Saturday, August 12, 2017

STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM

STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM
Mata Kuliah : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Idea Islami Parasatya, S.H., M.H.


Sosiologi hukum merupakan ilmu sosial, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hukum mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut
Pada hakikatnya, masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yaitu sudut struktural dan sudut dinamikanya. Segi struktural masyarakat dinamakan pula struktur sosial, yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.
Yang dimaksud dengan dinamika masyarakat adalah apa yang disebut proses sosial dan perubahan-perubahan sosial. Dengan proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Dengan kata lain, proses-proses sosial adalah cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.
            Kaidah-Kaidah Sosial dan Hukum
Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memnuhi kebutuhan-kebutuhan pokok yang mendasar. Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai yang positif maupun negatif, sehingga manusia mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus dianuti, diikuti, dan mana yang buruk dan harus dihindari, tidak diikuti. Sistem nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh terhadap pola-;pola berpikir manusia yang merupakan suatu pedoman baginya.
Pola-pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya yang merupakan kecendrungan-kecendrungan untuk melakukan atau idak melakukan sesuatu terhadap manusia, benda maupun keadaan-keadaan. Sikap-sikap manusia kemudian membentuk kaidah-kaidah, karena manusia cenderung untuk hidup teratur dan pantas.
Kehidupan yang teratur dan sepantasnya menurut manusia adalah berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan patokan-patokan yang berupa kaidah-kaidah. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa kaidah merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku atau perikelakuan yang diharapkan.
Kaidah-kaidah tersebut ada yang mengatur pribadi manusia, terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan dan kesusilaan. Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau bernurani. Di lain pihak, ada kaidah yang mengatur kehidupan bersama antarmanusia atau antarpribadi, yaitu terdiri dari kaidah kesopanan dan kaidah hukum yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban, kedamaian, dan kenyamanan di dalam kehidupan bersama antarmanusia.
Secara sosiologis, merupakan suatu gejala yang wajar bahwa aka nada perbedaan antara kaidah-kaidah hukum di satu pihak, dengan perikelakuan yang nyata. Hal ini terutama disebakan karena kaidah hukum merupakan patokan-patokan tentang perikelakuan yang diharapkan dalam hal-hal tertentu merupakan abstraksi dari pola-pola perikelakuan.
Setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Yang dimaksudkan dengan mekanisme pengendalian sosial adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Hukum mempunyai fungsi yang penting demi keutuhan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Menetapkan hubungan antar warga masyarakat, dengan menetapkan perikelakuan mana yang diperbolehkan dan mana yang di larang atau tidak diperbolehkan;
b.      Membuat alokasi wewenang dan menentukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan paksaan dengan sekaligus memilih sanksi-sanksi yang dapat dan efektif;
c.       Disposisi masalah-masalah sengketa;
d.      Menyesuaikan pola-pola hubungan dengan perubahan-perubahan kondisi kehidupan.
L. Pospisil seorang antropolog menyatakan bahwa dasar-dasar hukum adalah sebagai berikut:
a. Hukum merupakan suatu tindakan yang berfungsi sebagai sarana pengendalian  sosial. Agar dapat dibedakan antara hukum dengan kaidah-kaidah lainnya.
b. Attribute of authority, yaitu hukum merupakan keputusan-keputusan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam amsyarakat, keputusan-keputusan ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat.
c. Attribute of intention of universal application yang artinya adalah bahwa keputusan-keputusan yang mempunyai daya jangkau yang panjang untuk masa-masa mendatang.
d. Attribute of obligation yang berarti bahwa keputusan-keputusan penguasa harus berisikan kewajiban-kewajiban pihak kesatu terhadap pihak kedua dan sebaliknya. Dalam hal ini semua pihak harus masih di dalam kaidah hidup.
e. Attribute of sanction yang menentukan keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang nyata.
Perlu diakui bahwa merupakan hal yang sulit untuk membedakan hukum dan kaidah-kaidah lainnya secara tegas. Hal ini disebabkan karena baik hukum maupun kaidah-kaidah lainnya merupakan unsur-unsur yang membentuk mekanisme pengendalian sosial. Pada masyarakat tertentu kaidah-kaidah non-hukum berlaku lebih kuat daripada kaidah-kaidah hukum, lebih-lebih pada masyarakat sederhana dimana interaksi sosial lebih banyak dilakukan atas dasar hubungan-hubungan individual.
            Lembaga-lembaga Kemasyarakatan
Bahwa pergaulan hidup masyarakat diatur oleh kaidah-kaidah dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang tertib. Di dalam perkembangan selanjutnya kaidah-kaidah tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok kehidupan manusia seperti kekerabatan, pendidikan, organisasi, dan sebagainya. Misalnya kebutuhan kehidupan kekerabatan menimbulkan lembaga kemasyarakatan seperti perkawinan, perceraian, waris, dan sebagainya.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap masyarakat karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompokkan, terhimpun menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian, maka suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.

Lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.      Untuk memberikan pedoman kepada warga masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang terutama meyangkut kebutuhan-kebutuhan pokok.
2.      Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.
3.      Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.
Tidak semua kaidah-kaidah merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan, hanya kaidah-kaidah yang mengatur kebutuhan pokok saja yang merupakan lembaga kemasyarakatan. Artinya adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut harus mengalami proses pelembagaan terleboh dahulu, yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu kaidah hukum baru, untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksudkan di sini adalah agar kaidah-kaidah tadi diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan melihat bahwa hukum merupakan himpunan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mencapai suatu ketertiban dan kedamaian, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum diharapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketertiban dan ketentraman, yang mana merupakan salah satu kebutuhan pokok dari masyarakat. Bahwa hukum merupakan suatu lemnaga kemasyarakatan, karena disamping sebagai gejala sosial (das Sein), hukum juga mengandung unsure-unsur yang ideal (das Sollen).
Di dalam masyarakat dapat kita jumpai macam-macam lembaga kemasyarakatan. Bermacam-macam lembaga kemasyarakatan tersebut antara lain disebabkan karena adanya klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut, yaitu sebagai berikut:
1.      Dari sudut perkembangannya dikenal dengan adanya crescive institutions dan enacted institutions. Cressive institutions atau lembaga utama merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dengan sendirinya tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Sebaliknya, enacted institutions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu, tetapi yang tetap masih didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut kemudian disistematisir dan diatur untuk kemudian dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disahkan oleh penguasa (masyarakat yang bersangkutan).
2.      Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institutions dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib masyarakat. Sebaliknya, subsidiary institutions yang dianggap kurang penting, seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran apa yang dipakai untuk menentukan apakah suatu lembaga kemasyarakatan dianggap basic atau subsidiary berbeda-beda pada masing-masing masyarakat dan ukuran-ukuran tersebut juga tergantung pada masa (waktu) masyarakat itu hidup.
3.      Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan antara approved atau socially sanctioned institutions dengan unsanctioned institutions. Yang pertama merupakan lembaga-lembaga yang diterima oleh masyarakat, sedangkan yang kedua merupakan lembaga yang ditolak, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak berhasil untuk memberantasnya.
4.      Perbedaan antara general institutions dengan restricted institutions terjadi apabila klasifikasi didasarkan pada faktor penyebarannya.
5.      Dari sudut fungsinya, terdapat perbedaan antara operative institutions dengan regulative institutions. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, sedangkan yang kedua bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari lembaga itu sendiri.
Lembaga kemasyarakatan yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat, mungkin merupakan lembaga kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap lembaga kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang primer dalam suatu masyarakat apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1.      Sumber dari hukum tersebut mempunyai wewenang dan berwibawa.
2.      Hukum tadi jelas dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis.
3.      Penegak hukum dapat dijadikan teladan bagi faktor kepatuhan terhadap hukum.
4.      Diperhatikannya faktor pengendapan hukum di dalam jiwa pada warga masyarakat.
5.      Para penegak dan pelaksana hukum merasa dirinya terikat pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di dalam pola perikelakuannya.
6.      Sanksi-sanksi yang positif maupun negative dapat dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan hukum.
7.      Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan-aturan hukum.
Kelompok-kelompok Sosial dan Hukum
Walaupun pada umumnya, manusia dilahirkan seorang diri, namun dia mempunyai naluri untuk selalu hidup dengan orang lain. Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain yang penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi. Rekasi tersebutlah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi semakin luas. Hal ini terutama disebabkan karena keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain yang berada di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Kesemua itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosial tadi merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbale balik yang saling pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Dengan demikian, maka suatu kelompok sosial mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Setiap warga kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
2.      Ada hubungan timbal balik antara warga yang satu dengan warga-warga lainnya (interaksi).
3.      Terdapat suatu faktor atau beberapa faktor yang dimiliki bersama oleh warga-warga kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan sebagainya.
4.      Ada struktur.
5.      Ada perangkat kaidah-kaidah.
6.      Menghasilkan sistem tertentu.
Mempelajari kelompok sosial merupakan hal yang penting bagi hukum , karena merupakan abstraksi dari interaksi sosial dinamis di dalam kelompok-kelompok sosial tersebut. Interaksi sosial yang dinamis tersebut lama-kelamaan karena pengalaman, menjadi nilai-nilai sosial yang konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam  alam pikiran bagian terbesar warga masyarakat tentang apa yang dianggap baik dan tidak baik di dalam pergaulan hidup.
Nilai-nilai sosial tersebut biasanya telah berkembang sejak lama dan telah mencapai suatu kemantapan dalam jiwa bagian terbesar warga masyarakat dan dianggap sebagai pedoman atau pendorong bagi tata kelakuannya. Nilai-nilai sosial yang abstrak tersebut mendapatkan bentuk yang konkret dalam kaidah yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat bersangkutan.
            Lapisan-lapisan Sosial, Kekuasaan dan Hukum
Selama di dalam masyarakat ada yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu tadi dapat menjadi bibit yang menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat tersebut. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa benda-benda yang bernilai ekonomis atau mungkin berupa kekuasaan, ilmu pengetahuan, ilmu agama, dan sebagainya. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak, maka ia dianggap oleh masyarakat sebagai pihak yang menduduki lapisan tertinggi. Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dikenal sebagai stratifikasi sosial yaitu pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Pada umumnya, manusia bercita-cita agar tidak ada perbedaan kedudukan dan peranan di dalam masyarakat. Akan tetapi, cita-cita tersebut akan selalu bertolak-belakang dengan kenyataan yang ada pada masyarakat. Setiap masyarakat harus menempatkan warganya pada tempat-tempat tertentu di dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajibannya sebagai akibat dari penempatan tersebut.
Dengan demikian, mau tidak mau di dalam masyarakat tersebut harus ada sistem lapisan di dalam masyarakat, karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi dalam masyarakat, yang menempatkan warga masyarakat pada tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorong mereka agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya dalam masyarakat.
Kekuasaan mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat menentukan nasib banyak orang. Baik atau buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan atau disadari oleh masyarakat terlebih dahulu.
Kekuasaan selalu ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana, maupun yang sudah kompleks susunannya. Akan tetapi, walaupun selalu ada, kekuasaan tadi tidak dapat dibagi secara merata kepada setiap warga masyarakat. Justru karena pembagiannya yang tidak merata, kemudian timbul makna pokok dari kekuasaan itu yakni kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain (orang banyak) menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Adanya kekuasaan dan wewenang di dalam setiap masyarakat merupakan gejala yang wajar, walaupun wujudnya kadang-kadang tidak disukai oleh masyarakat itu sendiri, karena sifatnya yang mungkin tidak biasa menurut pandangan masyarakat yang bersangkutan. Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dengan yang dikuasai, atau dengan perkataan lain, antara pihak yang mempunyai kemampuan atau melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima pengaruh itu dengan sukarela atau karena terpaksa.
Apabila kekuasaan dihubungkan dengan hukum, maka paling tidak ada dua hal yang menonjol, yaitu:
1.      Para pembentuk, penegak, maupun pelaksana hukum adalah para warga masyarakat yang mempunyai kedudukan yang mengandung unsure-unsur kekuasaan. Akan tetapi, mereka tidak dapat mempergunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang karena ada pembatasan tentang peranan yang ditentukan oleh cita-cita keadilan masyarakat dan oleh pembatasan-pembatasan praktis dari penggunaan kekuasaan itu sendiri.
2.      Sistem hukum, antara lain menciptakan dan merumuskan hak dan kewajiban beserta pelaksanaannya. Dalam hal ini ada hak warga masyarakat yang tidak dapat dijalankan karena yang bersangkutan tidak mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya, dan sebaliknya ada hak-hak yang dengan sendirinya didukung oleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.
Dengan demikian, dapatlah ditemukan paling sedikit ada dua hipotesis mengenai stratifikasi sosial dalam masyarakat dan hukum, yaitu:
1.      Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi masyarakat, maka semakin sedikit hukum yang mengaturnya.
2.      Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi masyarakat, maka semakin banyak hukum yang mengaturnya.



Previous Post
Next Post

0 komentar: