2005: 78).
Metode ini digunakan mengingat jumlah populasi terbatas dan masih ada dalam
jangkauan peneliti. Dalam hal ini, populasi penelitian terdapat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 01: populasi penelitian
NO
|
Kelas
|
Siswa
Laki-laki perempuan
|
Keterangan
|
1
|
X IPA
|
13 8
|
21
|
2
|
X IPS
|
11 10
|
21
|
Jumlah
|
24 18
|
42
|
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam
mengumpulkan data, ada beberapa metode yang digunakan, yaitu metode observasi,
metode dokumentasi dan metode tugas.
3.3.1
Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu usaha sadar untuk
mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosuder yang
terstandar (Arikunto,1990;197). Metode oservasi dalam penelitian ini adalah
observasi partisipan, artinya dalam proses pengamatan tersebut peneliti ikut
serta didalamnya.
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang keadaan suatu objek dan untuk memperoleh data tentang
pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dengan terater di SMA Muhammadiyah
Mataram tahun pelajaran 2014/2015.
3.3.2
Metode Dokumentasi
“Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variable yang
berupa catatan, transkrip, surat, surat kabar, agenda dan sebagainya”
(Arikunto, 1997:135). Ahli lain barpendapat bahwa “documenter ditunjukan untuk
memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang
relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto, film documenter dan data
yang relevan dengan penelitian (Ridwan, 2003:58).
Keuntungan dan kelemahan metode documenter ini adalah
sebagai berikut:
1) Keuntungan
metode documenter ini adalah: a) data didapatkan dalam waktu singkat karena
langsung melihat dokumen atau data yang sudah ada, b) Dokumen merupakan sumber
yang stabil, c) berguna sebagai bukti pengujian.
2) Kelemahan
metode dokumenter ini adalah: a) tidak berubah dan tidak representative, b)
data setiap saat bisa saja berubah, karena kondisi dan keadaan berubah, c)
tidak reaktif, sehingga memungkinkan data sewaktu-waktu berubah (Riyanto, 2001:
203-104).
Metode dokumentasi ditempuh melalui pelaksanaan dengan
mengumpulkan data yang bersumber dari bahan tertulis atau dokumen-dokumen
tertulis, baik berupa arsip, adminstrasi pengajaran guru dan catatan-catatan
yang berkaitann dengan pembelajaran membandingkan apresiasi drama dengan
terater pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Mataram.
Data yang dikumpulkan dengan metode ini meliputi
dokumen-dokumen tentang keadaan sekolah, jumlah siswa, nama-nama siswa, rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), hasil evaluasi, dan tindaklanjut pembelajaran.
3.3.3
Metode Tugas
Subana (2000:28) mengemukakan bahwa “Tugas sebagai
instrument pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan,
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Penggunaan metode ini
ditunjukan untuk memperoleh data kuantitatif tentang kemampuan membandingkan
apresiasi drama dengan teater. Adapun metode tugas tersebut berupa tugas
menjawab pertanyaan guru yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan dengan metode pengumpulan data ini adalah data kemampuan
siswa membandingkan apresiasi drama dengan teater.
Untuk mengukur kemampuan siswa membandingkan apresiasi
drama dengan teater, terdapat dalam tabel dibawah ini:
Table 02: Instrumen
Penelitian
Materi
|
Bentuk Instrumen
|
Instrumen
|
Apresiasi drama
|
Individu
|
·
Apakah tema teks drama yang telah anda bacakan?
·
Tentukan dua unsur drama?
·
Tentukan karakter masing-masing tokoh dalam
naskah tersebut?
·
Tentukan Latar dan setting?
·
Tentukan pesan yang disampaikan dalam naskah
tersebut?
|
Apresiasi teater
|
Individu
|
·
Kesiapan individu dalam persiapan pementasan
·
Kreatifitas dalam menjalani tugas
·
Kemampuan memehami naskah
·
Kemampuan memerankan karakter tokoh yang
ditetapkan oleh kelompok
·
Hasil kerja individu
|
Pemberian skor penilaian pada setiap instrumen
pertanyaan baik soal evaluasi ataupun aspek penilaian observasi berdasarkan
sulit atau tidaknya soal yang akan dikerjakan oleh peserta didik. Adapun skor
maksimal pada penilaian individu berdasarkan instrumen penilaian adalah 100.
3.4 Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya peneliti dapat
menganalisis data tersebut. Analisis data dalam suatu penelitian bertujuan
untuk menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi suatu data
yang teratur, serta tersusun dan lebih berarti (Marzuki, 1986:87).
Untuk mengetahui kemampuan siswa membandingkan
apresiasi drama dengan teater digunakan analisis data kuantitatif. Kemampuan
siswa secara keseluruhan diperoleh dari dua aspek yaitu (1) apresiasi drama (2)
apresiasi teater. Kemudian kemampuan apresiasi drama dengan teater diperoleh
dengan menjumlahkan 10 pertanyaan dari dua aspek tersebut, kemudian
membandingkannya dengan skor maksimal dan dikalikan 100, data keseluruhan/total tersebut kemudian dideskripsikan.
Dalam menganalisis data, dapat dipergunakan prosedur
sebagai berikut:
a.
Mencari kemampuan individu
1)
Menentukan SMi
2)
Menentukan Mi=1/2 SMi
3)
Menentukan SDi=1/3 Mi
4)
Membuat pedoman
Mi+1 SDi
5)
Mencari persentase taraf kemampuan
P =
Keterangan : P = persentase siswa berkemampuan tinggi, sedang atau rendah
F = frekuensi siswa berkemampuan tinggi, sedang atau rendah
N = jumlah
siswa yang menjadi sampel
b.
Mencari kemampuan kelompok
1. M
=
Dimana : M = mean
nilai rata-rata
f
= frekuensi
x
= nilai
2.
IPK =
x 100
Dimana : IPK =
indeks prestasi kelompoks
SMI = skor maksimal ideal
100 = bilangan tetap (Nurkencana,
1983:118).
Selanjutnya, hasil
analisis kemampuan kelompok disesuaikan dengan pedoman indeks prestasi kelompok
(IPK) sebagai berikut :
0 – 30 = Sangat rendah
31 – 54 = Rendah
55 – 74 = Normal
75 – 89 = tinggi
90 – 100 = sangat tinggi (Nurkencana, 1983:118).
0 komentar: