BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Permasalahan lingkungan
hidup mendapat perhatian yang besar dihampir semua negara di dunia dalam
dasawarsa 1970 an. Ini terjadi setelah diadakan Konperensi PBB tentang
Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972. Terdapat kesan bahwa masalah
lingkungan hidup adalah suatu hal yang baru.
Namun sebenarnya, permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi. Oleh sebab itu faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas – Ingat: Langit Biru. Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu berinteraksi (inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan. Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan ekologi.
Namun sebenarnya, permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi. Oleh sebab itu faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas – Ingat: Langit Biru. Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu berinteraksi (inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan. Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya. Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan ekologi.
2.
Rumusan masalah
a. Bagaimanaka pengertian faktor
lingkungan ?
b. Apasajakah komponen faktor lingkungan
?
c. Bagaiaman hubungan antara faktor
lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah
setiap faktor yang berpengaruh pada kehidupan pada suatu organisme dalam proses
perkembangannya. Faktor lingkungan dibagi menjadi 3 yaitu yang bersifat fisik,
kimiawi dan biologis. Faktor fisik dan kimiawi merupakan faktor lingkungan yang
bersifat non-biologis, contoh faktor fisik : suhu, cahaya, kelembaban, angin dll,
contoh faktor kimiawi : air, garam mineral, logam dll, sedangkan faktor yang
bersifat biologis (biotik), yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme
lain. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian komponen biotik,
kompo-nen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu.
Dalam hal ini tidak ada organisme yang mampu berdiri sendiri tanpa dipengaruhi
oleh kondisi ling-kungan yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu
yang berperan terhadap-nya dan menentukan kondisi hidupnya.
1. Cahaya
Cahaya merupakan faktor
lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem,
struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat ditentukan oleh radiasi
matahari yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan
dapat pula menjadi faktor pembatas, menghancurkan sistem jaringan tertentu. Ada
tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat
kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu :
a. Kualitas cahaya atau komposisi panjang
gelombang.
b. Intesitas cahaya atau kandungan energi
cahaya.
c. Lama penyinaran, seperti panjang hari
jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.
Variasi dari ketiga
parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari
tumbuhan. Memang pada dasarnya pengaruh dari penyinaran sering berkaitan erat
dengan faktor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai air, tetapi pe-ngaruh yang
khusus sering merupakan pengen-dali yang sangat penting dalam lingkunganya.
a. Kualitas Cahaya
Radiasi matahari secara
fisika merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang. Tidak
semua gelombang tadi dapat menembus lapisan atas at-mosfer mencapai permukaan
bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang dengan ukuran 0,3
- 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata berkisar 0,39 - 7,60
mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39 merupakan ultraviolet (gelombang
pendek) dan gelombang di atas 7,60 mikron merupakan infrared/merah panjang
(gelom-bang panjang). Umumnya kualitas cahaya bukan merupakan faktor ekologi
yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap
berbagai panjang gelombang cahaya ini.
Umumnya tumbuhan
teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan pan-jang gelombang 0,39 - 7,60
mikron. Ultraviolet dan infrared tidak dimanfaat-kan dalam pro-ses
fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru,
dengan demikian panjang gelombang itulah yang merupakan bagian dari spektrum
cahaya yang bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya
tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali
bila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya, maka cahaya yang sampai di dasar
akan jauh ber-beda dengan cahaya yang sampai di kanopi, sehingga terjadi
pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah
naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya.
Dalam ekosistem perairan cahaya merah dan biru di serap fitoplankton yang hidup
di permukaan, se-hingga cahaya hijau akan di penetrasikan ke lapisan lebih
bawah dan sulit untuk di serap oleh fitoplankton. Ganggang merah de-ngan pigmen
tambahan phycoerythrin atau pigmen merah coklat mampu mengabsorbsi cahaya hijau
ini untuk fotosintesisnya, dengan demikian gang-gang merah ini mampu hidup pada
kedalaman laut.
Pengaruh dari cahaya
ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum je-las, yang terang cahaya ini dapat
merusak atau membunuh bakteri dan juga di pahami mampu mempengaruhi
perkembangan tumbuhan menjadi ter-hambat pertumbuhannya. Umumnya
gelombang-gelombang pendek dari ra-diasi matahari terabsorbsi di bagian atas
atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi.
Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di
daerah pegunungan yang tinggi. Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan
karakteristika di daerah pegunungan, hal ini merupakan hasil penyinaran
ultraviolet dan mengham-bat untuk terjadinya batang yang panjang. Juga di
perkirakan ultraviolet dapat mencegah berbagai jenis tumbuhan untuk bermigrasi,
dengan demi-kian cahaya ultraviolet berfungsi sebagai agen dalam menentukan
penye-baran tumbuhan.
b. Cahaya optimal bagi tumbuhan
Proses pertumbuhan dari
tumbuhan hasil fotosintesis yang melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum
cahaya untuk proses pertum-buhan ini baru terpenuhi ini baru terpenuhi apabila
cahaya melebihi titik kompensasinya. Umumnya tumbuhan intesitas cahaya optimum
untuk fotosin-tesis haruslah lebih kecil dari intesitas cahaya matahari penuh
apabila ditinjau dari sudut kebutuhan daun secara individual. Meskipun demikian
bila suatu tumbuhan besar hidup pada cahaya yang penuh seba-gian besar dari
dedaunannya tidak dapat menerima cukup cahaya matahari untuk foto-sintesis
secara maksimal akibat tertutup dedaunan dipermukaan kanopinya. Cahaya matahari
penuh akan menguntungkan bagi daun di bawah kanopi untuk mencapai efektifitas
fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengim-bangi kekurangan dari
daun-daun yang berada dalam cahaya supraoptimal. Intensitas cahaya optimum bagi
tumbuhan yang hidup dihabitat alami janganlah diartikan betul-betul cahaya
optimal untuk fotosintesis. Pada umumnya cahaya matahari itu terlalu kuat atau
terlalu lemah ba-gi organ-organ fotositesis unuk difotosintesis. Optimum
haruslah diartikan bahwa kom-binasi dari faktor-faktor lingkungan lainnya
(konsep holosinotik), akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya dalam
suatu periode tertentu lebih baik untuk pro-ses fotosintesis di bandingkan
dengan keadaan lainnya.
c. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya atau
kandungan energi merupakan aspek cahaya yang ter-penting sebagai faktor
lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem.
Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial mau-pun dalam
waktu/temporal. Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan
terapsorsi dan terrefleksi atau terhamburkan oleh gas-gas dan
partikel-parti-kel yang dikandungkan. Intensitas cahaya yang tersebar terjadi
didaerah tropika, ter-utama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya
direfleksikan oleh awan. Di daerah ga-ris lintang rendah cahaya matahari
menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi,
sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum.
Intensitas cahaya
menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada ga-ris lintang yang
tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga
permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmos-fer yang
terpanjang, ini akan memgakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan
dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemaran di atmosfer.
Perbedaan musim juga
mempengaruhi intensitas cahaya didaerah dengan latituda tinggi ini, intensitas
pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin. Variansi
intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksikan lagi oleh faktor
topografi. Sudut dan arah kemiringgan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah
cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosistem, hal ini akan lebih terasa
untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehinga dapat menghasilkan
perbedaan struktur ekosis-tem.
d. Titik kompensasi
Dengan tujuan
menghasilkan produktifitas bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang
cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan
sejumlah karbohidrat akibat res-pirasi. Apabila semua faktor-faktor lainnya
yang mempengaruhi laju fotosin-tesis dan respirasi diasumsikan konstan,
keseimbangan antara ke dua pro-ses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas
cahaya tertentu. Harga inten-sitas cahaya dengan laju fotosintesis
(pembentukkan karbohidrat) dapat me-ngimbangi kehilanggan karbohidrat akibat
respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas
cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas
cahaya minimum yang pen-ting untuk pertumbuhan. Harga titik kompetesi ini akan
berlainan untuk seti-ap jenis tumbuhan.
e. Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang
teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intesitas cahaya yang tinggi
biasa disebut tumbuhan dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut
tumbuhan holifita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan cahaya yang tinggi
isensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula. Dalam tubuhnya
mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga
membong-karnya dalam respirasi. Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam
situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula,
dikenal dengan tumbuhan senang keteduhan atau siofita, metobolismenya lambat
dan demikian juga proses respirasinya. Titik kompensasinya heliofita dapat
mencapai setinggi 4.200 luks tetapi untuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh
(siofita) titik kompensasinya bisa serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup
dalam perairan dalam dan ganggang serta lumut yang hidup di gua-gua dapat
tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah sampai tidak melebihi cahaya
bulan. Beberapa jenis tumbuhan mempunyai ka-rakteristik siofita ketika masih
muda, yang kemudian berkembang ke karakteristik heliofita apabila telah dewasa.
Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan
hidup di bawah peneduhan. Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran denga
laju fotosintesis merupakan pangkal dari perbedaan heliofita dengan siofita
ini. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sa-ngat erat
kaitannya dengan intensitas cahaya tadi. Pada tempatdengan penyinaran yang
penuh, cahaya berkecenderungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini.
Dengan demikian kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil ini adalah
mutlak diperlukan bagi tumbuhan yang hidup ditempat terbuka. Apabila tumbuhan
tidak mampu menghasilkan klorofil untuk mengimbangi klorofil yang hancur
(akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitas) maka tumbuhan itu akan gagal
dalam mem-per-tahankan dirinya. Dengan demikin perbedaan kemampuan dalam
pembentukan klo-rofil inilah yng membedakan antara heliofita dengan siofita.
Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofilnya sehing-ga
dapat tahan ditempat terbuka, dan sebaliknya siofita akan lebih efektif apabila
berada di bawah naungan dan akan ga-gal apabila berada pada dae-rah terbuka.
f. Adaptasi tumbuhan terhadap cahaya kuat
Beberapa tumbuhan
mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai adaptasi-nya dalam mereduksi
kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supraoptimal. Dedaunan yang
mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloroplas berbentuk cakram,
posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh din-ding
vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara keseluruhan
sering tidak berada dalam keadaan horisontal, hal ini untuk menghindar dari
arah ca-haya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti mengurangi
kuat cahaya yang masuk. Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang
tinggi mengan-dung aspek yang menguntungkan, cahaya yang diserap atau di
absorbsi akan mem-pertinggi energi yang di ubah menjadi panas akibat efisiensi
ekologi yang rendah. Hal ini tidak saja mengganggui keseimbangan air tetapi
juga akan mengganggu keseim-bangan fotosintesis dengan respirasi dalam
tumbuhan. Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas
cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin.
Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan
sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya
ke jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan
memantulkan terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya
cahaya merah ini maka akan mereduksi kemungkinan keru-sakan-kerusakan sel
sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu di bawah lapisan ber-warna merah dari suatu
buah mempunyai suhu lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya yang
berwarna hijau. Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari
cahaya yang terlalu kuat dengan jalan pergerakan secara vertikal, bermigrasi
kedalaman air.
g. Lamanya penyinaran
Lamanya penyinaran
relatif antara siang dan malam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan
secara luas. Jawaban dari organisme hidup tehadap lamanya si-ang hari dikenal
dengan fotoperiodisma. Dalam pertumbuhan jawaban/respon ini meliputi
perbungaan, jatuhnya daun dalam dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa
lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12
jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi
akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara
siang dan malam akan ter-jadi di daerah dengan garis lintang tinggi.
Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokan dalam tiga
kelompok besar, yaitu:
a. Tumbuhan berkala panjang, yaitu
tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk terjadinya
proses perbungaan. Berbagai tumbuhan tem-perate termasuk kelompok ini, seperti
macam-macam gandum (Wheat dan Barley) dan bayam.
b. Tumbuhan berkala pendek, kelompok
tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, dalam ke-lompok ini termasuk tembakau dan bunga
krisan.
c. Tumbuhan berhari netral, yaitu
tumbuhan yang tidak memerlukan perioda pan-jang hari tertentu untuk proses
perbungaan, misal tomat dan dandelion.
Reaksi tumbuhan berskala
panjang dan berskala pendek membatasi penye-baran secara longitudinal sesuai
dengan kondisi fotoperiodenya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup di
tempat yang kondisi fotoperiodenya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan
bergeser pada pertumbuhan vegetatif. Misalnya bawang merah (tumbuhan berkala
pendek), akan menghasilkan bulbus/ umbi lapisnya yang besar apabila ditumbuhkan
di daerah dengan fotoperiode yang panjang, hal ini memberikan arti ekonomi
tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar holtikultura. Di daerah khatulisti-wa
tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperiode ini tidaklah menunjukkan
adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan akan tetapi aktif dan berbunga
sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air, dan
nutrisi, tidak merupakan faktor pembatas.
2. Suhu
Suhu merupakan faktor
lingkungan yang dapat berperan baik langsung maupun tidak langsung terhadap
organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan
dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan
peran tidak langsung de-ngan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai
air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja
keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme hidup.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai
faktor lingku-ngan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas
ketika cahaya diabsorbsi oleh suatu substansi. Tambahan lagi suhu sering
berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi-fungsi
organisme. Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi
sulit untuk menentukan suhu yang bagai-mana yang berperan nyata, apakah keadaan
minimum, maksimum atau keadaan harga rata-ratanya yang penting.
a.
Suhu
dan tumbuhan
Kehidupan di muka bumi
berada dalam suatu batas kisaran suhu antara 0ºC sampai 30ºC, dalam kisaran
suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang
diperlukan untuk aktivitas metabolismenya. Suhu yang diperlukan organisme hidup
dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan
suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang secara terus menerus antara
tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat
bervariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mento-leransi suhu
dibawah 15º -18º. Sebaliknya konifer di daerah temperatur masih bisa
men-toleransi suhu sampai serendah minus 30ºC, tumbuhan air umumnya mempunyai
ki-saran toleransi suhu yang lebih sempit bila di bandingkan dengan tumbuhan di
daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi suhu
yang berbeda tergantung pada umumnya. Keseimbangan air dan juga keadaan musim.
b.
Variasi
Suhu
Sangat sedikit
tempat-tempat dipermukaan bumi secara terus menerus berada dalam kondisi
terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidup-an, suhu biasanya
mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini
berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal
berdasarkan topo-grafi dan jarak dari laut. Terjadi juga variasi dari suhu ini
dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang
nyata antara suhu; pada permu-kaan kanopi hutan dengan suhu dibagian dasar
hutan akan terlihat dengan jelas.
Demikian juga perbedaan
suhu berdasarkan kedalaman air. Seperti halnya de-ngan faktor cahaya, letak
dari sumber panas (matahari), bersama-sama dengan berpu-tarnya bumi pada
porosnya akan me-nimbulkan variasi suhu dialam tempat tumbuhhan hidup. Jumlah
panas yang diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung pada lintasan
awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap musim, setiap tahun dan gejala
ekologi. Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh
lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi,
de-ngan demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah
suhu tertinggi setengah hari. Setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan
suhu muka bumi ini akibat radiasi yang lebih besar dibandingkan radiasi yang
diterima. Pada ma-lam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas
yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan radiasi
berjalan terus, akibat ada kemung-kinan suhu permukaan bumi lebih ren-dah dari
suhu disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu harian, dan
fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi didaerah antara ombak, ditepi
pantai.
Berbagai karakteristik
muka bumi penyebab variasi suhu:
a) Komposisi warna dan tanah, makin
terang warna tanah makin banyak panas dipan-tulkan, makin gelap warna tanah
makin banyak panas diserap.
b) Kegemburan dan kadar air tanah, tanah
yang gembur lebih cepat memberikan res-pon pada pancaran panas dari pada tanah
yang padat, terutama erat kaitannya dengan penembusan dan kadar air tanah,
makin ba-sah tanah makin lambat suhu berubah
c) Kerimbunan tumbuhan, pada situasi
dimana udara mampu bergerak dengan be-bas maka tidak ada perbedaan suhu antara
tempat terbuka dengan tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak
berhembus keadaan akan sangat berlainan, de-ngan kerimbunan yang rendah sudah
mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi
kelembaban udara dibawah kerim-bunan tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang
dipakai untuk pemanas-an uap air. Akibatnya akan menaikan suhu udara. Pada
malam hari panas yang di-pancarkan kembali oleh tanah akan tertahan oleh
lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi suhu ditempat terbuka atau tidak
bervegetasi.
d) Iklim, mikro perkotaan, perkembangan
suatu kota menunjukan adanya pengaruh iklim. Asap dan gas yang terdapat diudara
kota sering mere-duksi radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang diudara
merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya, uap air inilah yang
bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radi-asi matahari tadi.
e) Kemiringan lereng dan garis lintang,
kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduk-si suhu, sebanding dengan 45 km
perjalanan kekutub.
Variasi suatu
berdasarkan waktu atau temporal terjadi baik musiman maupun harian, semua
variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.
c.
Pengaruh
Suhu terhadap Tumbuhan
Seluruh reaksi kimia
pada proses fisiologi dan metabolisme dipengaruhi oleh suhu. Reaksi kimia
berlangsung lebih cepat dengan kenaikan suhu. Pada kisaran suhu tertentu,
reaksi kimia berlangsung dua kali lebih cepat pada kenaikan suhu udara 100C
(hukum Van’t Hoff). Suhu berpengaruh terhadap katalisator yakni berbagai macam
enzim dalam tubuh tumbuhan enzim dan senyawa protein rusak akibat suhu terlalu
ting-gi atau terlalu rendah. Enzim akan mengendap dan kehilangan kemampuannya
untuk mempercepat reaksi. Setiap tumbuhan memiliki kisaran suhu, dimana
proses-proses fisiologi tumbuhan berlangsung cepat dan cepat. Terdapat tiga
rangkaian suhu, yakni suhu minimum, suhu optimum dan suhu maksimum yang sangat
berpengaruh terhadap laju proses fisiologis dan metabolisme. Rangkaian suhu
tersebut disebut suhu kardinal (cardinal temperature). Dibawah suhu minimum
tumbuhan berhenti tumbuh, pertum-buhan cepat dan lancar terjadi pada suhu
optimum tumbuhan menjadi tidak aktif. Suhu kardinal tanaman budidaya tropis
seperti sorghum adalah 16 - 47ºC. Sedangkan suhu kardinal tanaman budidayadaerah
iklim sedang adalah 2 - 34ºC (Jen Hu Chang, 1968). Contoh tanaman daerah iklim
sedang (temperate) adalah gandum, barley dan Oats. Dengan demikian suhu
menentukan komunitas tumbuhan dan macam speciesnya. Suhu udara yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah akan mengakibatkan kerusakan (inyury) pada tumbuhan.
Kerusakan tumbuhan akibat suhu yang terlalu tinggi adalah:
a. Organ dan jaringan tumbuhan mengering
b. Protoplasma rusak karena terurai
sehingga berhenti berfungsi
c. Ketidakseimbangan fotosintesis dan
respirasi, sehingga hasil fotosin-tesis “habis dibakar” dan kurang untuk
respirasi
d. Enzim dan senyawa protein lainnya
menjadi tidak aktif
Suhu udara yang terlalu
dingin yaitu dibawah suhu minimum, akan terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. Enzima dan protein menjadi kental dan
mengendap sehingga kehilangan reakti-fitasnya
b. Terbentuk kristal es didalam
protoplasma, sehingga seluruh proses seluler ter-henti, bahkan terjadi kematian
organ-organ selnya
c. Terbentuk kristal es di ruang-ruang
antar sel, banyak sel yang bersebelahan pecah dinding selnya dan sel kemudian
mati.
Kerusakan akibat suhu
yang terlalu rendah dan terjadi dengan tiba-tiba sering terjadi di lintang
diatas 24º dan disebut frost (Daubenmire).Adap-tasi tumbuhan terha-dap suhu,
secara evolutif tumbuhan yang memiliki sifat-sifat toleran terhadap suhu
ekstrim “terseleksi” dan populasinya makin membesar. Bentuk morfologi tumbuhan
yang mampu mengfhindari suhu tinggi antara lain:
Daun berukuran kecil dan
tipis helainya, guna meningkatkan transpirasi agar daun bersuhu lebih rendah
dari pada udara di sektarnya. Orientasi helai daun vertikal searah dengan
kedatangan sinar. Permukaan daun berwarna putih untuk memantulkan sinar, kulit
batang tebal dan bergabus. Protoplasma berkadar air rendah, sehingga pontesi
osmosa jadi tinggi.Adaptasi tumbuhan terhadap suhu rendah dan upaya pence-gahan
kerusakan akibat suhu rendah antara lain :
a. Sel-sel yang ada dipermukaan dilapisi
lilin (Wax) yang tebal dan sering padat di-tumbuhi bulu (pubescence)
b. Sel-sel berukuran kecil,
c. Protoplasma bervikositas rendah
(encer), kandungan molekul air rendah, kadar protein-lipid-gula tinggi dan
tekanan osmosis rendah.
d. Laju pertumbuhan vegetatif rendah.
d.
Suhu
dan Produktivitas
Laju respirasi dan
fotosintesis dari tumbuhan haruslah terjadi sedemi-kian rupa sehingga terdapat
produktivitas bersih. Untuk tumbuhan umumnya suhu optimum un-tuk respirasi
lebih tinggi dari suhu optimum untuk fotosintesis. Diatas suhu tertentu
respirasi akan melebihi fotosintesis, maka akan terjadi kelaparan bagi tumbuhan
ter-sebut. Hal inilah yang berperan dalam membatasi penyebaran tumbuhan di
daerah dingin ke arah hangat.
e.
Thermoperiodisma
Thermoperiodisma
merupakan jawaban dari tumbuhan terhadap situasi suhu yang bersifat ritmik. Hal
ini dapat terjadi baik secara musim atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup
pada tempat-tempat dengan suhu yang berfluktuasi berkecen-derungan akan
mengalami gangguan apabila ditumbuhkan pada tempat suhu yang konstan.
Kebanyakan tumbuhan akan tumbuh baik bila suhu lingkungan berubah-ubah,
misalnya, tomat mempunyai laju pertumbuhan optimum bila berada pada tempat
de-ngan suhu siang 25ºC dan suhu malam sekitar 10ºC. Fluktuasi suhu ini
menghasilkan keseimbangan opimum antara respirasi dengan fotosintesis.
Beberapa jenis tumbuhan
memerlukan suhu malam hari dibawah suhu mini-mum untuk terjadinya pembungaan.
Dan pada beberapa tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk perkecambahan.
Thermoperiodisma membatasi penyebaran tumbuh-an baik berdasarkan garis lintang
maupun ketinggian tempat.
f.
Suhu
dan Dormansi Tumbuhan
Dormansi tidak saja
terjadi pada tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang dingin, tetapi pada
tumbuhan yang hidup di daerah iklim hangat. Tumbuhan ditropika sering mempunyai
fase dorman yang tidak ada kaitan-nya dengan suhu. Diperkirakan bahwa fenomena
ini telah memungkingkan nenek moyang pohon-pohon temperata berasal dari
berimigrasinya dari tropika ke temperata. Sebagai gejala umum dormansi
diinduksikan dalam tumbuhan ditemperata sebagai jawaban terhadap fotoperioda.
Tetapi fasa dorman dari tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu yang dingin, gejala
ini disebut vernalisasi. Bila tidak cukup dingin untuk memecahkan masa dorman
maka tumbuhan tidak mampu untuk hidup lagi.
Kebanyakan pohon dan
perdu di daerah Inggris, misalnya, memerlukan antara 200 sampai 300 jam di
bawah suhu 9ºC untuk tujuan penyilangan. Tanaman bianual se-perti beet dan
seledri menghasilkan daun dan umbi dalam musim tumbuh pertama dan berbunga pada
musim tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu dingin buatan sik-lus hidup akan
terjadi secara lengkap hanya dalam satu tahun.
g.
Masa
/ Musim Pertumbuhan
Masa / musim pertumbuhan
adalah suatu periode waktu ketika semua kondisi lingkungan yang diperlukan
untuk tumbuh berada dalam keadaan memuaskan / co-cok. Suhu merupakan salah satu
faktor yang paling kritis dalam menentukan panjang musim masa pertumbuhan,
terutam untuk tumbuhan yang hidup di tropika faktor kese-diaan air, dalam hal
ini jumlah dan lamanya hujan, merupakan faktorpenentu untuk masa/ musim
pertumbuhan ini. Rata-rata suhu harian atau rata-rata suhu bulanan sering
dipakai untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan di daerah garis lintang
tinggi, salah satuna adalah didasarkan pada suhu minimum pertumbuhan.
h.
Suhu
Minimum Untuk Pertumbuhan
Musim pertumbuhan
didefinisikan sebagai periode ketika suhu berada diatas batas ambang tertentu
yang diperlukan untuk tumbuh. Batas ambang ini berlainan, dari 0ºC sampai
100ºC, tetapi umumnya dipakai 6ºC sebagai batas suhu minimum yang di-perlukan
untuk pertumbuhan tanaman pertanian. Di Amerika Serikat musim pertum-buhan ini
sering dibatasi oleh “hari bebas kebekuan”, yaitu jumlah dari berurutan selama
suhu secara terus-menerus diatas 0ºC. Satu hal yang perlu dipahami, metode
manapun dipergunakan untuk menentukan masa pertumbuhan, sampai sekarang be-lum
betul-betul memuaskan. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kenyataan atau adanya
kenyataan bahwa suhu udara akan dimodifikasi oleh keadaan ling-kungan lainnya,
seperti tanah, topografi, dan vegetasi. (Metode lain untuk menentukan masa/
musim pertumbuhan diantaranya adlah berdasarkan suhu terakumulasi dan unit
fototermal, Emberlin,1983)
3. Air
Air merupakan faktor
lingkungan yang sangat penting, semua organisme hidup memerlukan kehadiran air
ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air disistem bumi kita ini adalah terbatas dan
dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan bumi sulit untuk
terjadi karena adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi, dan
evapo-rasi yang berlangsung secara terus-menerus.Bagi tumbuhan air adalah
penting karena dapat langsung mem-pengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai
bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perubahan struktur dan or-gan tumbuhan.
a.
Peranan
air bagi tumbuhan di bawah ini :
Struktur Tumbuhan :air
merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua makluk hidup ( tak
terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari
air, dan bagi tumbuhan herbal jumlahnya mungkin akan men-capai 90%. Cairan yang
mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam keadaan yang
tepat untuk ber-fungsi metabolisme.
Sebagai Penunjang
:tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jaringan yang tidak berkayu.
Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel akan berada dalam
keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan oleh kehadiran air di dalam sel disebut
tekanan turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan apabila jumlah air tidak
memadai maka tekanan turgor berkurang dan isi sel akan mengkerut dan terjadilah
plasmolisis.
Alat Angkut : tumbuhan
memanfaatkan air sebagai alat mengangkut materi disekitar tubuhnya. Nutrisi
masuk melalui akar dan bergerak kebagi-an tumbuhan lainnya sebagai substansi
yang terlarut dalam air. Demikian pula karbohidrat yang dibentuk di daun
diangkut ke jaringan-jaringan lain-nya yang tidak berfotosintesis dengan cara
yang sama.
Pendingin :kehilangan
air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya dan menjaga dari
pemanasan yang berlebihan. Putaran permenit selama 30-40 menit.
b.
Masuknya
Air dalam Tumbuhan
Tumbuhan umumnya
menyerap air tanah oleh sistem akarnya, meskipun pada beberapa tumbuhan
sederhana tetapi lumut kerak dan lumut daun mampu menyerap air dari sekitarnya
secara langsung. Air memasuki akar melalui bulu-bulu akar yang sangat halus yang
berada sekitar 6 mm setelah tudung akar. Sistem bulu akar ini mem-perluas
permukaan aktif yang mampu menyerap air, dan secara terus menerus diper-baharui
sesuai dengan per-tumbuhan akar menembus tanah
c.
Pergerakan
Air dalam Tumbuhan
Dalam tumbuhan paku-pakuan
dan spermatofita air, bergerak melalui jaringan khusus yang disebut xylem, yang
strukturnya sangat berbeda-beda tergantung pada pengelompokannya, yang secara
umum bersamaan dengan bentuk tabung. Air dido-rong naik sebagian akibat daya
kapiler, tetapi seba-gian basar bergerak naik akibat perbedaan tekanan antar
daun dengan yang akan menghasilkan aliran yang terus-me-nerus melalui tumbuhan.
Dalam tum-buhan yang tidak mempunyai jaringan xylem air diangkut keseluruh
tubuh oleh proses osmosis.
d.
Bagaimana
Air meninggalkan tumbuhan
Umumnya air yang masuk
ketanah dan tumbuhan akan hilang melalui proses penguapan, dan hanya 2% air
yang diserap oleh akar dipakai membentuk lebih ba-nyak materi tumbuhan. Pada
prinsipnya air akan meninggalkan tumbuhan melalui tiga cara:
Transpirasi : yaitu
bagian yang paling utama dari kehilangan air ini. Dalam daun air diuapkan dari
dinding sel keruang antar sel. Dari sini didifu-sikan keluar ke udara melalui
lubang kecil di daun yang disebut stomata / mulut daun. Mulut-mulut daun ini
akan terbuka pada siang hari dan menutup pada malam hari. Fungsi utama adalah
memberi kemungkinan untuk terjadi-nya pertukaran gas antara tumbuhan dengan
udara.
Penguapan kutikula:
sebagian air mungkin mampu menguap melalui kutikula dari daun atau tangkai. Dan
hanya sebagian kecil air hilang dengan cara ini, umumnya kurang dari 10% dari
total kehilangan air.
Gutasi : di daerah yang
lembab kehilangan air akibat penguapan terlalu sulit. Untuk tumbuhan yang hidup
pada habitat ini mempunyai lubang pada ujung xylem dari daun sebagai adaptasi
morfologi dan fisiologi. Lubang ini lebih dikenal dengan hitoda, yang
memungkinkan air menetes langsung keluar dari daun yang disebut gutasi.
e.
Laju
Kehilangan Air
Jumlah air yang
diperlukan oleh tumbuhan dan konsekuensinya daya toleransi terhadap lingkungan
adalah ditentukan utamanya oleh laju kehilangan air, yang harga-nya tidak saja
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi juga oleh keadaan tumbuhan itu
sendiri.
f.
Kondisi lingkungan
Faktor-faktor lingkungan
seperti suhu, kelembapan udara, dan angin kesemua-nya berperan terhadap laju
penguapan dan mempengaruhi jumlah air yang hilang dari tumbuhan.
g.
Ukuran
dan Struktur Tumbuhan
Ukuran Tumbuhan :
umumnya tumbuhan yang besar memerlukan lebih banyakair dari pada tumbuhan kecil
pohon Quercus misalnya menguapkan 675 L air, sedang-kan jagung hanya menguapkan
2,5 L air selama musim panas di daerah temperata.
Ukuran Daun : umumnya
didaerah lembab yang mempunyai laju penguapan rendah daun-daun menjadi besar
untuk mendukung transpirasi, sedangkan daun-daun tumbuhan didaerah kering
berukuran kecil-kecil untuk mengurangi penguapan.
Jumlah dan ukuran
stomata : rapatan dan ukuran stomata sangat berlainan untuk setiap jenis
tumbuhan. Transpirasi pada dasarnya akan lebih efisien pada daun dengan ukuran
stomata kecil tapi banyak jumlahnya dari pada daun dengan stomata besar tapi
sedikit jumlahnya.
Tumbuhan yang
teradaptasi untuk hidup di daerah kering biasanya mempunyai stomata dengan
jumlah sedikit, bahkan pada daerah kering ini stomata tumbuhan ter-buka pada
malam hari dan tertutup pada siang hari dengan tujuan mengurangi kehi-langan
air akibat transpirasi.
h.
Kekurangan
dan Kelebihan Air
Di lingkungan daratan
dengan situasi kelebihan air maka tanah menjadi jenuh air, permasalahan utama
pada situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah sehingga
perakaran tumbuhan tidak bisa bernafas dan juga tanah sering menjadi asam. Jika
jumlah air tidak memadai untuk keperluan tumbuhan maka sel menjadi lembek, dan
stomata menutup untuk mengurangi kehilangan air berkelanjutan. Kondisi air
tanah seperti ini dikenal dengan titik kelayuan, dan sel-sel tumbuhan mulai
untuk terjadinya plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Dan apabila
situasi kekurangan air ini terus menerus maka tumbuhan akan mati. Umumnya
tumbuhan yang berada di dae-rah kering ini berada dalam keadaan setengah
dehidrasi pada siang hari yang diim-bangi dengan penyimpanan dalam
kese-imbangan airnya pada malam hari.
i.
Efisisensi
Transpirasi
Jenis tumbuhan yang
berbeda memerlukan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.
Perbandingan antara produktifitas bersih dengan air yang ditrans-pirasikan
merupakan efisiensi transpirasi dari tumbuhan. Biasanya dinyatakan sebagai
berat air yang ditranspirasikan dalam gram untuk menghasilkan 1 gram berat
organik kering. Misalnya, efisiensi transpirasi dari gandum adalah 507, tentang
408, dan tanam-an di daerah kering 250.
B.
Komponen Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan
kompleks dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak
hanya antara faktor biotik dan non-biotik, tetapi juga antara bio-tik itu
sendiri dan juga antara abiotik dengan abiotik. Dengan demikian secara
opera-sional sulit untuk memisahkan satu faktor dengan faktor terhadap
faktor-faktor yang lainnya tanpa mempengaruhi kondisi seluruhnya. Meskipun
demikian untuk memaha-mi sruktur atau berfungsinya faktor lingkungan ini,
secara abstrak kita bisa membagi faktor-faktor lingkungan ini terhadap
komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para ahli ekologi dalam pembagian
komponen lingkungan ini, salah satunya adalah pemba-gian komponen lingkungan
ini, seperti dibawah ini.
a. Faktor iklim, meliputi parameter iklim
utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin.
b. Faktor tanah, merupakan karakteristik
dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi
fisik tanah.
c. Faktor topografi, meliputi pengaruh
dari bentuk tanah antara lain seperti sudut ke-miringan lahan dan ketinggian
tempat dari permukaan laut.
d. Faktor biotik, merupakan gambaran dari
semua interaksi dari organisme hidup se-perti kompetisi, peneduhan dan
lain-lain.
C.
Hubungan antara faktor lingkungan
Telah dipahami bahwa
dalam kajian ekosistem adalah penting untuk menganali-sis bagaimana
faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah
dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya,
sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor
lingkungan-nya. Sebagai contoh bahwa kedua faktor iklim dan topografi akan
mempengaruhi per-kembangan suatu tanah. Demikian juga iklim tanah akan
berpengaruh secara kuat da-lam pola kontrolnya terhadap komponen biotik,
menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah
tertentu. Meskipun demikian karakteristik mendasar dari ekosistem apapun akan
ditentukan atau diatur oleh komponen biotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik
akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlingdungan
oleh pohon meskipun sifatnya terbatas. Faktor-faktor abiotik merupakan penentu
secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan kontrol faktor biotik setidaknya
tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dalam
jenis makhluk hidup. Semua faktor lingkungan bervariasi secara ruang dan waktu.
Organisme hidup bervariasi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hu-bungan
ini akan mebentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang dan
waktu.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Faktor lingkungan adalah setiap faktor yang berpengaruh
pada kehidupan pada suatu organisme dalam proses perkembangannya. Faktor
lingkungan dibagi menjadi 3 yaitu yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis.
Faktor fisik dan kimiawi merupakan faktor lingkungan yang bersifat
non-biologis, contoh faktor fisik : suhu, cahaya, kelembaban, angin dll, contoh
faktor kimiawi : air, garam mineral, logam dll, sedangkan faktor yang bersifat
biologis (biotik), yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain.
Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian komponen biotik, kompo-nen
ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu.
2. Saran
0 komentar: