Sunday, July 23, 2017

Makalah Faktor Lingkungan Ekologi



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Permasalahan lingkungan hidup mendapat perhatian yang besar dihampir semua negara di dunia dalam dasawarsa 1970 an. Ini terjadi setelah diadakan Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972. Terdapat kesan bahwa masalah lingkungan hidup adalah suatu hal yang baru.
Namun sebenarnya, permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi. Oleh sebab itu faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas – Ingat: Langit Biru. Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu berinteraksi (inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan. Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan ekologi.
2.      Rumusan masalah
a.       Bagaimanaka pengertian faktor lingkungan ?
b.      Apasajakah komponen faktor lingkungan ?
c.       Bagaiaman hubungan antara faktor lingkungan




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah setiap faktor yang berpengaruh pada kehidupan pada suatu organisme dalam proses perkembangannya. Faktor lingkungan dibagi menjadi 3 yaitu yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis. Faktor fisik dan kimiawi merupakan faktor lingkungan yang bersifat non-biologis, contoh faktor fisik : suhu, cahaya, kelembaban, angin dll, contoh faktor kimiawi : air, garam mineral, logam dll, sedangkan faktor yang bersifat biologis (biotik), yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian komponen biotik, kompo-nen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu. Dalam hal ini tidak ada organisme yang mampu berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi ling-kungan yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang berperan terhadap-nya dan menentukan kondisi hidupnya.
1.      Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem, struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembatas, menghancurkan sistem jaringan tertentu. Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu :
a.       Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
b.      Intesitas cahaya atau kandungan energi cahaya.
c.       Lama penyinaran, seperti panjang hari jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari tumbuhan. Memang pada dasarnya pengaruh dari penyinaran sering berkaitan erat dengan faktor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai air, tetapi pe-ngaruh yang khusus sering merupakan pengen-dali yang sangat penting dalam lingkunganya.
a.       Kualitas Cahaya
Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang. Tidak semua gelombang tadi dapat menembus lapisan atas at-mosfer mencapai permukaan bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang dengan ukuran 0,3 - 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata berkisar 0,39 - 7,60 mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39 merupakan ultraviolet (gelombang pendek) dan gelombang di atas 7,60 mikron merupakan infrared/merah panjang (gelom-bang panjang). Umumnya kualitas cahaya bukan merupakan faktor ekologi yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap berbagai panjang gelombang cahaya ini.
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan pan-jang gelombang 0,39 - 7,60 mikron. Ultraviolet dan infrared tidak dimanfaat-kan dalam pro-ses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spektrum cahaya yang bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali bila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya, maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh ber-beda dengan cahaya yang sampai di kanopi, sehingga terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya. Dalam ekosistem perairan cahaya merah dan biru di serap fitoplankton yang hidup di permukaan, se-hingga cahaya hijau akan di penetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sulit untuk di serap oleh fitoplankton. Ganggang merah de-ngan pigmen tambahan phycoerythrin atau pigmen merah coklat mampu mengabsorbsi cahaya hijau ini untuk fotosintesisnya, dengan demikian gang-gang merah ini mampu hidup pada kedalaman laut.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum je-las, yang terang cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteri dan juga di pahami mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan menjadi ter-hambat pertumbuhannya. Umumnya gelombang-gelombang pendek dari ra-diasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi. Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakteristika di daerah pegunungan, hal ini merupakan hasil penyinaran ultraviolet dan mengham-bat untuk terjadinya batang yang panjang. Juga di perkirakan ultraviolet dapat mencegah berbagai jenis tumbuhan untuk bermigrasi, dengan demi-kian cahaya ultraviolet berfungsi sebagai agen dalam menentukan penye-baran tumbuhan.
b.      Cahaya optimal bagi tumbuhan
Proses pertumbuhan dari tumbuhan hasil fotosintesis yang melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertum-buhan ini baru terpenuhi ini baru terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya. Umumnya tumbuhan intesitas cahaya optimum untuk fotosin-tesis haruslah lebih kecil dari intesitas cahaya matahari penuh apabila ditinjau dari sudut kebutuhan daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu tumbuhan besar hidup pada cahaya yang penuh seba-gian besar dari dedaunannya tidak dapat menerima cukup cahaya matahari untuk foto-sintesis secara maksimal akibat tertutup dedaunan dipermukaan kanopinya. Cahaya matahari penuh akan menguntungkan bagi daun di bawah kanopi untuk mencapai efektifitas fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengim-bangi kekurangan dari daun-daun yang berada dalam cahaya supraoptimal. Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup dihabitat alami janganlah diartikan betul-betul cahaya optimal untuk fotosintesis. Pada umumnya cahaya matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah ba-gi organ-organ fotositesis unuk difotosintesis. Optimum haruslah diartikan bahwa kom-binasi dari faktor-faktor lingkungan lainnya (konsep holosinotik), akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya dalam suatu periode tertentu lebih baik untuk pro-ses fotosintesis di bandingkan dengan keadaan lainnya.
c.       Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang ter-penting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial mau-pun dalam waktu/temporal. Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terapsorsi dan terrefleksi atau terhamburkan oleh gas-gas dan partikel-parti-kel yang dikandungkan. Intensitas cahaya yang tersebar terjadi didaerah tropika, ter-utama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah ga-ris lintang rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada ga-ris lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmos-fer yang terpanjang, ini akan memgakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemaran di atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitas cahaya didaerah dengan latituda tinggi ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin. Variansi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksikan lagi oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringgan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosistem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehinga dapat menghasilkan perbedaan struktur ekosis-tem.
d.      Titik kompensasi
Dengan tujuan menghasilkan produktifitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat res-pirasi. Apabila semua faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju fotosin-tesis dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara ke dua pro-ses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu. Harga inten-sitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukkan karbohidrat) dapat me-ngimbangi kehilanggan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas cahaya minimum yang pen-ting untuk pertumbuhan. Harga titik kompetesi ini akan berlainan untuk seti-ap jenis tumbuhan.
e.       Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intesitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan holifita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan cahaya yang tinggi isensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula. Dalam tubuhnya mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga membong-karnya dalam respirasi. Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan senang keteduhan atau siofita, metobolismenya lambat dan demikian juga proses respirasinya. Titik kompensasinya heliofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi untuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh (siofita) titik kompensasinya bisa serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan ganggang serta lumut yang hidup di gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah sampai tidak melebihi cahaya bulan. Beberapa jenis tumbuhan mempunyai ka-rakteristik siofita ketika masih muda, yang kemudian berkembang ke karakteristik heliofita apabila telah dewasa. Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan hidup di bawah peneduhan. Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran denga laju fotosintesis merupakan pangkal dari perbedaan heliofita dengan siofita ini. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sa-ngat erat kaitannya dengan intensitas cahaya tadi. Pada tempatdengan penyinaran yang penuh, cahaya berkecenderungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini. Dengan demikian kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil ini adalah mutlak diperlukan bagi tumbuhan yang hidup ditempat terbuka. Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untuk mengimbangi klorofil yang hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitas) maka tumbuhan itu akan gagal dalam mem-per-tahankan dirinya. Dengan demikin perbedaan kemampuan dalam pembentukan klo-rofil inilah yng membedakan antara heliofita dengan siofita. Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofilnya sehing-ga dapat tahan ditempat terbuka, dan sebaliknya siofita akan lebih efektif apabila berada di bawah naungan dan akan ga-gal apabila berada pada dae-rah terbuka.
f.       Adaptasi tumbuhan terhadap cahaya kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai adaptasi-nya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloroplas berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh din-ding vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara keseluruhan sering tidak berada dalam keadaan horisontal, hal ini untuk menghindar dari arah ca-haya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti mengurangi kuat cahaya yang masuk. Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang tinggi mengan-dung aspek yang menguntungkan, cahaya yang diserap atau di absorbsi akan mem-pertinggi energi yang di ubah menjadi panas akibat efisiensi ekologi yang rendah. Hal ini tidak saja mengganggui keseimbangan air tetapi juga akan mengganggu keseim-bangan fotosintesis dengan respirasi dalam tumbuhan. Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin. Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan memantulkan terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya cahaya merah ini maka akan mereduksi kemungkinan keru-sakan-kerusakan sel sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu di bawah lapisan ber-warna merah dari suatu buah mempunyai suhu lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya yang berwarna hijau. Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya yang terlalu kuat dengan jalan pergerakan secara vertikal, bermigrasi kedalaman air.
g.      Lamanya penyinaran
Lamanya penyinaran relatif antara siang dan malam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup tehadap lamanya si-ang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam pertumbuhan jawaban/respon ini meliputi perbungaan, jatuhnya daun dalam dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan ter-jadi di daerah dengan garis lintang tinggi. Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
a.    Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan tem-perate termasuk kelompok ini, seperti macam-macam gandum (Wheat dan Barley) dan bayam.
b.    Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam ke-lompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan.
c.    Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda pan-jang hari tertentu untuk proses perbungaan, misal tomat dan dandelion.
Reaksi tumbuhan berskala panjang dan berskala pendek membatasi penye-baran secara longitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodenya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodenya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada pertumbuhan vegetatif. Misalnya bawang merah (tumbuhan berkala pendek), akan menghasilkan bulbus/ umbi lapisnya yang besar apabila ditumbuhkan di daerah dengan fotoperiode yang panjang, hal ini memberikan arti ekonomi tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar holtikultura. Di daerah khatulisti-wa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiode ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetapi aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi, tidak merupakan faktor pembatas.


2.      Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik langsung maupun tidak langsung terhadap organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung de-ngan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme hidup. Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingku-ngan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya diabsorbsi oleh suatu substansi. Tambahan lagi suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi-fungsi organisme. Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang bagai-mana yang berperan nyata, apakah keadaan minimum, maksimum atau keadaan harga rata-ratanya yang penting.
a.         Suhu dan tumbuhan
Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas kisaran suhu antara 0ºC sampai 30ºC, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas metabolismenya. Suhu yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang secara terus menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mento-leransi suhu dibawah 15º -18º. Sebaliknya konifer di daerah temperatur masih bisa men-toleransi suhu sampai serendah minus 30ºC, tumbuhan air umumnya mempunyai ki-saran toleransi suhu yang lebih sempit bila di bandingkan dengan tumbuhan di daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi suhu yang berbeda tergantung pada umumnya. Keseimbangan air dan juga keadaan musim.
b.        Variasi Suhu
Sangat sedikit tempat-tempat dipermukaan bumi secara terus menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidup-an, suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal berdasarkan topo-grafi dan jarak dari laut. Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu; pada permu-kaan kanopi hutan dengan suhu dibagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas.
Demikian juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air. Seperti halnya de-ngan faktor cahaya, letak dari sumber panas (matahari), bersama-sama dengan berpu-tarnya bumi pada porosnya akan me-nimbulkan variasi suhu dialam tempat tumbuhhan hidup. Jumlah panas yang diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap musim, setiap tahun dan gejala ekologi. Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, de-ngan demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu tertinggi setengah hari. Setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu muka bumi ini akibat radiasi yang lebih besar dibandingkan radiasi yang diterima. Pada ma-lam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan radiasi berjalan terus, akibat ada kemung-kinan suhu permukaan bumi lebih ren-dah dari suhu disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu harian, dan fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi didaerah antara ombak, ditepi pantai.
Berbagai karakteristik muka bumi penyebab variasi suhu:
a)    Komposisi warna dan tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas dipan-tulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas diserap.
b)   Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan res-pon pada pancaran panas dari pada tanah yang padat, terutama erat kaitannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin ba-sah tanah makin lambat suhu berubah
c)    Kerimbunan tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengan be-bas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak berhembus keadaan akan sangat berlainan, de-ngan kerimbunan yang rendah sudah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi kelembaban udara dibawah kerim-bunan tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanas-an uap air. Akibatnya akan menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang di-pancarkan kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi suhu ditempat terbuka atau tidak bervegetasi.
d)   Iklim, mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukan adanya pengaruh iklim. Asap dan gas yang terdapat diudara kota sering mere-duksi radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang diudara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya, uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radi-asi matahari tadi.
e)    Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduk-si suhu, sebanding dengan 45 km perjalanan kekutub.
Variasi suatu berdasarkan waktu atau temporal terjadi baik musiman maupun harian, semua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.
c.         Pengaruh Suhu terhadap Tumbuhan
Seluruh reaksi kimia pada proses fisiologi dan metabolisme dipengaruhi oleh suhu. Reaksi kimia berlangsung lebih cepat dengan kenaikan suhu. Pada kisaran suhu tertentu, reaksi kimia berlangsung dua kali lebih cepat pada kenaikan suhu udara 100C (hukum Van’t Hoff). Suhu berpengaruh terhadap katalisator yakni berbagai macam enzim dalam tubuh tumbuhan enzim dan senyawa protein rusak akibat suhu terlalu ting-gi atau terlalu rendah. Enzim akan mengendap dan kehilangan kemampuannya untuk mempercepat reaksi. Setiap tumbuhan memiliki kisaran suhu, dimana proses-proses fisiologi tumbuhan berlangsung cepat dan cepat. Terdapat tiga rangkaian suhu, yakni suhu minimum, suhu optimum dan suhu maksimum yang sangat berpengaruh terhadap laju proses fisiologis dan metabolisme. Rangkaian suhu tersebut disebut suhu kardinal (cardinal temperature). Dibawah suhu minimum tumbuhan berhenti tumbuh, pertum-buhan cepat dan lancar terjadi pada suhu optimum tumbuhan menjadi tidak aktif. Suhu kardinal tanaman budidaya tropis seperti sorghum adalah 16 - 47ºC. Sedangkan suhu kardinal tanaman budidayadaerah iklim sedang adalah 2 - 34ºC (Jen Hu Chang, 1968). Contoh tanaman daerah iklim sedang (temperate) adalah gandum, barley dan Oats. Dengan demikian suhu menentukan komunitas tumbuhan dan macam speciesnya. Suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengakibatkan kerusakan (inyury) pada tumbuhan. Kerusakan tumbuhan akibat suhu yang terlalu tinggi adalah:
a.       Organ dan jaringan tumbuhan mengering
b.      Protoplasma rusak karena terurai sehingga berhenti berfungsi
c.       Ketidakseimbangan fotosintesis dan respirasi, sehingga hasil fotosin-tesis “habis dibakar” dan kurang untuk respirasi
d.      Enzim dan senyawa protein lainnya menjadi tidak aktif
Suhu udara yang terlalu dingin yaitu dibawah suhu minimum, akan terjadi hal-hal sebagai berikut:
a.    Enzima dan protein menjadi kental dan mengendap sehingga kehilangan reakti-fitasnya
b.    Terbentuk kristal es didalam protoplasma, sehingga seluruh proses seluler ter-henti, bahkan terjadi kematian organ-organ selnya
c.    Terbentuk kristal es di ruang-ruang antar sel, banyak sel yang bersebelahan pecah dinding selnya dan sel kemudian mati.
Kerusakan akibat suhu yang terlalu rendah dan terjadi dengan tiba-tiba sering terjadi di lintang diatas 24º dan disebut frost (Daubenmire).Adap-tasi tumbuhan terha-dap suhu, secara evolutif tumbuhan yang memiliki sifat-sifat toleran terhadap suhu ekstrim “terseleksi” dan populasinya makin membesar. Bentuk morfologi tumbuhan yang mampu mengfhindari suhu tinggi antara lain:
Daun berukuran kecil dan tipis helainya, guna meningkatkan transpirasi agar daun bersuhu lebih rendah dari pada udara di sektarnya. Orientasi helai daun vertikal searah dengan kedatangan sinar. Permukaan daun berwarna putih untuk memantulkan sinar, kulit batang tebal dan bergabus. Protoplasma berkadar air rendah, sehingga pontesi osmosa jadi tinggi.Adaptasi tumbuhan terhadap suhu rendah dan upaya pence-gahan kerusakan akibat suhu rendah antara lain :
a.    Sel-sel yang ada dipermukaan dilapisi lilin (Wax) yang tebal dan sering padat di-tumbuhi bulu (pubescence)
b.    Sel-sel berukuran kecil,
c.    Protoplasma bervikositas rendah (encer), kandungan molekul air rendah, kadar protein-lipid-gula tinggi dan tekanan osmosis rendah.
d.   Laju pertumbuhan vegetatif rendah.



d.        Suhu dan Produktivitas
Laju respirasi dan fotosintesis dari tumbuhan haruslah terjadi sedemi-kian rupa sehingga terdapat produktivitas bersih. Untuk tumbuhan umumnya suhu optimum un-tuk respirasi lebih tinggi dari suhu optimum untuk fotosintesis. Diatas suhu tertentu respirasi akan melebihi fotosintesis, maka akan terjadi kelaparan bagi tumbuhan ter-sebut. Hal inilah yang berperan dalam membatasi penyebaran tumbuhan di daerah dingin ke arah hangat.
e.         Thermoperiodisma
Thermoperiodisma merupakan jawaban dari tumbuhan terhadap situasi suhu yang bersifat ritmik. Hal ini dapat terjadi baik secara musim atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup pada tempat-tempat dengan suhu yang berfluktuasi berkecen-derungan akan mengalami gangguan apabila ditumbuhkan pada tempat suhu yang konstan. Kebanyakan tumbuhan akan tumbuh baik bila suhu lingkungan berubah-ubah, misalnya, tomat mempunyai laju pertumbuhan optimum bila berada pada tempat de-ngan suhu siang 25ºC dan suhu malam sekitar 10ºC. Fluktuasi suhu ini menghasilkan keseimbangan opimum antara respirasi dengan fotosintesis.
Beberapa jenis tumbuhan memerlukan suhu malam hari dibawah suhu mini-mum untuk terjadinya pembungaan. Dan pada beberapa tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk perkecambahan. Thermoperiodisma membatasi penyebaran tumbuh-an baik berdasarkan garis lintang maupun ketinggian tempat.
f.         Suhu dan Dormansi Tumbuhan
Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang dingin, tetapi pada tumbuhan yang hidup di daerah iklim hangat. Tumbuhan ditropika sering mempunyai fase dorman yang tidak ada kaitan-nya dengan suhu. Diperkirakan bahwa fenomena ini telah memungkingkan nenek moyang pohon-pohon temperata berasal dari berimigrasinya dari tropika ke temperata. Sebagai gejala umum dormansi diinduksikan dalam tumbuhan ditemperata sebagai jawaban terhadap fotoperioda. Tetapi fasa dorman dari tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu yang dingin, gejala ini disebut vernalisasi. Bila tidak cukup dingin untuk memecahkan masa dorman maka tumbuhan tidak mampu untuk hidup lagi.
Kebanyakan pohon dan perdu di daerah Inggris, misalnya, memerlukan antara 200 sampai 300 jam di bawah suhu 9ºC untuk tujuan penyilangan. Tanaman bianual se-perti beet dan seledri menghasilkan daun dan umbi dalam musim tumbuh pertama dan berbunga pada musim tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu dingin buatan sik-lus hidup akan terjadi secara lengkap hanya dalam satu tahun.
g.        Masa / Musim Pertumbuhan
Masa / musim pertumbuhan adalah suatu periode waktu ketika semua kondisi lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh berada dalam keadaan memuaskan / co-cok. Suhu merupakan salah satu faktor yang paling kritis dalam menentukan panjang musim masa pertumbuhan, terutam untuk tumbuhan yang hidup di tropika faktor kese-diaan air, dalam hal ini jumlah dan lamanya hujan, merupakan faktorpenentu untuk masa/ musim pertumbuhan ini. Rata-rata suhu harian atau rata-rata suhu bulanan sering dipakai untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan di daerah garis lintang tinggi, salah satuna adalah didasarkan pada suhu minimum pertumbuhan.
h.        Suhu Minimum Untuk Pertumbuhan
Musim pertumbuhan didefinisikan sebagai periode ketika suhu berada diatas batas ambang tertentu yang diperlukan untuk tumbuh. Batas ambang ini berlainan, dari 0ºC sampai 100ºC, tetapi umumnya dipakai 6ºC sebagai batas suhu minimum yang di-perlukan untuk pertumbuhan tanaman pertanian. Di Amerika Serikat musim pertum-buhan ini sering dibatasi oleh “hari bebas kebekuan”, yaitu jumlah dari berurutan selama suhu secara terus-menerus diatas 0ºC. Satu hal yang perlu dipahami, metode manapun dipergunakan untuk menentukan masa pertumbuhan, sampai sekarang be-lum betul-betul memuaskan. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kenyataan atau adanya kenyataan bahwa suhu udara akan dimodifikasi oleh keadaan ling-kungan lainnya, seperti tanah, topografi, dan vegetasi. (Metode lain untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan diantaranya adlah berdasarkan suhu terakumulasi dan unit fototermal, Emberlin,1983)
3.      Air
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, semua organisme hidup memerlukan kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air disistem bumi kita ini adalah terbatas dan dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan bumi sulit untuk terjadi karena adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi, dan evapo-rasi yang berlangsung secara terus-menerus.Bagi tumbuhan air adalah penting karena dapat langsung mem-pengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan or-gan tumbuhan.
a.         Peranan air bagi tumbuhan di bawah ini :
Struktur Tumbuhan :air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua makluk hidup ( tak terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari air, dan bagi tumbuhan herbal jumlahnya mungkin akan men-capai 90%. Cairan yang mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam keadaan yang tepat untuk ber-fungsi metabolisme.
Sebagai Penunjang :tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jaringan yang tidak berkayu. Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel akan berada dalam keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan oleh kehadiran air di dalam sel disebut tekanan turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan apabila jumlah air tidak memadai maka tekanan turgor berkurang dan isi sel akan mengkerut dan terjadilah plasmolisis.
Alat Angkut : tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat mengangkut materi disekitar tubuhnya. Nutrisi masuk melalui akar dan bergerak kebagi-an tumbuhan lainnya sebagai substansi yang terlarut dalam air. Demikian pula karbohidrat yang dibentuk di daun diangkut ke jaringan-jaringan lain-nya yang tidak berfotosintesis dengan cara yang sama.
Pendingin :kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya dan menjaga dari pemanasan yang berlebihan. Putaran permenit selama 30-40 menit.
b.        Masuknya Air dalam Tumbuhan
Tumbuhan umumnya menyerap air tanah oleh sistem akarnya, meskipun pada beberapa tumbuhan sederhana tetapi lumut kerak dan lumut daun mampu menyerap air dari sekitarnya secara langsung. Air memasuki akar melalui bulu-bulu akar yang sangat halus yang berada sekitar 6 mm setelah tudung akar. Sistem bulu akar ini mem-perluas permukaan aktif yang mampu menyerap air, dan secara terus menerus diper-baharui sesuai dengan per-tumbuhan akar menembus tanah
c.         Pergerakan Air dalam Tumbuhan
Dalam tumbuhan paku-pakuan dan spermatofita air, bergerak melalui jaringan khusus yang disebut xylem, yang strukturnya sangat berbeda-beda tergantung pada pengelompokannya, yang secara umum bersamaan dengan bentuk tabung. Air dido-rong naik sebagian akibat daya kapiler, tetapi seba-gian basar bergerak naik akibat perbedaan tekanan antar daun dengan yang akan menghasilkan aliran yang terus-me-nerus melalui tumbuhan. Dalam tum-buhan yang tidak mempunyai jaringan xylem air diangkut keseluruh tubuh oleh proses osmosis.


d.        Bagaimana Air meninggalkan tumbuhan
Umumnya air yang masuk ketanah dan tumbuhan akan hilang melalui proses penguapan, dan hanya 2% air yang diserap oleh akar dipakai membentuk lebih ba-nyak materi tumbuhan. Pada prinsipnya air akan meninggalkan tumbuhan melalui tiga cara:
Transpirasi : yaitu bagian yang paling utama dari kehilangan air ini. Dalam daun air diuapkan dari dinding sel keruang antar sel. Dari sini didifu-sikan keluar ke udara melalui lubang kecil di daun yang disebut stomata / mulut daun. Mulut-mulut daun ini akan terbuka pada siang hari dan menutup pada malam hari. Fungsi utama adalah memberi kemungkinan untuk terjadi-nya pertukaran gas antara tumbuhan dengan udara.
Penguapan kutikula: sebagian air mungkin mampu menguap melalui kutikula dari daun atau tangkai. Dan hanya sebagian kecil air hilang dengan cara ini, umumnya kurang dari 10% dari total kehilangan air.
Gutasi : di daerah yang lembab kehilangan air akibat penguapan terlalu sulit. Untuk tumbuhan yang hidup pada habitat ini mempunyai lubang pada ujung xylem dari daun sebagai adaptasi morfologi dan fisiologi. Lubang ini lebih dikenal dengan hitoda, yang memungkinkan air menetes langsung keluar dari daun yang disebut gutasi.
e.         Laju Kehilangan Air
Jumlah air yang diperlukan oleh tumbuhan dan konsekuensinya daya toleransi terhadap lingkungan adalah ditentukan utamanya oleh laju kehilangan air, yang harga-nya tidak saja dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi juga oleh keadaan tumbuhan itu sendiri.



f.          Kondisi lingkungan
Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara, dan angin kesemua-nya berperan terhadap laju penguapan dan mempengaruhi jumlah air yang hilang dari tumbuhan.
g.        Ukuran dan Struktur Tumbuhan
Ukuran Tumbuhan : umumnya tumbuhan yang besar memerlukan lebih banyakair dari pada tumbuhan kecil pohon Quercus misalnya menguapkan 675 L air, sedang-kan jagung hanya menguapkan 2,5 L air selama musim panas di daerah temperata.
Ukuran Daun : umumnya didaerah lembab yang mempunyai laju penguapan rendah daun-daun menjadi besar untuk mendukung transpirasi, sedangkan daun-daun tumbuhan didaerah kering berukuran kecil-kecil untuk mengurangi penguapan.
Jumlah dan ukuran stomata : rapatan dan ukuran stomata sangat berlainan untuk setiap jenis tumbuhan. Transpirasi pada dasarnya akan lebih efisien pada daun dengan ukuran stomata kecil tapi banyak jumlahnya dari pada daun dengan stomata besar tapi sedikit jumlahnya.
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup di daerah kering biasanya mempunyai stomata dengan jumlah sedikit, bahkan pada daerah kering ini stomata tumbuhan ter-buka pada malam hari dan tertutup pada siang hari dengan tujuan mengurangi kehi-langan air akibat transpirasi.
h.        Kekurangan dan Kelebihan Air
Di lingkungan daratan dengan situasi kelebihan air maka tanah menjadi jenuh air, permasalahan utama pada situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah sehingga perakaran tumbuhan tidak bisa bernafas dan juga tanah sering menjadi asam. Jika jumlah air tidak memadai untuk keperluan tumbuhan maka sel menjadi lembek, dan stomata menutup untuk mengurangi kehilangan air berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal dengan titik kelayuan, dan sel-sel tumbuhan mulai untuk terjadinya plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Dan apabila situasi kekurangan air ini terus menerus maka tumbuhan akan mati. Umumnya tumbuhan yang berada di dae-rah kering ini berada dalam keadaan setengah dehidrasi pada siang hari yang diim-bangi dengan penyimpanan dalam kese-imbangan airnya pada malam hari.
i.          Efisisensi Transpirasi
Jenis tumbuhan yang berbeda memerlukan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Perbandingan antara produktifitas bersih dengan air yang ditrans-pirasikan merupakan efisiensi transpirasi dari tumbuhan. Biasanya dinyatakan sebagai berat air yang ditranspirasikan dalam gram untuk menghasilkan 1 gram berat organik kering. Misalnya, efisiensi transpirasi dari gandum adalah 507, tentang 408, dan tanam-an di daerah kering 250.

B.     Komponen Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan kompleks dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak hanya antara faktor biotik dan non-biotik, tetapi juga antara bio-tik itu sendiri dan juga antara abiotik dengan abiotik. Dengan demikian secara opera-sional sulit untuk memisahkan satu faktor dengan faktor terhadap faktor-faktor yang lainnya tanpa mempengaruhi kondisi seluruhnya. Meskipun demikian untuk memaha-mi sruktur atau berfungsinya faktor lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi faktor-faktor lingkungan ini terhadap komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para ahli ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah pemba-gian komponen lingkungan ini, seperti dibawah ini.
a.      Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin.
b.      Faktor tanah, merupakan karakteristik dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisik tanah.
c.      Faktor topografi, meliputi pengaruh dari bentuk tanah antara lain seperti sudut ke-miringan lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut.
d.     Faktor biotik, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup se-perti kompetisi, peneduhan dan lain-lain.

C.     Hubungan antara faktor lingkungan
Telah dipahami bahwa dalam kajian ekosistem adalah penting untuk menganali-sis bagaimana faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya, sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor lingkungan-nya. Sebagai contoh bahwa kedua faktor iklim dan topografi akan mempengaruhi per-kembangan suatu tanah. Demikian juga iklim tanah akan berpengaruh secara kuat da-lam pola kontrolnya terhadap komponen biotik, menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah tertentu. Meskipun demikian karakteristik mendasar dari ekosistem apapun akan ditentukan atau diatur oleh komponen biotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlingdungan oleh pohon meskipun sifatnya terbatas. Faktor-faktor abiotik merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan kontrol faktor biotik setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dalam jenis makhluk hidup. Semua faktor lingkungan bervariasi secara ruang dan waktu. Organisme hidup bervariasi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hu-bungan ini akan mebentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang dan waktu.






BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Faktor lingkungan adalah setiap faktor yang berpengaruh pada kehidupan pada suatu organisme dalam proses perkembangannya. Faktor lingkungan dibagi menjadi 3 yaitu yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis. Faktor fisik dan kimiawi merupakan faktor lingkungan yang bersifat non-biologis, contoh faktor fisik : suhu, cahaya, kelembaban, angin dll, contoh faktor kimiawi : air, garam mineral, logam dll, sedangkan faktor yang bersifat biologis (biotik), yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian komponen biotik, kompo-nen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu.
2.      Saran










Previous Post
Next Post

0 komentar: