BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perikatan adalah hubungan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan diantara para pihak. Pihak kesatu memikul prestasi yang diikuti oleh kontrak prestasi dari pihak lain. Perikatan bersipat abstrak dalam menciptakan hubungan hukum di antara para pihak yang dilahirkan oleh adanya perjanjian yang bersipat konkret. Usur-unsur dalam perikatan adalah adanya hubungan hukum, kekayaan, parapihak, dan prestasi.
Sumber perikatan adalah perjanjian karena melalui perjanjian pihak-pihak mempunyai kebebasan untuk membuat perikatan sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (contrack vrijheid).
Menurut isi prestasinya, perikatan dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
1. Perikatan positif dan negatif. Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan nyata, misalnya member atau berbuat sesuatu. Adapun pada perikatan negatif, prestasinya berupa tidak beerbuat sesuatu.
2. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan. Adakalanya untuk pemenuhan perikatan cukup hanya silakukan dengan salah satu perbuatan dan dalam waktu yang singkat, tujuan perikatan telah tercapai, misalnya perikatan untuk menyerahkan barang yang di jual dan membayar harganya. Perikatan –perikatan semacam itu disebut perikatan sepintas. Apabila prestasinya terus-menerus dlam jangka waktu tertentu dinamakan perikatan berkelanjutan. Misalnya, perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja.
Hapusnya atau berakhirnya perikatan suatu perikatan oleh undang-undang ditentukan dalam pasal 1381 KUHPerdata dinyatakan, hapusnya disebabkan oleh hal-hal:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atu penitipan;
3. Pembaruan utang;
4. Konfensasi atau perjumpaan utang;
5. Percampuran utang;
6. Pembebasan utang;
7. Musnahnya barang yang terutang;
8. Kebatalan atau pembatalan;
9. Berlakunya syarat batal;
10. Terlaluinya waktu.
B. Rumusan masalah
1. Apakah Pengertian Dari Penyalahgunaan Hak ?
2. Bagaimakah Hapusnya Perikatan Dalam Kontrak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakan pengertian dari penyalahgunaan hak.
2. Agar dpat mengetaui bagaimanakah hapusnya suatu perikatan dalam berkontrak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyalahgunaan Hak
Penyalah gunaan hak (bahasa belanda, misbruik van tech) adalah menjalankan hak yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Dengan kata lain, penyalahgunaan hak adalah berbuat sesuatu yang bukan merupakan haknya atau menggunakan haknya bukan pada tempatnya sehingga orang lain menanggung akibatnya.
Pitlo berpendapat, suatu perbuatan bias merupakan penyalahgunaan hak, meskipun dengan tujuan yang layak dan tanpa tyjuan untuk merugikan orang lain, jika kerugian yang di derita orang lain lebih besar dan tidak seimbang dengan keuntungan yang diperoleh pelaku perbuatan.
Menurut soewandi, penyalahgunaan hak adalah, suatu pelaksanaan hak yang menurut keadaan kongkret dan khusus tidak sesuai dengan syarat-syarat tingkah laku yang pantas dalam masyarakat.
Contoh-contoh dalam penyalahgunaan hak yaitu:
1. Menanam pohon beringin dekat batas rumah tetangga dengan maksud daunnya berjatuhan kedalam halaman rumah tangga.
2. Membuat talang air hujan di atas tanah sendiri, tetapi keluarnya air hujan ke tanah orang lain.
3. Mebakar sampah di halaman rumah sendiri, tetapi asapnya dimaksudkan untuk mengepul ke halaman orang lain sehingga orang lain menerima polusi dan sumber penyakit.
B. Hapusnya perikatan dalam kontrak
Hapusnya perikatan dalam kontrak yang timbul dari persetujuan maupun dari undang-undang diatur dalam bab ke-IV buku ke-III KUHperdata,yaitu pasal 1381. Dalam pasal tersebut, terdapat beberapa cara hapusnya suatu perikatan, yaitu:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran diikuti oleh penyimpanan
3. Pembaruan utang (inovati)
4. Perjumpaan utang (konvensasi)
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
9. Syarat yang membatalkan (diatur dalam BAB I)
10. Kedaluarsaan (diatur dalam buku ke IV, BAB 7)
Jadi didalam KUH perdata, ada sepuluh cara yang mengatur tentang hapusnya perikatan. Cara-cara lainnya yang belum disebutkan, yaitu “ berakhirnya suatu ketetapan waktu (terjamin) dalm suatu atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian”, seperti meninggalnya seorang persero dalam suatu perjanjian firma dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian yang di dalamnya prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh orang lain.
Adapun penjelasan cara-cara hapusnya perikatan adalah sebagai berikut.
1. Pembayaran
Berdasarkan undang-undang, pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan setiap perjanjian secara sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran oleh undang-undang tidak hanya ditujukan pada penyerahan uang, tetapi juga penyerahan setiap barang menurut perjanjian termasuk dalam jual beli jasa, yaitu ketika si pekerja melakukan pekerjaan untuk majikannya dikatakan “membayar”.
Pembayaran tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dengan kata lain, perikatan berakhir karena pembayaran dan penyerahan benda. Jadi, apabila objek perikatn sejumlah uang dalam perikatan berakhir dengan pembayaran uang. Objek perikatan yang berupa suatu benda, perikatanpun berakhir setelah penyerahan benda. Dalam hal objek perikatan, berupa pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbale balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran dan penyerahan benda.
Ada beberapa hal yang harus diketahui mengenai pembayaran, yaitu pihak yang harus melakukan pembayaran. Perikatan selain dapat di bayar oleh debitur, juga di bayar oleh setiap orang, baik yang berkepentingan atau tidak. Menurut ketentuan KUHperdata pasal 1382 ayat 1, menerangkan bahwa perikatan dapat di bayar oleh yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau seorang penanggung utang. Menurut ayat 2 pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam melakukan pembayaran dapat bertindak atas nama si berutang atu atas nama sendiri. Apabila pembayaran dilakukan atas nama sendiri, berarti pihak ketiga yang membayarnya.
Dengan penjelasan di atas, pihak yang wajib membayar adalah debitur. Pasal 1382 KUHperdata, mengatur orang-orang selain dari debitur, yaitu:
1. Mereka yang mempunyai kepentingan, misalnya kawan berutang (mede schuldnaar) dan seorang penanggung (borg).
2. Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asalkan orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan utuk melunasi utangnya, debitur atau pihak ketiga bertindak atas namanya sendiri, asalkan dia tidak menggantikan hak-hak dari kreditur.
Pada suatu perjanjian penyerahan hak milik, menurut pasal 1384 KUHperdata, penyerahan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Orang yang membayarkan harus pemilik mutlak dari benda yang diserahkan.
2. Orang yang menyerahkan berkuasa memindah tangankan benda tersebut.
Apabila yang menyerahkan bukan pemilik benda yang bersangkutan, kedua belah pihak dapat menyangkal pembayaran tersebut. Pihak yang menyerahkan dapat menuntut kembali apa yang di bayarkan dan kreditur dapat menuntut penyerahan benda yang benar-benar milik debitur. Sekalipun demikian, walaupun penyerahan benda dilakukan oleh orang yang bukan pemilik, dan bendanya berwujud uang atau benda yang sifatnya dapat di habiskan, terhadap apa yang telah dibayarkan tidak dapat dituntut kembali oleh debitur, apabila kreditur dengan itikad baik telah menghabiskan benda tersebut (pasal 1384 KUHperdata).
Menurut ketentuan dalam pasal 1385 KUHperdata, pembayaran harus dilakukan kepada kreditur. Pertama-tama adalah kreditur yang berhak untuk menerima prestasi. Adakalanya prestasi khusus harus di sampaikan atau di tujukan kepada kreditur, seperti pengobatan atau jika hal tersebut diperjanjikan. Pasal 1387 KUHperdata menentukan bahwa tidak sah pembayaran kepada kreditur yang tidak cakap untuk menerimanya, kecuali jika debitur membuktikan bahwa kreditur telah memperoleh manfaat dari pembayaran tersebut.jika kreditur tidak cakap (onbekwaan), menurut undang-undang pembayaran harus dilakukan kepada wakilnya. Jika tidak mempunyai wakil, debitur dapat menunda pembayaran, mengingat tidak adanya orang yang dapat menerima pembayaran secara sah. Dengan demikian, yang dimaksud dalam pasal1387 KUHperdata yaitu kreditur harus memberikan bantuannya, seprti penyerahan hak milik. Sebaliknya, ketidakcakapan kreditur tidak mempunyai pengaruh, jika debitur tanpa bantuan kreditur dapat melaksanakan sendiri prestasinya. Jika untuk perbuatan hokum diisyaratkan bantuan kreditur, ketidakcakapan kreditur mrngakibatkan pembayaran dapat dibatalkan.
Pembayaran pun dapat diserahkan kepada orang yang di beri kuasa kreditur. Pembayaran di atur kepada kuasa kreditur adalah sah. Debitur dapat memilih antara kreditur atau kepada kuasanya dalam pembayaran utangnya. Jika kreditur menghendaki agar debitur membayar kepadanya, debitur harus memenuhinya. Demikian juga, jika kreditur menghendaki agar pembayaran dilakukan kepada kuasanya. Pembayaran demikian adalah sah, jika dari sikap kreditur, dapat dianggap bahwa orang tersebut mendapatkan kuasa dari kreditur.
Selain itu, ada pula orang yang dikuasakan oleh hakim atau undang-undang untuk menerima pembayaran tersebut. Wewenang yang di berikan undang-undang untuk menerima pembayaran bagi kreditur, misalnya curator. Pembayaran yang ditujukan kepada kreditur atau kuasanya tidak sah. Oleh karena itu, debitur masih berkewajiban untuk membayar utangnya. Dalam tiga hal, pembayaran yang tidak ditujukan kepada kreditur atau kuasanya, tetap dianggap sah, yaitu:
1. Kreditur menyetujuinya;
2. Kreditur mundapatkan manfaat;
3. Debitur membyar dengan itikad baik (pasal 1386 KUHperdata).
Sekalipun bersifat umum, ketentuan di atas tidak berlaku bagi semua pembayaran yang di alikukan kepada atau diterima oleh kreditur atau kuasanya. Contohnya, prestasi kepada pihak ketiga atau prestasi yang berupa untuk tidak berbuat sesuatu atau melakukan suatu perbuatan hokum sepihak.
Pembayaran berkaitan secara langsung dengan objek pembayaran, yaitu apa yang harus dibayar atau apa yang terutang. Kreditur boleh menolak jika ia dibayar dengan prestasi yang lain dari yang terutang, sekalipun nilainya sama atau melebihi nilai piutangnya. Pembayaran sebagian demi sebagian dapat ditolak oleh kreditur.
Dalam undang-undang pembayaran dibedakan atas hal-hal berikut.
a. Utang barang spesies
Debitur atas suatu barang pasti dan tertentu dibebaskan jika ia memberikan barangnya dalamkeadaan kurang pada waktu penyerahan, asalkan pengurangan barangnya antara saat terjadinya perikatan dan penyerahan tidak disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian debitur, kesalahan atau kelalaian orang yang menjadi tanggug jawabnya, debitur tidak lalai menyerahkan barangnya sebelum timbu kekurangan tersebut.
b. Utang barang generic
Debitur atas barang generic tidak harus menyerahkan barang yang paling baik atau yang paling buruk.
c. Utang uang
Uang disini harus diartikan sebagai alat pembayaran yang sah. Pembayaran juga berkaitan dengan tempat pembayaran. Pada asasnya, pembayaran dilakukan di tempat yang di perjanjikan. Apabila didalam perjanjian tidak ditentukan “tempat pembayaran”, pembayaran terjadi:
1. Di tempat barang tertentu berada sewaktu perjanjian dibuat apabila perjanjian itu mengenai barang tertentu;
2. Di tempat kediaman kreditur, apabila kreditur secara tetap bertempat tinggal di kabupaten tertentu;
3. Diotempat debitur, apabila kreditur tidak mempunyai kediaman yang tetap. Tempat pembayaran yang dimaksud pasal pasal 1394 KUHperdata adalah bagi perikatan untuk menyerahkan suatu benda, bukan bagi perikatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Pembayaran juga berkaitan dengan waktu pembayaran. Undang-undang tidak mengatur waktu pembayaran . oleh karena itu, waktu pembayaran di tentukan atas persetujuan para pihak. Akan tetapi jika waktunya tidak di tentukan, pembayaran harus dilakukan dengan segera setelah perikatan terjadi.
d. Subrogasi
Subrogasi adalah pergantian kreditur dalam suatu perikatan sebagai akibat adanya pembayaran atau pergantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga. Menurut pasal 1400 KUHperdata, subrogasi terjadi karena adanya pembayaran oleh pihak ketiga kepada kreditur. Ketentuan ini sebenarnya tidak sesuai dengan terjadinya subrogasi yang di sebutkan dalam pasal 1401 ayat (2) KUHperdata karena debitur membayar utangnya kepada kreditur yang uangnya hasil pinjaman dari pihak ketiga. Pihak ketiga dapat saja merupakan pihak dalam perikatan, misalnya sama-sama menjadi debitur dalam perikatan tanggung renteng.
Dengan terjadinya subrogasi, piutang dengan hak-hak asseoir-nya beralih pada pihak ketiga yang menggantikan kedudukan kreditur. Menurut pasal 1403 KUHperdata, subrogasi tidak dapat mengurangi hak-hak kreditur jika pihak ketiga hanya membayar sebagian dari piutangnya.bahkan, untuk sisa piutangnya, kreditur semula masih dapat melaksanakan hak-haknya dan mempunyai hak untuk didahulukan dari pihak ketiga. Contoh, A mempunyai utang Rp 30.000.000,00 kepada B dengan jaminan fidusia. Pihak C membayar membayar sebagian utang A kepada B, yaitu sebesar Rp 15.000.000,00. Jika kemudian barang yang di fidusiakan tersebut laku dijual sebesar Rp 40.000.000,00 maka B akan mendapatkan pelunasan lebih dahulu, yaitu sebesar RP 15.000.000,00 dan sisanya Rp 15.000.000,00 baru untuk C. subrogasi dapat terjadi karena persetujuan atau undang-undang (pasal 1400 KUHperdata). Subrogasi karena persetujuan terjadi antara kreditur dengan pihak ketiga atau debitur dengan pihak ketiga, sebagaimana pada skema berikut:
subrogasi
|
Debitur dengan pihak ketiga
|
Kreditur dengan pihak ketiga
|
Undang-undang
|
perstujuan
|
Subrogasi dapat terjadi karena persetujuan atau undang-undang kepada kreditur yang harus dilakukan dengan tegas dan bersamaan dengan pembayaran. Undang-undang tidak mensyaratkan bentuk tertentu, cukup dengan menyebutkan subrogasi dalam kuitansi. Subrogasi yang terjadi setelah pembyaran tidak menimbulkan akibat hokum karena dengan terjadinya pembayaran, pirikatan menjadi hapus dan tidak mungkin lagi terjadi subrogasi.
Subrogasi dapat pula terjadi jika debitur meminjam uang dari pihak ketiga untuk dibayarkan kepada kreditur, dengan perjanjian, pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditur tersebut. Untuk itu, undang-undang menentukan syarat-syaratnya, yaitu:
1. Dibuat dua akta autentik, yaitupersetujuan meminjam uang dan tanda pelunasan utang;
2. Isi masing-masing akta tersebut harus memenuhi peraturan sebagaimana terdapat pada pasal 1401 ayat 2 KUHperdata. Dalam pasal 1402 KUHperdata, dinyatakan empat cara terjadinya subrogasi berdasarkan undang-undang. Selain yang disebutkan dalam pasal tersebut, subrogasi dapat juga terjadi seperti yang disebutkan dalam pasal 1106, 1202, dan 1840 KUHperdata.
Pada prinsipnya, yang wajib membayar utang bukan hanya si berutang (debitur), tetapi juga seorang kawan berutang dan seorang penanggung utang (borg) dan orang yang diberi kuasa oleh debitur untuk melakukan pembayaran utangnya.
Dalam pasal 1332 kitab undang-undang hokum perdata dijelaskan, suatu perikatan dapat dipenuhi oleh seorang pihak ketiga yang bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya siberutang, atau jika bertindak atas namanya sendiri, asalkan ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.
Agar pembayaran sah, orang yang membayar harus pemilik barang yang dibayarkan da berkuasa memindah tangankan. Akan tetapi, pembayaran dengan jumlah uang atau sejumlah barang lainnya yang dapat di habiskan tidak dapat diminta kembali. Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada orang yang dikuasakan atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si berpiutang sehingga pembayarannya sah.
Pembayaran yang sah adalah pembayran yang dilakukan dengan itikad baik yang dilakukan kepada pemegang surat piutang yang bersangkutan. Pembayaran tidak sah apabila dilakukan oleh orang yang tidak cakap, kecuali kreditur membuktikan bahwa debitur sungguh-sungguh mendapat manfaat dan pembayaran tersebut.
Debitur tidak boleh memaksa krediturnya untuk menerima pembayaran utangnya sebagian demi sebagian, meskipun utang tersebut dapat dibagi-bagi. Jadi, tidak dibenarkan seorang debitur membayar utang, misalnya satu juta rupiah, kemudian kreditur menganggapnya uang yang lima ratus adalah semata-mata pemberian atau hadiah. Hal tersebut hanya boleh dilakukan apabila debitur sebelumnya mengatakan bahwa yang sebagian itu adalah pemberian atau hadiah.
Mengenai tempat pembayaran, dalam pasal 1393 kitab undang-undang hokum perdata di jelaskan, “pembayaran harus dilakukan di tempat yang di tetapkan dalam perjanjian.jika dalam perjanjian tidak di tetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu barang tertentu, harus dilakukan di tempat di mana barang itu berada sewaktu perjanjian dibuat. Diluar kedua haltersebut, pembayaran harus di lakukan di tempat tinggal si berpiutang, selama orang tersebut terus-menerus berdiam dalam keresidenan di mana ia berdiam sewaktu perjanjian dibuat, dan di dalam hal-hal lainnya di tempat tinggalnya si berutang”.
Menurut dua pasal diatas, tempat pembayaran dapat dilakukan di tempat terjadinya perjanjian, di tempat yang di sepakati debitur dan kreditur, dan dapat pula dilakukan disembarang tempat jika kedua belah bersepakat, misalnya pihak penagih menelpon kepada yang yang berutang bahwa penagih harus membayar utangnya karena sudah jatuh tempo, lalu karena yang berutang sedang berada di kantor tempat ia bekerja, ia pun menyarankan kepada penagih untuk mendatangi dirinya di alamat kantornya, dan yang berutang pun membayar di tempatnya bekerja. Hal itu dapat saja terjadi asalkan kedua belah oihak memperoleh bukti-bukti tertulis mengenai serah terima pembayarannya.
Ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga terhadap pembayaran-pembayaran bukan dengan barang yang tetap, melainkan dengan barang yang bersifat habis atau dapat di habiskan, artinya pada asasnya, pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditunjuk oleh kreditur. Karena hal demikian bersifat teknis, kedua belah pihak dapat melakukan kesepakatan yang berbeda. Dalam hal pembayaran wesl, dilakukan di tempat debitur, sedangkan sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, dalam pasal 1395 ditetapkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran harus dipikul oleh debitur, misalnya pembayaran melalui ATM kepada suatu bank, debiturlah yang membayar uang administrasinya.
Pembayaran dapat pula dilakukan secara angsuran atau periodic. Hal inilah yang berlaku dalam perjanjian kredit. Setiap angsuran yang sudah di bayar harus di buktikan dengan kuitansi pembayaran yang di dalamnya tertulis hitungan angsurannya, misalnya pembayaran angsuran pinjaman ke bank selama tiga puluh enam bulan, perbulannya harus di buktikan oleh kuitansi dan hitungan angsuran perbulannya harus jelas.
Masalah yang muncul dalam pembayaran adalah masalah subrogasi atau pergantian hak-hak si berpiutang (kreditur) oleh seorang ketiga yang membayar kepada si berpiutang. Dalam subrogasi atau penggantian ini, orang ketiga yang membayar utang menggantikan kedudukan kreditur terhadap debitur. Dengan demikian, setelah uang dibayar, muncul seorang kreditur baru yang menggantikan kedudukan kreditur lama. Misalnya, si A berutang kepada si B, si C membayarkan utang si A kepada si B, si A berutang kepada si C. inilah yang di maksud dengan penggantian melalui perjanjian supaya mempunyai kekuatan hokum apabila terjadi sengketa dapat dijadikan alat bukti di pengadilan.
Subrogasi tersebut terjadi dengan perjanjian sebagai berikut:
1. Apabila si berpiutang (kreditur) menerima pembayaran dari seorang pihak ketiga menetapkan bahwa orang lain akan menggantikan hak-haknya, gugatan-gugatannya, hak-hak istimewanya, dan hipotek yang dimilikinya terhadap si berutabg (debitur). Subrogasi ini harus dinyatakan dengan tegas dan di lakukan tepat pada waktu pembayara.
2. Apabila debitur meminjam uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan orang yang member pinjaman uang akan menggantikan hak-hak si berpiutang, agar subrogasi tersebut sah, baik perjanjianpinjaman uang maupun tanda pelunasan harus di buat dengan akta autentik. Disampng itu, dalam surat perjanjian pinjaman uang harus di terangkan bahwa uang tersebut dipinjam untuk melunasi utang. Selanjutnya, syrat tanda pelunasan harus menerangkan bahwa pembayaran dilakukan dengan uang dari hasil pinjaman kepada pihak ketiga nantinya menjadi kreditur baru. Subrogasi ini dilaksanakan tanpa bantuan kreditur lama. Subrogasi yang terjadi dengan perjanjian diatur dalam pasal 1401 kitab undang-undang hokum perdata. Oleh karena dalam subrogasi sub 1 tersebut di atas, tidak disebutkan cara tertentu, (seperti halnya dalam subrogasi sub 2), harus dianggap cukup kalau hal penggantian (subrogasi), misalnya hanya di tulis diatas kuitansi atau tanda pembayaran. Dalam subrogasi sub 1, prakarsa untuk mengadakan subrogasi dating dari kreditur, sedangkan dalam subrogasi sub 2, prakarsa dating dari pihak debitur. Oleh karena itu, untuk yang sub 2, diadakan syarat-syarat yang lebih berat, yaitu dengan menurut formalitas-formalitas berupa akta autentik.
Subrogasi yang terjadi demi undang-udang diatur dalam pasal 1402 sebagai berikut:
1. Untuk orang yang ia sendiri sedang berpiutang, melunasiseorang berpiutang lain, yang berdasarkan hak-hak istimewanya atua hipotik mempunyai suatu hak yang lebih tinggi.
2. Untuk serang pembeli suatu benda tidak bergerak, yang telah memakai uang harga benda tersebut untuuk melunasi orang-orang berpiutang kepada siapa benda tersebut diperikatkan dalam hipotik.
3. Untik seorang yang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang-orang lain, diwajibkan membayar suatu utang, berkepentingan untuk melunasi utang itu.
4. Untuk seorang ahli waris yang sedang menerima suatu warisan dengan hak istimewa guna mengadakan pencatatan tentang keadaan harga peniggalan, telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri.
Dengan demikian, sebagaimana di uraikan di ats, jika seorang membayar utang orang lain, pada umumnya tidak terjadi subrogasi, artinya orang yang membayar tidak menggantikan kedudukan kreditur, kecuali apabila di janjikan atau di tentukan oleh undang-undang, barulah ada penggantian.
2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti oleh Penyimpanan
Apabila debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries atau jurusita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditur itu, kemudian debitur menitipkan pembyaran kepada panitera pengadilan negeri untuk di simpan, perikatan menjadi hapus (pasal 1404 kitab undang-undang hukum perdata). Akan tetapi, supaya penawaran pembayaran itu sah, perlu dipenuhi syarat-syarat berikut:
1. Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya;
2. Dilakukan oleh debitur yang berwenag membayar
3. Mengenai semua uang poko, bunga, biaya yang telah di tetapkan;
4. Waktu yang telah tiba;
5. Syarat-syarat uang telah terpenuhi
6. Penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau di tempat yang telah di setujui; dan
7. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaries atau jurusita disertai oleh dua orang saksi.
Apabila kreditur menolak pembayaran setelah debitur mengajukan penawaran pembayaran, apabila uang untuk pembayaran dititipkan kepada kuasa debitur dan telah memenuhi persyaratan diatas, debitur bebas dari utangnya. Dengan demikian, mekanisme penawaran pembayaran adalah:
1. Barang atau uang yang dibayarkan ditawarkan secara resmi oleh seorang notaries atau seorang jurusita pengadilan.
2. Notaries atau jurusita membuat perincian barang-barng atau uang yang dibayarkan.
3. Notaries mendatangi tempat tinggal atau tempat pembayaran kreditur sesuai perjanjian.
4. Pembayaran dilakukan oleh notaris berupa barang atau uang.
5. Notaries atau jurusita sudah menyefiakan suatu proses perbal atau berita acara pembayaran, artinya pihak kreditur menerima atau menolak penawran pembayaran akan ditulis dalam berita acara yang di maksudkan.
6. Debitur di muka pengadilan negeri mengajukan permohonan agr pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan. Dengan demikian, hapuslah utang piutang tersebut. Barang atau uang tersebut, berada dalam simpanan kepaniteraan pengadilan negeri atas tanggungan (risiko) si berpiutang. Si berutang sudah bebas dari utangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, ditanggung oleh si berutang.
3. Pembaharuan Utang Dan Novasi
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu perikan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.vollmar mengatakan, novasi adalah penghapusan perjanjian oleh perjanjian yang baru.
Dalam pembaruan utang atau novasi, dapat terjadi dalam beberapa hal, yaitu:
1. Hapusnya perjanjian lama oleh perjanjian baru;
2. Hapusnya subjek perjanjian lama oleh subjek perjanjian baru;
3. Hapusnya objek perjanjian lama oleh objek perjajian baru;
4. Hapusnya manfaat perihal lama oleh perihal baru;
5. Hapusnya hak dan kewajiban lama oleh hak dan kwajiban baru;
6. Hapusnya prestasi lama oleh prestasi baru;
Novasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Novasi objektif, yaitu perikatan yang telah adaa diganti dengan perikatan lain. Novasi objektif dapat terjadi karena:
a. Mengganti atau mengubah isi perikatan. Penggantian perikatan terjadi jika kewajiban debitur atas suatu prestasi tertentu dig anti oleh prestasi lain. Misalnya, kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk menyerahkan barang tertentu;
b. Mengubah sebab perikatan. Misalnya, ganti rugi atas dasar perbuatan welawan hukum diubah menjadi piutang.
2. Novasi subjetif pasif, yaitu debiturnya diganti oleh debitur lain, yang dapat dilakukan dengan dua cara berikut.
a. Expromissie, yaitu debitur semula dig anti oleh debitur baru, tanpa bantuan debitur semula. Contoh, ahmad (debitur) berutang kepada hasan (kreditur). Ahmad (kreditur) membuat persetujuan dengan juki (debitur baru) bahwa juki akan menggantikan kedudukan ahmad selaku debitur dan ahmad akan dibebaskan oleh juki dari utangnya.
b. Delegatie, yaitu apabila terjadi persetujuan antara debitur, kreditur semula, dan debitur baru. Tanpa persetujuan dari kreditur, debitur tidak dapat diganti dengan kreditur lainnya. Contoh, dadang (debitur lama) berutang kepada alpan (kreditur), kemudian dadang mengajukan cepi sebagai debitur baru kepada alpan. Lalu, alpan dengan cepi mengadakan persetujuan bahwa cepi akan melakukan prestasisinya dadang. Dengan demikian, utang dadang hapus karena dadang sebagai kreditur yang mrnggantikan dadang dengan cara delegasi.
3. Novasi subjektif aktif, yaitu apabila krediturnya diganti oleh kreditur lain. Novasi subjektif aktif merupakan persetujuan segitiga karena debitur harus mengikatkan dirinya dengan kreditur baru, dan novasinya dapat terjadi secara bersamaan penggantian, baik kreditur maupun debitur (double novasi). Contoh, opik berutang Rp 15.000.000,00 kepada bambang dan bambang berutang kepada Adrian dalam jumlah yang sama. Dengan novasi, dapat terjadi bahwa opik menjadi berutang kepada andri, sedangkan opik terhadap bambang dan bambang terhadap andri dibebaskan dari kewajiban-kewajibannya.
Syarat yang harus dipenuhi dalam novasi berdasarkan pada pasal 1414 KUHPerdata bahwa syarat umum novasi hanya dapat terjadi antara orang –orang yang cakap untuk membuat perikatan. Novasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak cakap adalah batal. Dalam pasal 1415 KUHPerdata ditentukan bahwa setiap nivasi harus dilaksanakan dengan tegas.
Kecakapan subjek pelaku novasi adalah orang yang dimaksudkan telah dewasa yang diukur menurut usia, yaitu usia 21 thaun. Orang yang belum dan tidak cakap adalah anak di bawah umur, orang yang berada di bawah pengampunan, orang gila,dan istri. Apabila istri ingin melakukan novasi, ia harus didampingi oleh suaminya dan atau setelah bermusyawarah dengan suami dan memperoleh izin dari suaminya. Akan tetapi, dengan adanya SEMA No. 3 tahun 1963 jo. Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, kehendak untuk melakukan novasi harus dilakukan dengan sebuah akta. Ketentuan ini tidak bersifat memaksa karena menurut pasal 1415 KUHPerdata, untuk melakukan novasi tidak diperlukan bantuan dari debitur.
Akibat terjadinya novasi menurut pasal 1418 KUHPerdaa adalah debitur lama yang telah dibebaskan kewajibannya oleh kreditur, tidak dapat melakukan pembayaran kepada debitur lama, sekalipun debitur baru mengalami pailit atau tidak dapat menjalankan perbuatan hukum. Dengan kata lain, setelah terjadi delegasi, kreditur tidak dapat menuntut debitur semula, jika debitur baru jatuh pailit. Berlainan halnya jika hak penuntutan dipertahankan dalam persetujuan atau jika pada waktu terjadi delegasi, debitur baru ternyata sudah pailit atau dalam keadaan terus-menerus merosot kekayaanya.
Menurut pasal 1419 KUHPerdata, jika telah terjadi novasi subjektif aktif,debitur tidak dapat mengajukan sanggahan (tangkisan) trhadap kreditur baru. Akan tetapi, ia dapat mengajukan kepada kreditur semula, sekalipun ia tidak mengetahui pada waktu terjadinya novasi akan adanya sanggahan tersebut.
Menurt pasal 1413 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ada tiga macam cara untuk melaksanakan novasi,yaitu:
1. Apabila debitur membuat suatu perikatan utang baru.
2. Apabila debitur lama menunjukan debitur baru yang akan membebaskan utangnya.
3. Apabila kreditur menyetujui penunjukan debitur baru oleh debitur lama dan debtor baru melaksanakan prestasi debitur lama.
Sebaiknya, dalam melakukan novasi digunakan sifat-sifat objek yang sama,yaitu harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Jika debitur meminjam uang, pengganti objeknya pun harus uang. Meskipun dibolehkan dibayar bukan dengan uang, hal tersebut harus atas persetujuan kreditur.
4. Perhitungan Utang Timbale Balik Atau Kompensasi
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan Karena kedua belah pihak saling berutang seprti yang telah diatur dalam pasal 1425 KUHPerdata.
Terjadinya kompensasi ditentukan oleh pasal 1427 KUHPerdata, yaitu utang tersebut:
1. Merupakan utang yang berupa uang
2. Merupakan utang berupa barang yang dapat diuangkan
3. Merupakan utang berupa barang yang dapat dihabiskan
4. Merupakan utang yang dapat ditagih sesuai dengan waktunya yang telah disepakati debitur dengan kreditur.
Pengahapusan utang melalui kompensasi banyak dilakukan dalam masyarakat kita, baik yang menggunakan adat maupun peraturan hukum yang berlaku. Misalnya, seseorang berutang uang, kemudian utang tersebut dibayar dengan beras. Agar terjadi kompensasi, hal yang terpenting adalah adanya kesepakatan antara debitur dengan kreditur. Akan tetapi, apabila ke bank ,kompensasi tidak dapat terjadi begitu saja, kecuali debitur melakukan wanprestasi dan kreditur mengajukan permohonan kepada pengadilan agar harta kekayaan debitur disita untuk dilelang. Hasil lelang digunakan untuk membayar utang debitur.
Cara tersebut sebenarnya bukan merupakan kompensasi, melainkan bagian dari risiko perjanjian dengan jaminan sehingga kompensasi lebih menekankan perjajian yang sudah tertulis sejak pertama kali terjadinya perikatan. Misalnya, saya meminjam uang kepada suhailidengan perjanjian kompensasi bahwa sya akan membayar utang kepada suhaili denhgan tanah hak milik saya seluas 100 meter persegi. Suhaili menerima kesepakatan tersebut dan setelah habis masa pinjaman, pembayaran utang dengan kompensasi pun dilakukan.
Kompensasi tidak dapat dilakukan apabila sebelumnya tidak terjadi kesepakatan para pihak. Oleh karena itu, apabila kreditur dengan seketika merampas harta debitur karena merasa bahwa debitur tidak akan membayag utangnya dengan uang, tindakan kreditur dipandang telah main hakim sendiri dan dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana perampasan atau perampokan harta orang lain.
5. Percampuran Utang
Percampuran utang adalah percampuran kedudukan (kualitas) dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sehinggakualitas sebagai kreditur menjadi satu dengan kualitas dari debitur sehingga perikatan di antara kedua belah pihak hapus. Percampurang utang diatur dalam pasal 1436 KUHPerdata sampai dengan pasal 1437 KUHPerdata. Di dalam NBW(BW Baru) negeri Belanda, percampuran utang diatur dalam pasal 1472 NBW. Percampuran utang adalah percampuran utang sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu.
Percampuran utang dapat terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur bersatu dalam diri satu orang. Misalnya, kreditur meninggal dan debiturnya merupakan satu-satunya ahli waris. Akibat dari percampuran utang, perikatan menjadi hapus, dan hapusnya perikatan menghapuskan pula borgtocht. Hapusnya borgtocht dengan percampuran utang tidak menghapuskan utang pokok.hapusnya utang tersebut dengan jalan penerusan hak dengan alas hak umum. Jadi, apabia seorang kreditur meniggal dunia dan ahli warisnya adalah debitur,secara otomatis utang debitur hapus karena ia telah menjadi krena ia telah menjadi kreditur.
Percampuran utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan penaggung utangnya (borg). Sebaliknya, percampuran yang terjadipada seorang penanggung utang tidak mengakibatkan hapusnya utang pokok. Dengan demikian, percampuran utang dapat terjadi dengan jalan penerusan hak dibawah alas hak khusus, misalnya dalam jual beli atau legaat.
6. Pembebasan Utang
Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan. Dengan pembebasan ini, perikatan menjadi lenyap dan hapus. Menurut ketentuan pasal 1438 KUHPerdata, pembebasan tidak boleh berdasarkan persankaan, melainkan harus di buktikan. Bukti tersebut dapat dipergunakan, misalnya dengan pengembalian surat piutang asli oleh kreditur kepada debitur secara suarela (1349 KUHPerdata).
Pasal 1442 menentukan:
1. Pembebasan utang yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang.
2. Pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama.
3. Pembebasan yang diberikan kepada salah penaggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Pasal-pasal tersebut, menjelaskan bahwa pembebasan utang harusdilakukan dengan beberapa ha,yaitu:
1. Pembebasan dilakukan atas kemauan kreditur;
2. Kreditur melakukannya dalam keadaan sehat wal afiat, sadar, tanpa paksaan, dan atas kemauannya sendiri;
3. Pembebasan utang dilakukan secara tertulis;
4. Pihak kreditur mengembalikan surat-surat asli yang menerangkan utang debitur secara langsung kepada debitur;
5. Pembebasan diketahui oleh kedua belah pihak dan diperkuat oleh saksi-saksi.
7. Musnahnya Barang Yang Terutang
Apabila benda yang menjadi objek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, berarti telah terjadi suatu “keadaan memaksa” atau force majeur sehingga undang-undang perlu mengadakan peraturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut pasal 1444 KUHPerdata, untuk perikatan sepihak dalam kedaan memaksa, hapuslah perikatannya karena musnahnya barang berada diluar kehendak debitur, misalnya karena bencana alam. Dalam pasal 1237 KUHPerdata dinyatakan, dalam hal adanya perikatan untuk memberkan suatu kebendaan tertentu,kebendaan tersebut semenjak perikatan dilakukan merupakan tanggungan kreditur. Jikalau kreditur lalai dalam menyerahkannya, semenjak kelalaian, kebendaan menjadi tanggugan debitur. Menurut ketentuan pasal 1438 KUHPerdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang diluer kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan, perikatannya menjadi hapus. Akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda tersebut secara tidak sah, misalnya karena pencurian, musnah atau hilangnya benda tersebut tidak membebaskan debitur untuk mengganti harganya.
Apabila barang yang sudah diperjanjikan sebagai utang debitur hilang, dicuri, atau hilang dengan sendirinya tanpa adanya peristiwa yang berada diluar kekuasaan debitur, debitur tetap menaggung utangnya kepada kreditur.
Sebaliknya, apabila pihak kreditur yang mengajukan klaim asuransi atas utang debitur yang barangnya telah musnah, pihak debitur hapus utangnya karena kreditur telah menerima penggantian utang dari pihak asuransi.
8. Batal Atau Pembatalan Kontrak
Menurut pasal 1446-1456 KUHPerdata, pembatalan dapat terjadi apabila:
1. Dilakukan oleh orang-orang yan g tdak cakap dalam perbuatan hukum, misalnya orang gila, anak yang belum dewasa, dan yang berada dibawah pengampunan;
2. Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan oleh undang-undang;
3. Adanya cacat kehendak.
Undang-undang menentukan bahwa perbuatan hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pekanggaran terhadap syarat yang menyangkutbentuk perbuatan hukum, ketertiban umum, atau kesusilaan. Dengan demikian, hukum bermaksud melindungi masyarakat, demikian juga dengan pembatalan karena dapat dibatalkan. Sebab, apabila tindakan hukum yang dilakukan oleh ornag yang tidak cakap tidak dapat dibatalkan, masyarakat tidak akan terlindungi kehidupan hukumnya.
Segala sesuatu yang batal demi hukum adalah setiap perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan segala sesuatu yang dapat dibatalkan tidak otomatiss batal apabila tidak terdapat pihak yang mengajukan pembatalan.
Dalam pasal 1446 dinyatakan,pembatalan perjanjian yang dapat dimintakan ( vernietigbaar atau voidable) pembatalannya adalah perjanjian-perjanjian yang belum terpenuhinya syarat-syaratnya. Pembatalan yang dapat dimintakan ke pengadilan, diantaranya perjanjian yang dilakukan dengan iktikat yang tidak baik , adanya niat penipu karena kekhilafan, dilakukan oleh orang yang belum dewasa, dan orang yang berada di bawah pengampunan.
Perikatan yang tidak memenuhi syarat-syarat subjektf dapat dimintakan pembatalan kepada hakim dengan dua cara, yaitu:
1. Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian di depan hakim;
2. Secara pembelaan, yaitu menunggu sampai diguggat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan kemudian mengajukan kekurangan perjanjian tersebut.
Untuk menuntut secara aktif sebagaimana disebutkan di atas, undang-undang mengadakan suatu batas waktu lima tahun, sebagai mana terdapat dalam pasal 1454 KUHPerdata, sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasa waktu.
Dengan demikian, ada dua proses pengajuan pembatakan, yaitu:
1. Mengajukan gugatan ke pengadilan;
2. Membela gugatan dan memenuhi persyaratan yang kurang yang ditetapkan oleh pengadilan.
Berkaitan dengan pembelaan dan kemudian melengkapi persyaratan perjanjian, berarti apabila penambahan persyaratan dinyatakan sah oleh pengadilan, pembatalanpu tidak akan dikabulkan hakim karena alasan diajukannya pembatalan oelh pihak penggugat adalah krangnya persyaratan dalam perjanjian.
9. Berlakunya Syarat Batal
Syarat adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Syarat yang di penuhi mengakibatkan perikatan batal (nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus disebut syarat batal. Syarat batal selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan dilahirkan. Syarat ini mengakibatkan suatu konsekuensi bahwa kedua belah pihak tidak pernah melakukan kontrak atau perjanjian.
Berbeda halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi, yang jika dipenuhi, perjanjian menjadi batal dalam berarti berakhir atu berenti atau hapus. Akan tetapi, akibatnya tidak sma dengan syarat batal ayng bbersifat objektif. Dipenuhinya syarat batal menyebabkan perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat itu.
Pembatalan dapat terjadi karena adanya cacat kehendak, yaitu kekurangan dalam kehendak orang atau orang-orang yang melakukan perbuatan yang menghalangi terjadinya kesesuaian antara kehendak para pihak yang melakukan perjanjian. Cacat kehendak ini adalah adanya kekhilafan, paksaan,dan penipuan.
Akibat terjadinya pembatalan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
1. Orang-orang yang tidak melakukan perbuatan hukum akan menerima kembali haknya secara utuh karena perjanjiannya telah dibatalkan;
2. Cacat kehendak, yaitu dapat atau tidak dapatnya kepulihan hak kreditur hanya dapat dilakukan setelah gugatan kreditur di kabulkan oleh hakim di pengadilan.
10. Lewatnya Waktu
Menurut ketentuan pasal 1946 KUHperdata, lewatnya waktu dapat dipahami sebagai alasan hapusnya perikatan secara otomatis karena telah berakhirnya masa kontrak. Dari ketentuan pasal tersebut, lewat waktu dapat di bagi menjadi ada dua macam, yaitu:
1. Lewat waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu barang disebut acquisitive prescription;
2. Lewat waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan disebut extinctive prescription.
Dalam bahasa belanda, istilah lewat waktu atau lampau waktu disebut dengan verjaring. Dalam bahasa Indonesia, lampau waktu atau lewat waktu disebut juga dengan kedaluwarsa.
Menurut ketentuan pasal 1936 kitab undang-undang hukum perdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan kedaluwarsa (waktu lampau), harus dipenihi unsure-unsur:
1. Iktikad baik;
2. Alas hak yang sah;
3. Menguasai benda itu terus-menerus selama 20 tahun tanpa ada yang menggugat, atau jika tanpa alas hak, menguasai benda it uterus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat.
Dalam pasal 1967 kitab undang-undang hukum perdata ditentukan, segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena kedaluarsa dengan lewat waktu30 taun. Orang yang menunjukkkan adanya kedaluwarsa tidak perlu menunjukkn alas hak, dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasarkan iktikad buruk.
Terhadap benda bergerak yang bukan bunga, atau piutang yang bukan atas tunjuk (aan toonder), orang yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun demikian, jika ada orang yang kehilangan suatu benda, dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak hari hilang atau dicurinya benda tersebut, ia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapa pun yang menguasainya. Pemegang benda terakhir dapat menuntut kepada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian (pasal 1977 kitab undang-undang hukum perdata).
Kedaluawarsa tidak berjaln atau tertanggung terhadap:
1. Anak yang belum dewasa, orang dibawah pengampunan;
2. Istri selama perkawinan;
3. Piutang yang digantungkan pada suatu syarat, selama syarat tersebut tidak dipenuhi;
4. Seorang ahli waris yang menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan (pasal 1987 samapi dengan 1991 KUHperdata).
Menurut pasal 1946 KUHperdata, yang dinamakan kedaluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Kedaluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan kedaluwarsa extinctif, yang dibahas dalam hukum kebendaan. Sedangkan kedaluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan kedaluwarsa extinctif. Dalam KUHperdata, masalah kedaluwarsa diatur dalam buku IV.
Lewat waktu akan menghapuskan perikatan hukum dan dapat menimbulkan “perikatan bebas” (natuurlijke verbintenis), artinya kalau dibayar boleh, tetapi tidak dapat dituntut di depan hakim. Debitur jikaditagih utangnya atau dituntut didepan pengadilan dapat mengajukan pembelaan (ekspensi) tentang kedaluwarsa piutang dan dengan demikian mengelak atau menagkis setiap tuntutan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyalah gunaan hak (bahasa belanda, misbruik van tech) adalah menjalankan hak yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Dengan kata lain, penyalahgunaan hak adalah berbuat sesuatu yang bukan merupakan haknya atau menggunakan haknya bukan pada tempatnya sehingga orang lain menanggung akibatnya.
Hapusnya perikatan dalam kontrak yang timbul dari persetujuan maupun dari undang-undang diatur dalam bab ke-IV buku ke-III KUHperdata,yaitu pasal 1381. Dalam pasal tersebut, terdapat beberapa cara hapusnya suatu perikatan, yaitu:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran diikuti oleh penyimpanan
3. Pembaruan utang (inovati)
4. Perjumpaan utang (konvensasi)
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
9. Syarat yang membatalkan (diatur dalam BAB I)
10. Kedaluarsaan (diatur dalam buku ke IV, BAB 7)
DAFTAR PUSTAKA
Hariri wawan muhwan. Hukum perikatan dilengkapai hukum hukum perikatan dalam islam.bandung: fustaka setia. 2011.
R.M. Suryadininggrat. Perikatan-perikatan yang bersumber dari Undang-Undang.Edisi II. Bandung: teisto. 1990.
0 komentar: