STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM
Mata
Kuliah : Sosiologi Hukum
Dosen
Pengampu : Idea Islami Parasatya, S.H., M.H.
Sosiologi hukum merupakan
ilmu sosial, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia
dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya
sosiologi hukum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat
tersebut
Pada hakikatnya,
masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yaitu sudut struktural dan sudut
dinamikanya. Segi struktural masyarakat dinamakan pula struktur sosial, yaitu
keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial pokok yakni kaidah-kaidah sosial,
lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.
Yang dimaksud dengan
dinamika masyarakat adalah apa yang disebut proses sosial dan
perubahan-perubahan sosial. Dengan proses sosial diartikan sebagai pengaruh
timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Dengan kata lain,
proses-proses sosial adalah cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang
perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan dan menentukan
sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang akan terjadi
apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang
telah ada.
Kaidah-Kaidah
Sosial dan Hukum
Pergaulan hidup manusia
diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan
untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram. Di dalam
pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang
bagaimana memnuhi kebutuhan-kebutuhan pokok yang mendasar.
Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai yang positif maupun
negatif, sehingga manusia mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang
baik dan harus dianuti, diikuti, dan mana yang buruk dan harus dihindari, tidak
diikuti. Sistem nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh terhadap pola-;pola
berpikir manusia yang merupakan suatu pedoman baginya.
Pola-pola berpikir manusia
mempengaruhi sikapnya yang merupakan kecendrungan-kecendrungan untuk melakukan
atau idak melakukan sesuatu terhadap manusia, benda maupun keadaan-keadaan.
Sikap-sikap manusia kemudian membentuk kaidah-kaidah, karena manusia cenderung
untuk hidup teratur dan pantas.
Kehidupan yang teratur dan
sepantasnya menurut manusia adalah berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan
patokan-patokan yang berupa kaidah-kaidah. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa kaidah merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah
laku atau perikelakuan yang diharapkan.
Kaidah-kaidah tersebut ada
yang mengatur pribadi manusia, terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan dan
kesusilaan. Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang
beriman, sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak
atau bernurani. Di lain pihak, ada kaidah yang mengatur kehidupan bersama
antarmanusia atau antarpribadi, yaitu terdiri dari kaidah kesopanan dan kaidah
hukum yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban, kedamaian, dan kenyamanan di
dalam kehidupan bersama antarmanusia.
Secara sosiologis,
merupakan suatu gejala yang wajar bahwa aka nada perbedaan antara kaidah-kaidah
hukum di satu pihak, dengan perikelakuan yang nyata. Hal ini terutama disebakan
karena kaidah hukum merupakan patokan-patokan tentang perikelakuan yang diharapkan
dalam hal-hal tertentu merupakan abstraksi dari pola-pola perikelakuan.
Setiap masyarakat
memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar segala sesuatunya berjalan
dengan tertib. Yang dimaksudkan dengan mekanisme pengendalian sosial adalah
segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan
maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa
para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan
nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Hukum mempunyai fungsi
yang penting demi keutuhan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Menetapkan hubungan antar
warga masyarakat, dengan menetapkan perikelakuan mana yang diperbolehkan dan
mana yang di larang atau tidak diperbolehkan;
b.
Membuat alokasi wewenang
dan menentukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan
paksaan dengan sekaligus memilih sanksi-sanksi yang dapat dan efektif;
c.
Disposisi masalah-masalah
sengketa;
d.
Menyesuaikan pola-pola
hubungan dengan perubahan-perubahan kondisi kehidupan.
L. Pospisil seorang
antropolog menyatakan bahwa dasar-dasar hukum adalah sebagai berikut:
a. Hukum merupakan suatu tindakan yang berfungsi
sebagai sarana pengendalian sosial. Agar
dapat dibedakan antara hukum dengan kaidah-kaidah lainnya.
b. Attribute of
authority, yaitu hukum merupakan keputusan-keputusan dari pihak-pihak yang
berkuasa dalam amsyarakat, keputusan-keputusan ditujukan untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat.
c. Attribute of
intention of universal application yang artinya adalah bahwa
keputusan-keputusan yang mempunyai daya jangkau yang panjang untuk masa-masa
mendatang.
d. Attribute of
obligation yang berarti bahwa keputusan-keputusan penguasa harus berisikan
kewajiban-kewajiban pihak kesatu terhadap pihak kedua dan sebaliknya. Dalam hal
ini semua pihak harus masih di dalam kaidah hidup.
e. Attribute of
sanction yang menentukan keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa harus
dikuatkan dengan sanksi yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang nyata.
Perlu diakui bahwa
merupakan hal yang sulit untuk membedakan hukum dan kaidah-kaidah lainnya
secara tegas. Hal ini disebabkan karena baik hukum maupun kaidah-kaidah lainnya
merupakan unsur-unsur yang membentuk mekanisme pengendalian sosial. Pada
masyarakat tertentu kaidah-kaidah non-hukum berlaku lebih kuat daripada
kaidah-kaidah hukum, lebih-lebih pada masyarakat sederhana dimana interaksi
sosial lebih banyak dilakukan atas dasar hubungan-hubungan individual.
Lembaga-lembaga
Kemasyarakatan
Bahwa pergaulan hidup
masyarakat diatur oleh kaidah-kaidah dengan tujuan untuk mencapai kehidupan
yang tertib. Di dalam perkembangan selanjutnya kaidah-kaidah tersebut
berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok kehidupan manusia seperti
kekerabatan, pendidikan, organisasi, dan sebagainya. Misalnya kebutuhan
kehidupan kekerabatan menimbulkan lembaga kemasyarakatan seperti perkawinan,
perceraian, waris, dan sebagainya.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat karena setiap masyarakat
tentu mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompokkan, terhimpun
menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan demikian, maka suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada
kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di
dalam kehidupan masyarakat.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.
Untuk memberikan pedoman
kepada warga masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkahlaku atau bersikap di
dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang terutama meyangkut
kebutuhan-kebutuhan pokok.
2.
Untuk menjaga keutuhan
masyarakat yang bersangkutan.
3.
Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.
Tidak semua kaidah-kaidah
merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan, hanya kaidah-kaidah yang mengatur
kebutuhan pokok saja yang merupakan lembaga kemasyarakatan. Artinya adalah
bahwa kaidah-kaidah tersebut harus mengalami proses pelembagaan terleboh dahulu,
yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu kaidah hukum baru, untuk menjadi
bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksudkan di sini adalah
agar kaidah-kaidah tadi diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan melihat bahwa hukum
merupakan himpunan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mencapai suatu ketertiban
dan kedamaian, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum diharapkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan ketertiban dan ketentraman, yang mana merupakan salah
satu kebutuhan pokok dari masyarakat. Bahwa hukum merupakan suatu lemnaga
kemasyarakatan, karena disamping sebagai gejala sosial (das Sein), hukum juga mengandung unsure-unsur yang ideal (das Sollen).
Di dalam masyarakat dapat
kita jumpai macam-macam lembaga kemasyarakatan. Bermacam-macam lembaga
kemasyarakatan tersebut antara lain disebabkan karena adanya klasifikasi
tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut
dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut, yaitu sebagai berikut:
1.
Dari sudut perkembangannya
dikenal dengan adanya crescive
institutions dan enacted institutions.
Cressive institutions atau lembaga
utama merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dengan sendirinya tumbuh
dari adat istiadat masyarakat. Sebaliknya, enacted
institutions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu,
tetapi yang tetap masih didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan di dalam
masyarakat. Pengalaman-pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut
kemudian disistematisir dan diatur untuk kemudian dituangkan ke dalam
lembaga-lembaga yang disahkan oleh penguasa (masyarakat yang bersangkutan).
2.
Dari sudut sistem
nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institutions dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai
lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan
tata tertib masyarakat. Sebaliknya, subsidiary
institutions yang dianggap kurang penting, seperti misalnya
kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran apa yang dipakai untuk menentukan
apakah suatu lembaga kemasyarakatan dianggap basic atau subsidiary
berbeda-beda pada masing-masing masyarakat dan ukuran-ukuran tersebut juga
tergantung pada masa (waktu) masyarakat itu hidup.
3.
Dari sudut penerimaan
masyarakat dapat dibedakan antara approved
atau socially sanctioned institutions
dengan unsanctioned institutions.
Yang pertama merupakan lembaga-lembaga yang diterima oleh masyarakat, sedangkan
yang kedua merupakan lembaga yang ditolak, walaupun kadang-kadang masyarakat
tidak berhasil untuk memberantasnya.
4.
Perbedaan antara general institutions dengan restricted institutions terjadi apabila
klasifikasi didasarkan pada faktor penyebarannya.
5.
Dari sudut fungsinya, terdapat
perbedaan antara operative institutions
dengan regulative institutions. Yang
pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, sedangkan yang
kedua bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang
mutlak dari lembaga itu sendiri.
Lembaga kemasyarakatan
yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat, mungkin
merupakan lembaga kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh yang besar sekali
terhadap lembaga kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu
lembaga kemasyarakatan yang primer dalam suatu masyarakat apabila dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
1.
Sumber dari hukum tersebut
mempunyai wewenang dan berwibawa.
2.
Hukum tadi jelas dan sah
secara yuridis, filosofis maupun sosiologis.
3.
Penegak hukum dapat
dijadikan teladan bagi faktor kepatuhan terhadap hukum.
4.
Diperhatikannya faktor
pengendapan hukum di dalam jiwa pada warga masyarakat.
5.
Para penegak dan pelaksana
hukum merasa dirinya terikat pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di
dalam pola perikelakuannya.
6.
Sanksi-sanksi yang positif
maupun negative dapat dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan hukum.
7.
Perlindungan yang efektif
terhadap mereka yang terkena aturan-aturan hukum.
Kelompok-kelompok Sosial dan Hukum
Walaupun pada umumnya,
manusia dilahirkan seorang diri, namun dia mempunyai naluri untuk selalu hidup
dengan orang lain. Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain yang
penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi. Rekasi
tersebutlah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi semakin luas. Hal ini
terutama disebabkan karena keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain
yang berada di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi
satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Kesemua itu menimbulkan
kelompok-kelompok sosial di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial
tadi merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan
antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbale balik
yang saling pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling
tolong-menolong. Dengan demikian, maka suatu kelompok sosial mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Setiap warga kelompok
tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang
bersangkutan.
2.
Ada hubungan timbal balik
antara warga yang satu dengan warga-warga lainnya (interaksi).
3.
Terdapat suatu faktor atau
beberapa faktor yang dimiliki bersama oleh warga-warga kelompok itu, sehingga
hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang
sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan
sebagainya.
4.
Ada struktur.
5.
Ada perangkat
kaidah-kaidah.
6.
Menghasilkan sistem
tertentu.
Mempelajari kelompok
sosial merupakan hal yang penting bagi hukum , karena merupakan abstraksi dari
interaksi sosial dinamis di dalam kelompok-kelompok sosial tersebut. Interaksi
sosial yang dinamis tersebut lama-kelamaan karena pengalaman, menjadi
nilai-nilai sosial yang konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam alam pikiran bagian terbesar warga masyarakat
tentang apa yang dianggap baik dan tidak baik di dalam pergaulan hidup.
Nilai-nilai sosial
tersebut biasanya telah berkembang sejak lama dan telah mencapai suatu
kemantapan dalam jiwa bagian terbesar warga masyarakat dan dianggap sebagai
pedoman atau pendorong bagi tata kelakuannya. Nilai-nilai sosial yang abstrak
tersebut mendapatkan bentuk yang konkret dalam kaidah yang merupakan bagian
dari kebudayaan masyarakat bersangkutan.
Lapisan-lapisan
Sosial, Kekuasaan dan Hukum
Selama di dalam masyarakat
ada yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang
dihargainya, maka barang sesuatu tadi dapat menjadi bibit yang menumbuhkan
adanya sistem lapisan dalam masyarakat tersebut. Barang sesuatu yang dihargai
di dalam masyarakat itu mungkin berupa benda-benda yang bernilai ekonomis atau
mungkin berupa kekuasaan, ilmu pengetahuan, ilmu agama, dan sebagainya. Barang
siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak, maka ia
dianggap oleh masyarakat sebagai pihak yang menduduki lapisan tertinggi. Sistem
lapisan dalam masyarakat tersebut dikenal sebagai stratifikasi sosial yaitu
pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Pada umumnya, manusia
bercita-cita agar tidak ada perbedaan kedudukan dan peranan di dalam
masyarakat. Akan tetapi, cita-cita tersebut akan selalu bertolak-belakang
dengan kenyataan yang ada pada masyarakat. Setiap masyarakat harus menempatkan
warganya pada tempat-tempat tertentu di dalam struktur sosial dan mendorong
mereka untuk melaksanakan kewajibannya sebagai akibat dari penempatan tersebut.
Dengan demikian, mau tidak
mau di dalam masyarakat tersebut harus ada sistem lapisan di dalam masyarakat,
karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi dalam
masyarakat, yang menempatkan warga masyarakat pada tempat-tempat yang tersedia
dalam struktur sosial dan mendorong mereka agar melaksanakan kewajiban yang
sesuai dengan kedudukan serta peranannya dalam masyarakat.
Kekuasaan mempunyai
peranan yang sangat penting karena dapat menentukan nasib banyak orang. Baik
atau buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan atau disadari oleh masyarakat
terlebih dahulu.
Kekuasaan selalu ada di
dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana, maupun yang sudah kompleks
susunannya. Akan tetapi, walaupun selalu ada, kekuasaan tadi tidak dapat dibagi
secara merata kepada setiap warga masyarakat. Justru karena pembagiannya yang
tidak merata, kemudian timbul makna pokok dari kekuasaan itu yakni kemampuan
untuk mempengaruhi pihak lain (orang banyak) menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan.
Adanya kekuasaan dan
wewenang di dalam setiap masyarakat merupakan gejala yang wajar, walaupun
wujudnya kadang-kadang tidak disukai oleh masyarakat itu sendiri, karena
sifatnya yang mungkin tidak biasa menurut pandangan masyarakat yang
bersangkutan. Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa
dengan yang dikuasai, atau dengan perkataan lain, antara pihak yang mempunyai
kemampuan atau melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima pengaruh itu
dengan sukarela atau karena terpaksa.
Apabila kekuasaan
dihubungkan dengan hukum, maka paling tidak ada dua hal yang menonjol, yaitu:
1.
Para pembentuk, penegak,
maupun pelaksana hukum adalah para warga masyarakat yang mempunyai kedudukan
yang mengandung unsure-unsur kekuasaan. Akan tetapi, mereka tidak dapat
mempergunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang karena ada pembatasan tentang
peranan yang ditentukan oleh cita-cita keadilan masyarakat dan oleh
pembatasan-pembatasan praktis dari penggunaan kekuasaan itu sendiri.
2.
Sistem hukum, antara lain
menciptakan dan merumuskan hak dan kewajiban beserta pelaksanaannya. Dalam hal
ini ada hak warga masyarakat yang tidak dapat dijalankan karena yang
bersangkutan tidak mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya, dan sebaliknya
ada hak-hak yang dengan sendirinya didukung oleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.
Dengan demikian, dapatlah
ditemukan paling sedikit ada dua hipotesis mengenai stratifikasi sosial dalam
masyarakat dan hukum, yaitu:
1.
Semakin tinggi kedudukan
seseorang dalam stratifikasi masyarakat, maka semakin sedikit hukum yang
mengaturnya.
2.
Semakin rendah kedudukan
seseorang dalam stratifikasi masyarakat, maka semakin banyak hukum yang
mengaturnya.
0 komentar: