MAKALAH
GALENIKA
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, karena hanya karena kehendak-Nya lah makalah ini dapat
selesai. Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Administrasi dan supervisi Kependidikan.
Terima kasih kepada dosen kami yang
terhormat yang telah memberikan bimbingan,sehingga kami lebih memahami
khususnya dalam mata perkuliahan ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sebagai
penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya.
Walaupun demikian Besar harapan kami
sebagai penulis mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk
penulis dan umumnya bagi kita semua. Amin ya robbal alamin,
Mataram 28 Desember 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1 Latar belakang masalah ...................................................................................
1.2 Perumusan masalah .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
2.1. Sejarah UUD 1945...........................................................................................
2.2. Terbentuk UUD 1945.......................................................................................
2.3. Tujuan Perubahan UUD 1945..........................................................................
BAB III PENUTUP
...................................................................................................
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45,
adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi
pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang
dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan
secara aklamasi oleh DPR pada
tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang
mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali
perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
§ Sidang
Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama
UUD 1945
§ Sidang
Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
§ Sidang
Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
§ Sidang
Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945
terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat
berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari
21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2
ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan,
UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2
pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR
Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada
Opini.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini kami
mengangkat beberapa rumusan masalah diantaranya:
1) Bagaimana perjalanan Sejarah UUD
1945?
2) Bagaimana bentuKkD 1945?
3) Apakah Tujuan Perubahan UUD 1945
?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah UUD 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah
badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang
berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang
"Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk
Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban
menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam
Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus
1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada
tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa
Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan
ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah
Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua
tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
ü Periode berlakunya UUD 1945 18
Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR
belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga
peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih
demokratis.
ü Periode berlakunya Konstitusi RIS
1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah
parlementer.
bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu
negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing
negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya.
ü Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 -
5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi
Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet
selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil
dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950
ü Periode kembalinya ke UUD 1945 5
Juli 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana
banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan
UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden
yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang
dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di
antaranya:
§ Presiden mengangkat Ketua dan Wakil
Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
§ MPRS menetapkan Soekarno sebagai
presiden seumur hidup
§ Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
ü Periode UUD 1945 masa orde baru 11
Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah
menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang
sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:
§ Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang
menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak
berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
§ Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983
tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak
mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui
referendum.
§ Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985
tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
ü Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober
1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak
Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi
Timor Timur dari NKRI.
ü Periode UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya
perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD
1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di
tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan
di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
2.2 BENTUK UUD 1945
Bahwasannya konstitusi atau
Undang-Undang Dasar dianggap memegang peranan yang penting bagi kehidupan suatu
negara, terbukti dari kenyataan sejarah ketika Pemerintah Militer Jepang akan
memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia. Sesuai janji Perdana Menteri
Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah badan yang
bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945 yang
diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang
tugasnya menyusun Dasar Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar). Niat Pemerintah
Militer Jepang tersebut dilatarbelakangi kekalahan balatentara Jepang di
berbagai front, sehingga akhir Perang Asia Timur Raya sudah berada di ambang
pintu. Janji Jenderal Mc Arthur “I shall return” ketika
meninggalkan Filipina (1942) rupanya akan
menjadi kenyataan.
Para anggota
BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua tahap: pertama,
dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar negara dan
berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno
pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli
1945 yang berhasil membuat Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002).
Pada akhir sidang pertama, ketua sidang membentuk sebuah panitia yang terdiri
dari 8 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang disebut Panitia Delapan. Pada
tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan paham kebangsaan dan
golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama dengan negara. Dalam
rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr.
A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid
Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Sembilan berhasil membuat
rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut dengan
istilah Piagam Jakarta.
Pada tanggal
14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan dan
perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945
diterima oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD
1945 adalah hasil kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo.
Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada
Pemerintah Militer Jepang disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokutsu
Zyunbi Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas
mengatur pemindahan kekuasaan (transfer of authority) dari Pemerintah
Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas
usulan tersebut maka dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang
yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota
PPKI kemudian ditambah 6 orang. tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota
BPUPKI, yaitu 69 orang. Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan
kepada Rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun
terdapat rakhmat Allah yang tersembunyi (blessing in disguise) karena,
sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan kapitulasi kepada
Sekutu tanpa syarat undconditional
surrender).
Dalam tiga
hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 1945 menjelang
Hari Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda
dalam masalah pengambilan keputusan, yaitu
mengenai cara bagaimana (how) dan kapan (when) kemerdekaan
itu akan diumumkan. Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu dengan
Pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali
dari campur tangan Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis
pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh para pemuda
ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu
mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
Pada malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno, pada
hari Jum’at 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17
Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian Timur yang
menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat
berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi: “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat
persatuan, keesokan harinya menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945,
dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H.
Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Teuku M.
Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD 1945 tersebut
dihilangkan.
Untuk
lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa badan yang merancang UUD
1945 termasuk di dalamnya rancangan dasar negara Pancasila adalah BPUPKI yang
dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Setelah selesai melaksanakan tugasnya
yaitu merancang UUD 1945 berikut rancangan dasar negara, dan rancangan
pernyataan Indonesia merdeka, maka dibentuklah PPPKI pada tanggal 7 Agustus
1945.
Pada era Orde Baru, pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan. Meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
namun secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Di bidang politik, pemerintah Orde Baru memiliki cara
tersendiri untuk menciptakan stabilitas yang diinginkan, salah satunya dengan
menjadikan Golkar sebagai mesin politik. Di dalam tubuh Golkar terdapat tiga
jalur yang menjadi tumpuan kekuatannya, yaitu ABRI, birokrat, dan Golkar (jalur
ABG). Keberadaan Golkar yang sebenarnya diperlukan sabagai sarana dan arena
penyaluran aspirasi rakyat, ternyata dijadikan sebagai alat kekuasaan atau alat
penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Sistem perwakilan pun bersifat semu,
bahkan hanya dijadikan sarana untuk melanggengkan sebuah kekuasaan seecra
sepihak. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara termasuk kehidupan politik, banyak wakil rakyat yang
duduk di MPR/DPR tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya karena
demokratisasi yang dibangun melalui KKN.
Ketidakberesan juga dapat dilihat dari konsep Dwifungsi ABRI
yang telah berkembang menjadi kekaryaan. Peran kekaryaan ABRI semakin masuk
kedalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, bahakan dunia bisnis pun
tak lepas dari intervensi TNI/POLRI. Segala produk kebijkan ekonomi dan politik
selama Orde Baru teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Kondisi kian diperparah oleh upaya penegakan hukum yang sangat lemah.
Kondisi sosial-politik tersebut semakin diperburuk oleh
krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan Juli 1997. Di pasaran
mata uang dunia nilai rupiah terus merosot terhadap dollar Amerika. Krisis
moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional
terpuruk dan banyak bank beku operasi (BBO). Dunia usaha tidak berkutik dan
banyak yang gulung tikar. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di banyak
tempat. Haraga sembako yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari melambung
tinggi, bahkan sempat terjadi kelangkaan.
Berawal dari gerakan moral, aksi bergeser memasuki ranah
politik, yaitu menuntut Soeharto mundur dari jabatan presiden. Semua ini
merupakan puncak kekecewaan rakyat atas krisis yang melanda Indonesia. Aksi
mahasiswa di sejumlah kota besar semakin berani dengan turun ke jalan. Pada
tanggal 12 Mei 1998 petang, aksi mereka menimbulkan bentrok dengan pihak aparat
keamanan hingga terjadi peristiwa tragis yaitu tragedi Trisakti. Dalam
peristiwa itu, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas setelah bentrok
dengan petugas yang berusaha membubarkan mimbar bebas dan aksi duduk di Jalan
S. Parman, Grogol, Jakarta Barat dan puluhan orang lainnya luka parah. Keempat
mahasiswa yang terbunuh adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan
Sie, dan Hafidhin Royan.
Akibat peristiwa Trisakti dan kerusuhan massal pada tanggal
13-14 Mei 1998, muncul tuntutan rakyat agar MPR segera mengadakan sidang
istimewa dengan meminta pertanggungjawaban presiden atau pengunduran diri
secara konstitusional. Para mahasiswa semakin gencar melakukan aksi menuntut
diadakan reformasi menyeluruh termasuk penggantian kepemimpinan nasional.
Mereka mengarahkan perhatian utama kepada wakil-wakil rakyat di DPR/MPR RI
dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI.
Menanggapi hal tersebut Presiden Soeharto berupaya membentuk
komite reformasi, perubahan kabinet, tetapi tidak mendapat tanggapan positif
dari mahasiswa dan kelompok kritis. Oleh karena itu, pada tanggal 21 Mei 1998,
pukul 09.05 pagi, di Istana Merdeka Jakarta, Presiden menyatakan berhenti,
setelah 32 tahun, 7 bulan, dan 3 minggu masa kekuasaannya sebagai Presiden
Republik Indonesia.
Selesai Presiden Soeharto mengumumkan pernyataan berhenti,
B. J. Habibie mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden RI. Oleh karena
keadaan tidak memungkinkan dan menghindari kekosongan pimpinan dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara, maka B. J. Habibie , mengucapkan sumpah
jabatan Presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.
Gerakan reformasi belum selesai, para pengunjuk rasa tetap
menuntut diadakannya reformasi secara menyeluruh serta memberantas praktek
Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Untuk
itu Presiden B. J. Habibie menyatakan akan mengadakan pemilu yang
dipercepat, selambat-lambatnya pertengahan tahun 1999 (Sekretariat, 2001:26).
Pada era Presiden Habibie, Timor Timur yang menjadi provinsi
ke-27 lepas dari NKRI. Terlepasnya Timor Timur menjadi faktor utama penolakan
MPR atas pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie pada bulan Oktober 1999, B.
J. Habibie akhirnya mengundurkan diri dari bursa calon presiden.
Selanjutnya, selama era Reformasi
berlangsung telah terjadi empat kali pergantian presiden, yaitu B. J. Habibie
(Mei 1998-Oktober 1999), Abdurrahman Wahid (Oktober 1999-Juli 2001), Megawati
Soekarno Putri (Juli 2001-September 2004), Susilo Bambang Yudhoyono (September
2004-...).
2.3.
Tujuan Perubahan UUD 1945
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan
aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai
dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan
susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal
sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensiil
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Periode berlakunya UUD 1945 18
Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam
kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum
terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga
peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih
demokratis.
A. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus
1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah
parlementer.
bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu
negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing
negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya.
B. Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan
sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada
periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak
berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai
atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi
Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok,
karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden
menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan
kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950
C. Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana
banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan
UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden
yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang
dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2004,
UNDANG-UNDANG DASAR 1945, Jakarta, PT. Rineka Cipta.