PENGANTAR PENDIDIKAN
mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses
dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk
mencapai tujuan utama terse but memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
a.
Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh
George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru,
masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt,
George Count, Harold Rugg
b.
Tempat Asal Aliran
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
c.
Pandangan Rekonstruksionisme dan
Penerapannya
Bidang Pendidikan Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual
dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang
tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi
yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu.
Sila-sila demokrasi yang sungguh
bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan
suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas
kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa
membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan
masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup.
Di balik gerak realita sesungguhnya
terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas
kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak
sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sarna sekali sunyi dan substansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
KONSTRUKSIONISM
A. Pendahuluan
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.
Pelajar aktif membina pengetahuan
berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.
Dalam konteks pembelajaran, pelajar
seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.
Pentingnya membina pengetahuan
secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.
Unsur terpenting dalam teori ini
ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.
Ketidakseimbangan merupakan faktor
motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar
menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan
ilmiah.
6.
Bahan pengajaran yang disediakan
perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat
pelajar.
Satu cara untuk mendapatkan intisari pandangan konstruktivisme adalah membahas dua bentuknya, yaitu konstruktivisme individu dan sosial.
Satu cara untuk mendapatkan intisari pandangan konstruktivisme adalah membahas dua bentuknya, yaitu konstruktivisme individu dan sosial.
1.
Konstruktivisme Individu
Pandangan ini fokus pada kehidupan
“inner psikologi” manusia, yakni mengartikan sesuatu dengan menggunakan
pengatahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun dengan
mentransformasikan, mengorganisasi, dan mereorganisasikan pengetahuan yang
sebelumnya. Pengetahuan bukan merupakan cermin dari luar, walaupun pengalaman
mempengaruhi pemikiran, dan pemikiran mempengaruhi pengetahuan.
Eksplorasi dan penemuan, jauh lebih
penting dari pengajaran. Piaget menekankan pada hal-hal yang masuk akal dan
konstruksi pengetahuan yang tidak bias secara langsung dipelajari dari
lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi
atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal.
Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam
pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan
mekanisme utama dalam mengubah pikiran.
2.
Konstruktivisme Sosial
Vgotsky meyakini, bahwa interaksi
sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah yang membentuk pengembangan
dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain, pengetahuan disusun
berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosialbudayanya. Pengetahuan
merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa,
keyakinan, interaksi antar sesama, pengajaran klasikal, dan role modeling.
Penemuan yang terencana, pengajaran,
model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan, keyakinan dan pemikiran siswa,
mempengaruhi pembelajaran. Vygotsky juga dianggap sebagai konstruktivis sosial,
sekaligus individu. Yang pertama, disebabkan teorinya sangat bergantung kepada
interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan pembelajaran. Beberapa
teoritikus mengkategorikannya sebagai konstruktivis individu, karena
ketertarikannya dalam pengembangan individu.
B. DIMENSI-DIMENSI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Lingkungan
Belajar yang Kompleks dan Tugas-tugas Otentik
Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah, penyederhanaan masalah, dan pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapakan pada lingkungan belajar yang kompleks, terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan.
Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah, penyederhanaan masalah, dan pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapakan pada lingkungan belajar yang kompleks, terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan.
Masalah-masalah
yang kompleks itu harus dihubungkan pada aktivitas dan tugas yang otentik,
karena keberagaman situasi yang siswa hadapi tersebut, seperti juga aplikasi
yang mereka hadapi tentang dunia nyata.
·
Negosiasi Sosial
Tujuan utama pembelajaran adalah
untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membangun serta mempertahankan posisi
mereka, dan disaat bersamaan menghormati posisi orang lain dan bekerjasama
untuk berdiskusi atau membangun pengertian bersama-sama. Guna mnyelesaikan
perpaduan ini, haruslah berbicara dan mendengarkan satu sama lain. Dengan kata
lain, proses mental ini melalui negosiasi sosial dan interaksi, sehingga
kolaborasi dalam pembelajaran dapat dimungkinkan, yakni melahirkan sebuah sikap
intersubyektif – sebuah komitmen untuk membangun keragaman pengertian dan
menemukan kesamaan umum serta perpaduan penafsiran.
·
Keragaman Pandangan dan Representasi
Bahasan
Acuan-acuan untuk pembelajaran harus
sudah dapat memfasilitasi representasi beragam bahasan dengan menggunakan
analogi contoh dan metafora yang berbeda. Peninjauan materi yang sama, pada
waktu yang berbeda-beda dalam penyusunan kembali konteks untuk tujuan yang
berbeda, dan dari pandangan konseptual yang berbeda adalah penting untuk
mencapai tujuan kemampuan pengetahuan yang lebih maju.
·
Proses Konstruksi Pengetahuan
Pendekatan konstruktivisme
mengedepankan untuk membuat siswa peduli pada peran mereka dalam membangun
pengetahuan. Asumsinya adalah keyakinan dan pengalaman individu, membentuk apa
yang dikenal sebagai dunia. Asumsi dan pengalaman berbeda, mengarahkan kepada
pengetahuan yang berbeda pula. Apabila siswa peduli terhadap pengaruh-pengaruh
yang membentuk pola pikir mereka, maka mereka akan lebih mampu untuk memilih,
mengembangkan, dan memanfaatkan posisi dengan cara introspeksi diri, pada saat
yang bersamaan menghormati posisi orang lain.
·
Pembelajaran Siswa Terhadap
Kesadaran Dalam Belajar
Fokus dalam proses ini adalah
menempatkan berbagai usaha siswa untuk memahami pembentukan pembelajaran dalam
pendidikan. Kesadaran yang timbul pada diri siswa, bukan berarti guru
melonggarkan tanggungjawabnya untuk memberikan pengarahan atau bimbingan.
C. PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
1)
Discovery
Learning
Dalam model ini, siswa didorong
untuk belajar sendiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan guru sebagai motivatornya. Pertama, guru mengidentifikasi kurikulum.
Selanjutnya memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai
permasalahan. Kedua, pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke
arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan jawaban sementara
(hipotesis). Ketiga, mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, dan
menguji hipotesis. Keempat, siswa membentuk konsep dan prinsip. Kelima, guru
memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan. Keenam,
merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan
masalah.
Proses ini mengajarkan siswa untuk
memahami isi dan proses dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, siswa
belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi solusi, dan berfikir logis.
2)
Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam model ini, siswa
dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan
sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah menyangkut masalah
nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk menyelesaikan masalah.
Pertama, guru memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan.
Kedua, guru membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang
terkait masalah, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok
kerja.
Ketiga, guru menyemangati siswa
untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan untuk
menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri, kelompok kerja siswa melakukan
penyelidikkan. Keempat, kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil temuannya,
baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam mendiskusikannya.
Kelima, kelompok kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses penyelesaian
masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu siswa dalam merefleksikannya.
Pada model ini, guru dan siswa
bersama-sama dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama-sama untuk
mengkaji, membaca, menulis, meneliti, berbicara, guna menuju pada penyelesaian
masalah selayaknya dalam kehidupan yang nyata.
Tidak ada satupun teori tunggal
konstruktivisme, begitupula tidak ada satu-satunya model pembelajaran sebagai
penerapan konstruktivisme.
Walaupun demikian banyak dari kaum
konstruktivis, merekomendasikan kepada pendidik bahwa :
a)
Pembelajaran melekat dalam lingkungan
belajar yang kompleks, realistis, dan relevan.
b)
Menyediakan negosiasi sosial, dan
tanggungjawab bersama sebagai bagian dari pembelajaran.
c)
Mendukung pandangan beragam dan
menggunakan representasi yang juga beragam terhadap isi yang dipelajari.
d)
Meningkatkan kesadaran diri dan
pengertian bahwa pengetahuan itu dibangun, dan
e)
Mendorong kesadaran dalam
pembelajaran.
ESSENTIALISM
A. Pendahuluan
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran
filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai
pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak
melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian
Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut
esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep
meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul
dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan.
Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan
alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Realisme modern, yang menjadi salah
satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan
dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain,
pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari
keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri
sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman
terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan
penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental. Dengan
demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima
gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya
kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti
bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.
B. Pandangan Esensialisme dan
Penerapannya di Bidang Pendidikan
1.
Pandangan Essensialisme Mengenai
Belajar Idealisme
sebagai filsafat hidup, memulai
tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut
idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya
sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos
menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang
dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak
didahului oleh pengalaman lebih dahulu
Bila orang berhadapan dengan
benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan
ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada
benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk,
mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut,
belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya
sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. Seorang
filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang
hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani
yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang
telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah
sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh
nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan
di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian pandangan-pandangan realisme
mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:
·
Determiuisme mutlak, menunjukkan
bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi
adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini
perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang
harmonis.
·
Determinisme terbatas, memberikan
gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan
terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya
penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
·
Pandangan Essensialisme Mengenai
Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Bogoslousky,
mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya
pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat
diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian:
a)
Universum:
Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
b)
Sivilisasi:
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera
c)
Kebudayaan:
Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d)
Kepribadian:
Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi .
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen at au dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci. Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi .
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen at au dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
2.
Tokoh-tokoh Esensialisme
1)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770
– 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel
mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu
pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.
2)
George Santayana
George Santayana memadukan antara
aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan
bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat,
perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
3.
Pandangan Esensialisme dan Penerapannya
di Bidang Pendidikan
1)
Pandangan Essensialisme Mengenai
Belajar Idealisme
sebagai filsafat hidup, memulai
tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut
idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya
sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos
menuju ke makrokosmos.
belajar dapat didefinisikan sebagai
jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina
dan menciptakan diri sendiri.
4.
Pandangan Essensialisme Mengenai
Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang
bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi
yang kua
PROGRESIVISM
A. Pendahuluan
Progresivisme
adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang muatan.
Progresivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri
(Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu
statemen progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi
ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme
bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus
karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
Progresvisme
merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar
pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar
"dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya.
B. Pandangan Progesivisme dan
Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak didik diberikan
kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak
menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan
tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira
menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik
maupun psikis anak didik.
C. filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum
yang bersifat luwes
(fleksibel) dan
terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan
zamannya.Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya
yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum. Kurikulum
dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia
dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.
Progresivisme
tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan
harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung
ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
D. Tokoh-tokoh Progresivisme
1.
William James (11 Januari 1842 – 26
Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau
pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi
biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau
pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu
pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi
teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.